Fatwa Fardhu Ain Khofifah, Risma: Aduh Ngeri Aku
Munculnya fatwa fardhu ain (wajib bagi setiap umat) memilih pasangan Calon Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Cawagub Emil Elestianto mendapat tanggapan dari Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.
"Saya pikir ndak bolehlah. Jangan digunakan itu, bahaya sekali," kata Risma di Surabaya, Senin, 11 Juni 2018.
Risma menyesalkan jika agama dibawa-bawa untuk kepentingan politik.
"Itu bahaya sekali kalau kita pakai hukum Fardhu Ain, tidak bisalah, ya nggak bisa," tegas walikota perempuan pertama di Kota Pahlawan itu.
Walikota dengan berbagai penghargaan internasional itu juga mengimbau agar penyelenggara Pilkada menindak tegas upaya membawa isu SARA dan politisasi agama.
“Itu bahaya sekali, dampaknya itu aduh saya tidak bisa membayangkan kalau pakai nama Allah SWT untuk kepentingan sesaat. Aduh ngeri aku," kata Risma.
Ditambahkan Risma, imbauan sejumlah kiai pengasuh pesantren kepada para santri dan alumni pondoknya masing-masing untuk memilih pasangan Cagub Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Puti Guntur Soekarno, jelas berbeda dengan fatwa Fardhu Ain dari tim Khofifah.
"Jelas beda, karena kiai yang merestui Gus Ipul itu kan cuma mengimbau. Tidak dikaitkan-kaitkan dengan Fardhu Ain," ujarnya.
Seperti diketahui, sejumlah media memberitakan hasil pertemuan sejumlah pendukung Khofifah di Ponpes Amanatul Ummah, Mojokerto, 3 Juni lalu. Pertemuan itu dihadiri langsung oleh Khofifah. Pertemuan itu menghasilkan fatwa bernomor 1/SF-FA/6/2018 yang menyebut, mencoblos Khofifah-Emil Elestianto hukumnya Fardhu Ain alias wajib bagi setiap orang. Dalam Islam, jika kita tak menjalankan aktivitas fardu ain, hukumannya adalah dosa dari Allah. Fatwa itu disampaikan ke publik secara terbuka.
Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah, KH Asep Saifuddin Chalim mengatakan, orang yang memilih Gus Ipul, padahal ada yang lebih baik menurut KH Asep, yaitu Khofifah, maka orang itu mengkhianati Allah dan Rasulullah. Fatwa yang tersebar luas di publik itu pun menuai pro dan kontra. (wah/frd)