Fenomena Politik Dinasti tak Terbendung, Muhammadiyah Prihatin
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan keprihatinannya akan kondisi politik di Indonesia. Khususnya, menjelang pelaksanaan Pilpres 2024. Kenyataan yanga dihadapi negeri ini, kuatnya politik dinasti dan politik yang mengutamakan kepentingan keluarga.
Untuk itu, pihaknya mendorong sistem meritokrasi di Indonesia agar para pejabat pemerintah diisi oleh orang-orang yang berprestasi, bukan hanya karena sekadar adanya pertalian darah.
Memang, sejauh ini pelbagai kalangan menyatakan keprihatinanya akan kondisi demokrasi di Indonesia. Isu politik dinasti yang berkembang setelah pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
"Jadi Muhammadiyah prinsipnya mendorong meritokrasi memperkuat demokrasi dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya sehingga kita bisa menjadi manusia yang lebih baik", tutur Mu'ti, dalam keterangan dikutip Jumat 3 November 2023.
Peluang Berperan Anak Bangsa
Menurut Mu'ti, meritokrasi adalah keniscayaan sebuah demokrasi yang sehat. Seorang calon pejabat berprestasi dan berintegritas akan mendapatkan kesempatan besar berperan memajukan negara.
"Meritokrasi ya, di mana semua warga negara semua anak bangsa ini punya kesempatan untuk berperan dan berkontribusi dalam kehidupan kebangsaan kenegaraan sesuai dengan kompetensi dan juga ketersediaan oportunitas yang tentu saja terbuka untuk semuanya," imbuhnya.
Mu'ti juga menyindir politik dinasti dengan menyebut orang yang mendapat jabatan hanya dengan modal hubungan darah.
"Saya sempat bercanda, ada orang yang dapat jabatan dengan menumpahkan darah, ada yang dapat jabatan dengan berdarah-darah, ada yang dapat jabatan dengan hanya modal hubungan darah," tandasnya.
Politik dinasti keluarga Jokowi ramai diperbincangkan setelah Gibran Rakabuming melaju sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Jalan mulus Wali Kota Solo berusia 36 tahun ini mendaftarkan diri sebagai cawapres tak terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan cawapres berusia di bawah 40 tahun dengan syarat pernah jadi kepala daerah dan terpilih lewat Pemilu.
Sejumlah pihak menuding ada nuansa nepotisme dalam putusan ini karena Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi dan paman Gibran turut mengambil keputusan.
Advertisement