Self Harm: Tindakan Sakiti Diri Sendiri Demi Salurkan Rasa Sakit
Self harm adalah ketika seseorang menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi, mengungkapkan, atau bertahan dari keadaan yang sangat sulit.
Menyakiti diri dapat dilakukan secara fisik seperti, menyayat, mencakar, memukul, menggigit, membenturkan kepala ke dinding, menarik rambut, menelan sesuatu yang berbahaya, atau overdosis zat tertentu.
Menurut penelitian sekitar 10 persen remaja berusia 13-15 tahun dilaporkan sebagai pelaku self harm. Perempuan pelaku self harm di usia 13 lebih banyak dari laki-laki. Sedangkan laki-laki di usia 15 tahun lebih banyak dibanding perempuan.
Dr. Yunias Setiawati, dr, Sp.KJ (K) menyebut remaja lebih banyak mengalami perilaku self harm. Pasalnya, usia remaja merupakan tahapan mencari jati diri dan cenderung egois, maunya menang sendiri.
"Sejak dini anak-anak diberikan pendidikan mental. Agar mereka menjadi peduli tentang kesehatan mentalnya sendiri," kata Yunias saat ditemui ngopibareng.id di acara Symposium Suide 2019 Fakultas Kedokteran Unair, Surabaya, Sabtu 7 September 2019.
Meskipun demikian, Yunias menyadari tidak semua remaja mengalami kecenderungan untuk melakukan perilaku self harm.
"Karena ada faktor risiko yang juga melatar belakangi perilaku self harm ini pada diri remaja," ucap Yunias.
Berikut ini 3 faktor risiko itu prilaku self harm:
1. Emotional Abuse
Kekerasan emosi terhadap anak-anak dapat berpegaruh pada mental. Karena si anak tidak tumbuh dalam rasa bahagia atau rasa dicintai oleh orang sekitarnya, khususnya orangtua.
"Emotional Abuse seperti perkataan kasar. Contohnya, "Kamu itu sudah item, keriting, hidup lagi". Kata-kata atau emosi seperti ini tentu dapat mempegaruhi mental anak dan kepercayaan dirinya," terang Yunias.
2. Fisik Abuse
Tidak dibenarkan sama sekali untuk menggunakan kekerasan saat mendidik seorang anak. Kekerasan hanya akan menimbulkan rasa sakit dan tekanan pada anak tersebut.
"Ini merupakan tindakan kekerasan yang sering didapatkan anak dalam masa tumbuh kembangnya," ujar Yunias.
3. Seksual Abuse
Kejahatan seksualitas tentu saja akan berakibat buruk bagi kesehatan mental anak hingga menyebabkan trauma.
"Kekeran seksual bukan hanya memaksakan hubungan itu sendiri. Tapi menyentuh atau meraba bagian intim sesorang itu juga termasuk kejahatan seksualitas," jelas Yunias.
Pengalaman negatif dan permasalahan keluarga seperti permasalan perceraian orangtua, kematian orangtua, riwayat kejahatan seksual, riwayat keluarga bunuh diri juga bisa menganggu kesehatan mental remaja.
"Kesehatan mental remaja yang terganggu tentu akan berimbas pada penyelesaian masalahnya kelak. Perilaku self harm biasanya banyak dipilih remaja yang kurang mampu untuk mengatasi masalahnya, dan mengalihkan rasa sakitnya pada luka yang ia rasakan di tubuh," pungkas Yunias.