Fenomena Citayam Fashion Week Disorot Media Jepang Mirip Harajuku
Citayam Fashion Week merupakan fenomena ABG asal Citayam, Kota Depok, dan Bojonggede, yang belakangan kerap berkumpul di kawasan Sudirman, yaitu Stasiun MRT Dukuh Atas.
Para remaja ini kebanyakan datang dengan mengenakan gaya busana yang casual dan trendy ala street fashion mulai dari kemeja flanel oversize, celana model 90an, sweater sport, sneaker warna-warni, jaket kulit hingga accessories seperti topi, kacamata, anting-anting, kalung, rantai dompet dan lainnya.
Fenomena Citayam Fashion Week muncul ketika ada banyak konten video di media sosial yang menampilkan berbagai wawancara suatu akun dengan ABG yang nongkrong dan berkumpul dengan teman temannya di sekitaran Sudirman.
Dalam banyak wawancara, para remaja ini mengaku rela berangkat jauh dari rumahnya dengan naik kereta api hanya untuk sekedar nongkrong hingga saling adu fashion dengan para anak muda lainnya. Bahkan, beberapa dari mereka mengaku ada yang datang ke sana untuk mencari pasangan atau pacar.
Harajuku Style di Jepang
Fenomena Citayam Fashion Week menarik perhatian banyak orang. Akun Twitter @TokyoFashion pun mendukung aktivitas Citayam Fashion Week. "Thread keren ribuan anak muda Indonesia yang berdandan dan membuat jalan-jalan di Jakarta Pusat menjadi hidup sebagai fashion catwalk, tidak seperti Harajuku di Jepang. Semoga beberapa situs/akun street snap Indonesia mendokumentasikan dan mendukung aksi tersebut," cuit akun @TokyoFashio menanggapi thread @sofiaflorina.
Akun yang terkenal kerap mengulas perihal fashion ini berharap siapa saja masyarakat di Indonesia dapat membantu komunitas street fashion di Jakarta seperti halnya Citayam Fashion Week.
"Seseorang di thread menyebutkan tentang membuang sampah sembarangan, jelas hal ini perlu dipastikan bahwa para remaja tersebut tidak menyebabkan masalah bagi penduduk atau bisnis lokal. Tidak yakin bagaimana berkomunikasi tentang itu, tetapi secara umum, kita harus hidup berdampingan dengan baik bersama komunitas lokal," lanjut cuitan itu.
Alasan mengapa Harajuku masih eksis sampai sekarang tidak lepas dari peran banyaknya mahasiswa dari perguruan tinggi jurusan mode dan kecantikan ikut berkontribusi, seperti membawa penggiat Harajuku menjadi model dalam tugas kuliah. Selain itu toko-toko lokal juga senang hadirnya Harajuku karena pemasukan meningkat.
"Hal lain yang membuat sebagian orang lebih mudah menerima adegan fashion jalanan adalah remaja ini menghabiskan uang di toko-toko lokal di Harajuku. Tidak ada yang membuat skeptis komunitas lebih bahagia daripada pelanggan yang membayar," tutupnya.