Fatwa MUI Sulawesi Selatan soal Uang Panai, Jangan Memberatkan
Uang panai atau panaik, adalah salah satu dari sekian banyak tradisi suku Bugis-Makassar ketika hendak melangsungkan proses pernikahan. Uang panai sendiri diartikan sebagai pemberian harta benda oleh calon pengantin pria kepada calon pengantin perempuan.
Uang panai berbeda dengan mahar. Mahar adalah kewajiban agama yang menjadi mutlak dalam prosesi nikah. Sementara uang panai adalah adat masyarakat Bugis-Makassar sebagai biaya yang disediakan oleh pihak laki-laki untuk prosesi acara pesta dan nikah.
Jumlah panai bervariatif sesuai dengan kesepakatan antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan. Panai biasa berupa uang, perhiasan, kuda, sawah, ladang, mobil, sepeda motor dan lainnya.
Bagi mereka yang bukan berasal dari suku ini, memiliki berbagai pendapat berbeda mengenai tradisi tersebut. Dalam pandangan masyarakat luas, tradisi uang panai ini justru membebankan calon pengantin pria. Sebab, besarnya uang panai ditentukan oleh status pendidikan dan keturunan sang gadis. Selain itu, panai diyakini sebagai bentuk dorongan kepada pria agar bekerja keras.
Panai sesuai Prinsip Syariah
Menanggapi tradisi tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menerbitkan Fatwa Nomor 2 Tahun 2022 tentang Uang Panai. Dalam fatwanya, MUI Sulsel menyebutkan uang panai adalah adat yang hukumnya mubah selama tidak menyalahi prinsip syariah. Prinsip syariah dalam uang panai yang dimaksud yaitu mempermudah pernikahan dan tidak memberatkan bagi laki-laki.
"Uang panai tidak menjadi penghalang prosesi pernikahan dan hendaknya disepakati secara kekeluargaan. Itu pun disebutkan demi menghindarkan dari sifat-sifat tabzir, israf (pemborosan), serta gaya hedonis," jelas Ketua MUI Sulsel Prof KH Najamuddin, seperti dikutip dari Antara.
Najamuddin mengatakan fatwa tersebut sesuai dengan Alquran Surah Al Baqarah 2:185 dan Al Maidah 5:6, tentang memudahkan kehidupan. Juga dengan dutsy Al Baqarah 2:195 dan Al Qasas 28:77 tentang perbuatan baik.
Sementara itu, Ketua Bidang Fatwa MUI Sulsel KH Ruslan mengatakan, jumlah panai dikondisikan secara wajar dan sesuai dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak. Bentuk komitmen dan tanggung jawab serta kesungguhan calon suami sebagai bentuk tolong-menolong (ta'awun) dalam rangka menyambung silaturahmi.
"Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yakni 1 Juli 2022, dengan ketentuan jika pada kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya," ujarnya.
Sekretaris Umum MUI Sulsel DKH Muammar Bakry menambahkan fatwa tersebut dikeluarkan setelah menimbang bahwa pemberian uang panai merupakan adat di kalangan masyarakat Bugis-Makassar.
Advertisement