Fenomena Pemutihan Karang Waspadai Naiknya Suhu Air Laut
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang—di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penilaian terhadap fenomena pemutihan karang (coral bleaching).
Upaya ini sebagai tindak lanjut atas prediksi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Coral Reef Watch yang menyebutkan potensi terjadinya kenaikan suhu air laut awal tahun 2024.
Penilaian ini dilakukan secara bertahap sejak Januari hingga pertengahan Februari 2024. Lokasinya di kawasan Konservasi Pulau Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan (Gili Matra), Kawasan Konservasi Laut Banda dan Taman Nasional Perairan Laut Sawu.
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL), Victor Gustaaf Manoppo menanggapi fenomena pemutihan karang. Selain itu, upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya juga penting dilakukan dalam upaya melindungi dan memulihkan terumbu karang yang rentan terhadap perubahan iklim global.
“Coral bleaching dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem yang luas dan merugikan bagi kehidupan laut serta sumber daya manusia yang bergantung pada ekosistem karang jika tidak dilakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi,” terang dalam siaran pers kkp.go.id dikutip Rabu 6 Maret 2024.
Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan, Firdaus Agung menambahkan kejadian pemutihan karang diprediksi oleh para ilmuwan akan semakin sering terjadi dengan skala yang luas. Yaitu seiring peningkatan suhu permukaan laut sebagai dampak perubahan iklim.
Pihak KKP bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yayasan Reef Check Indonesia, rekomendasi pemantauan pemutihan karang, serta pedoman pemantauan sesuai prediksi peningkatan suhu permukaan laut dengan fokus utama adalah wilayah kawasan konservasi.
“Hasil monitoring ini akan dianalisis dan disebarluaskan untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan edukasi ke masyarakat,” urainya.
Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi menambahkan penilaian cepat terhadap fenomena pemutihan karang di kawasan konservasi yang masuk dalam wilayah kerja BKKPN Kupang dilakukan sesuai ketentuan yakni Panduan Pemantauan Pemutihan Karang.
Penilaian dilakukan menggunakan metode citizen science yang melibatkan kelompok masyarakat dan operator selam. Antara lain di Kawasan Konservasi Laut Banda melibatkan Luminocean Banda, di TNP Laut Sawu melibatkan Yayasan Yapeka, di Kawasan Konservasi Pulau Gili Matra melibatkan Yayasan Ekosistem Gili Indah, Yayasan Gili Matra Bersama, Pokmaswas Gili Matra, serta operator selam yang tergabung dalam Gili Island Diving Aliance dan Oceans.
Hasil penilaian cepat menunjukkan rata-rata tingkat pemutihan karang keras hidup pada seluruh bentuk pertumbuhan karang di Kawasan Konservasi Pulau Gili Matra berkisar <25%. Namun ada beberapa lokasi yang mengalami pemutihan mencapai 50-75% bahkan >75% yakni Bounty Wreck (Sebelah Barat Pulau Gili Meno) dan Sunset Reef (Sebelah Selatan Pulau Gili Trawangan).
Kondisi pemutihan karang di Kawasan Konservasi Laut Banda berdasarkan penilaian cepat yang dilakukan di Site Lava Flow dan Miniatur Banda menunjukkan secara umum berkisar <25%. Pada kondisi ini karang bercabang masih dalam tahap memucat sebagai dampak dari terpapar kejadian pemutihan karang. Selain itu, biota lain juga mengalami pemutihan adalah Anemone dan Sponge.
Sedangkan penilaian cepat pemutihan karang TNP Laut Sawu yang dilakukan di Pantai Oesina, Desa Lifuleo, Kabupaten Kupang menunjukkan bahwa pemutihan karang masih sangat rendah dengan nilai persentase kejadian <5%.
Disebutkan Imam, survei pemantauan dibagi ke dalam 3 (tiga) fase. Yaitu survei cepat, survei puncak pemutihan dan survei pasca pemutihan. Fenomena pemutihan karang masih perlu ditindaklanjuti dengan melakukan survei detail puncak pemutihan karang dalam waktu dekat. Selain itu, diperlukan mitigasi dengan cara mengurangi tekanan antropogenik agar karang dapat bertahan dan pulih secara alami.
“Salah satunya dengan meningkatkan kesadaran dan peran serta pengguna jasa ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi,” pungkasnya.
Advertisement