Fenomena Flexing, Kerakusan Pemimpin Sumber Kehancuran Bangsa
Al-Qur'an begitu banyak mengungkapkan sejarah manusia sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Sebagian kisah para nabi itu dikemukakan berulang-ulang. Dan yang menarik, dalam banyak ayat, sering kali Tuhan mengakhirinya dengan kalimat: "apakah kamu tidak memikirkan, merenungkan, memperhatikan atau mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa itu?
Tampak dengan jelas bahwa betapa Tuhan ingin mengajarkan kepada manusia tentang pentingnya memikirkan dan merenungkan sejarah kehidupan manusia, lalu mengambilnya sebagai pelajaran yang berharga.
Sejarah dengan begitu menjadi salah satu sumber pengetahuan manusia. Sejarah adalah panggung paling representatif untuk memperlihatkan bagaimana manusia mengaktualisasikan dan mengekspresikan dirinya. Dan sejarah manusia selalu menampilkan wajah-wajah manusia yang paradoks: baik dan buruk, baik dan jahat.
Satu dari sekian sejarah manusia yang ditampilkan Al-Qur'an adalah kehancuran bangsa-bangsa yang membiarkan para penguasa negeri bertindak korup, hidup mewah, dan menindas rakyat. Al-Qur'an menyatakan:
واذا أردنا أن نهلك قرية امرنا مترفيها ففسقوا فيها فحق عليها القول فدمرنها تدميرا (١٦)
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu)." (QS. al-Israa' [17]: 16)
Pernyataan al-Qur'an tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi kita hari ini bahwa kita memang harus mengangkat pemimpin yang adil agar selamat dari kehancuran dan tidak boleh memilih pemimpin yang zhalim. Ibnu Rusyd mengatakan, "Anna al-hakim azh-zhalim huwa alladzi yahkum ays-sya'ab min ajli nafsihi la min ajli asy-sya'ab." (Pemimpin yang zhalim adalah orang yang memimpin bangsanya dalam rangka mencari keuntungan dan kesenangan bagi dirinya dan bukan demi kepentingan bangsanya).
KH. Husein Muhammad, "Spiritualitas Kemanusiaan, Perspektif Islam Pesantren" hal. 236-237
Sorotan Publik
Maraknya fenomena flexing alias pamer harta di kalangan pejabat negara turut jadi sorotan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK. JK mengungkapkan pejabat pamer harta kekayaan di media sosial otomatis akan menjadi musuh masyarakat:
Kalau ada istri pejabat memakai tas bagus maka dia akan langsung jadi musuh masyarakat. Tajamnya sorotan masyarakat Indonesia atas aksi pamer harta keluarga pejabat itu disebabkan karena jomplangnya status sosial.
Kepincangan sosial ekonomi inilahyang membuat jarak si kaya dan si miskin begitu kentara sehingga sangat mudah memicu kecemburuan sosial.
Jadi kalau ada pejabat atau keluarganya pergi ke luar negeri lalu foto-foto, walaupun dia perginya naik pesawat kelas ekonomi yang murah, tetap saja dia akan menjadi musuh bersama masyarakat.
Tajamnya sorotan pada perilaku pamer harta keluarga pejabat juga karena fasiltas yang didapat pejabat berasal dari uang rakyat yang ditarik negara lewat pajak. Kondisinya akan berbeda jika yang memamerkan harta adalah kalangan pengusaha atau profesional yang duitnya buka berasal dari negara.
Bila saja saya atau keluarga yang berlatar pengusaha menggunakan barang mewah. Kalau misalnya istri saya yang memakai tas bagus, siapa yang akan marah? Tidak ada. Tapi kalau keluarganya Bu Rektor UGM ini yang memakai barang bagus, langsung mahasiswanya akan bilang 'Dari mana (duit mendapatkan) barang itu?.
Ketimpangan sosial masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi Indonesia. Hal itu perlu segera dibenahi agar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin kecil sehingga meminimalisir kecemburuan sosial.
Kepincangan sosial itu perlu diperbaiki dengan kemampuan yang dimiliki, bukan dengan korupsi. Salah satu upaya efektif meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat yakni dengan menciptakan lebih banyak entrepreneur. Indonesia memiliki sekitar 4.500 perguruan tinggi. Lebih banyak dibanding Cina yang memiliki 2.500 perguruan tinggi. Namun dari sisi penciptaan wirausaha, Indonesia masih tertinggal jauh dari Cina.
Padahal, dari jutaan lulusan perguruan tinggi Indonesia tiap tahunnya itu, yang terserap sebagai aparatur sipil negara hanya sekitar 30 ribuan. Makanya saya mengusulkan, kalau bisa semua program studi di perguruan tinggi kalau bisa menyisipkan mata kuliah wirausaha, entah satu atau dua semester.
*) Ceramah Jusuf Kalla, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) bertema "Islam dan Harmonisasi Peradaban Dunia"di Masjid Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Jumat petang, 31 Maret 2023.