FBI Diturunkan Ungkap Kematian Presiden Haiti Jovenel Moise
Amerika Serikat (AS) mengirim pejabat senior Biro Penyelidikan Federal (FBI) dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) ke Haiti. Pengiriman ini untuk membantu mengungkap kasus pembunuhan Presiden Haiti, Jovenel Moise.
"Amerika Serikat terlibat erat dengan Haiti dan mitra internasional mendukung rakyat Haiti setelah pembunuhan presiden," kata sekretaris pers Gedung Putih, Jen Psaki seperti dilansir Reuters, Sabtu 10 Juli 2021.
Pejabat senior dari FBI dan DHS akan dikirim ke Port-au-Prince untuk menilai situasi dan mencari cara terbaik untuk membantu pemerintah Haiti.
"Memperkuat kapasitas penegakan hukum Haiti merupakan prioritas utama AS bahkan sebelum pembunuhan itu," kata Psaki.
Saat ini, polisi dan badan intelijen di AS dan Kolombia sedang menyelidiki pembunuhan Presiden Moise pada Rabu 7 Juli 2021 lalu. Hal ini setelah adanya penangkapan warga negara AS dan kolombia oleh otoritas Haiti.
Desersi Tentara Kolombia
Sementara itu, pejabat tinggi penegak hukum negara Kolombia mengatakan, sebanyak 17 mantan tentara Kolombia diyakini terlibat dalam pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise. Demikian kata Direktur Jenderal Polisi Nasional Jorge Luis Vargas Valencia, Jumat 9 Juli 2021.
Menurut Jorge Luis Vargas Valencia, orang-orang itu "kemungkinan milik tentara nasional" Kolombia, tetapi keluar dari militer antara 2018 dan 2020. Dua dari mantan tentara itu akhirnya tewas dalam bentrokan dengan polisi Haiti.
Dua Diduga Terlibat
Sebelumnya, menteri pemilihan dan hubungan antar partai Haiti, Mathias Pierre, mengidentifikasi warga AS James Solages (35) dan Joseph Vincent (55) sebagai dua orang Amerika yang ditahan.
Clement Noel, seorang hakim yang terlibat dalam penyelidikan dan berbicara dengan kedua pria itu, mengatakan keduanya mengklaim plot itu direncanakan secara intensif selama sebulan terakhir.
Menurut Noel kedua pria itu bertemu dengan anggota regu pembunuh di sebuah hotel di Petionville, pinggiran Ibu Kota Haiti, untuk merencanakan serangan.
Fakta Pembunuhan Jovenel Moise
Presiden Haiti Jovenel Moise ditembak mati oleh orang-orang bersenjata dengan senapan serbu di kediaman pribadinya pada Rabu malam 7 Juli 2021. Pembunuhan itu, yang mendapat kecaman dari Washington dan negara-negara tetangga Amerika Latin, terjadi di tengah kerusuhan politik, gelombang kekerasan geng dan krisis kemanusiaan yang berkembang di negara termiskin di Amerika itu.
Pemerintah mengumumkan keadaan darurat selama dua minggu untuk membantu memburu para pembunuh yang oleh duta besar Haiti untuk Amerika Serikat, Bocchit Edmond, digambarkan sebagai sekelompok "tentara bayaran asing" dan pembunuh terlatih.
Orang-orang bersenjata itu berbicara dalam bahasa Inggris dan Spanyol, kata Perdana Menteri sementara Claude Joseph, yang mengambil alih kepemimpinan negara, di mana mayoritas berbicara bahasa Prancis atau Kreol Haiti.
"Teman-temanku - tetap tenang karena situasi terkendali," kata Joseph dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara itu, didukung oleh deretan pejabat berwajah muram, seperti dikutip Reuters, Kamis 8 Juli 2021. "Pukulan ini telah melukai negara ini, bangsa ini, tetapi tidak akan dibiarkan begitu saja."
Perjuangan Stabilitas Politik Jovenel Moise
Haiti, sebuah negara berpenduduk sekitar 11 juta orang, telah berjuang untuk mencapai stabilitas sejak jatuhnya kediktatoran dinasti Duvalier pada tahun 1986, dan telah bergulat dengan serangkaian kudeta dan intervensi asing.
Istri presiden, Martine Moise, juga tertembak dalam serangan itu, yang terjadi sekitar pukul 01:00 waktu setempat (0500 GMT) di rumah pasangan itu di perbukitan di atas Port-au-Prince. Dia dalam kondisi kritis dan tiba di Florida pada Rabu malam untuk perawatan, menurut stasiun televisi lokal AS.
Edmond mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara, orang-orang bersenjata itu menyamar sebagai agen Administrasi Penegakan Narkoba AS (DEA) ketika mereka memasuki kediaman Moise yang dijaga saat malam - langkah yang kemungkinan membantu mereka masuk.
Advertisement