Fakta Siswi SMAN di Yogyakarta Dipaksa Berjilbab, 3 Guru Nonaktif
Curahan hati seorang ibu, viral di media sosial. Ia sedih, anaknya, siswi kelas X SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dipaksa berjilbab saat menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pertengahan Juli 2022 lalu. Ibu berinisial HA itu, menuntut pihak sekolah mengembalikan kondisi mental anaknya.
Curhatan Ibu Korban
Dalam keterangan tertulisnya, ia merasa terpukul dengan apa yang dialami putrinya. Ia mengaku merasa sedih disertai trauma mengetahui putrinya tengah berhadapan dengan dampak dari memperjuangkan hak dan prinsipnya.
Ia menyebutkan, jika putrinya bukan anak lemah atau bermasalah. Dia adalah atlet sepatu roda yang terbiasa dengan tekanan. Putri HA diterima di SMAN 1 Banguntapan sesuai prosedur.
"Pada Selasa, 26 Juli 2022, anak saya menelepon, tanpa suara, hanya terdengar tangisan. Setelahnya baru terbaca Whatsapp, 'Mama aku mau pulang, aku ga mau di sini'," tulis HA dalam keterangan tertulisnya yang dibaca Kamis, 4 Agustus 2022.
"Ayahnya memberitahu, dari informasi guru, bahwa anak kami sudah satu jam lebih berada di kamar mandi sekolah," lanjutnya.
Sesaat setelah mengetahui hal itu, HA segera menjemput putrinya di sekolah. Setibanya, dia mendapati putrinya sudah berada di ruang Unit Kesehatan Sekolah dalam kondisi lemas. "Dia hanya memeluk saya, tanpa berkata satu patah kata pun. Hanya air mata yang mewakili perasaannya," ungkapnya.
HA melanjutkan, awal sekolah putrinya pernah bercerita jika siswi SMAN 1 Banguntapan 'diwajibkan' mengenakan jilbab, rok serta baju berlengan panjang.
Putri HA memberikan penjelasannya kepada sekolah, termasuk wali kelas dan guru Bimbingan Penyuluhan (BP) bahwa dia tidak bersedia mengenakan jilbab. Namun, anaknya itu terus menerus dipertanyakan alasan mengapa tak mau berjilbab.
"Dalam ruang Bimbingan Penyuluhan, seorang guru menaruh sepotong jilbab di kepala anak saya. Ini bukan "tutorial jilbab" karena anak saya tak pernah minta diberi tutorial. Ini adalah pemaksaan," katanya.
Tuntutan HA
Soal jilbab, HA menyebut dirinya menghargai prinsip dan keputusan putrinya. Ia sendiri berjilbab, dan bisa menerima jika putrinya memilih tak berjilbab. Bagi HA, setiap perempuan berhak menentukan model pakaiannya sendiri. "Saya berpendapat setiap perempuan berhak menentukan model pakaiannya sendiri," katanya.
HA kini mendesak SMAN 1 Banguntapan, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bertanggungjawab atas kondisi putrinya yang sekarang mengalami trauma hingga membutuhkan bantuan psikolog. "Kembalikan anak saya seperti sediakala," tutupnya.
Dipaksa Berjilbab
Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) melaporkan salah seorang siswi kelas X SMAN 1 Banguntapan Bantul, DIY yang mengalami depresi berat karena dipaksa mengenakan hijab ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pertengahan Juli 2022 lalu.
Siswi berusia 16 tahun itu disebut mengalami trauma usai salah seorang guru BK memakaikan jilbab kepadanya secara paksa. Dia disebut sampai menangis di toilet satu jam lamanya setelah kejadian itu.
Siswi itu sempat mengurung diri di kamar rumahnya dan enggan berbicara dengan orang tuanya. Tanggal 25 Juli lalu, siswi itu pingsan ketika mengikuti upacara bendera. Sampai hari ini, yang bersangkutan belum mau kembali ke sekolah, dikutip dari cnndindonesia.com, Kamis 4 Agustus 2022.
Guru dan Kepala Sekolah Nonaktif
Tim Disdikpora mengklaim telah memeriksa dua guru BK dan Kepala SMAN 1 Banguntapan. Hasil pemeriksaan, guru BK mengaku hanya menawarkan untuk mengajari mengenakan jilbab.
Guru BK tersebut mengklaim menawarkan tanpa memaksa dan siswi yang bersangkutan mengiyakan. Sementara, kepala sekolah menampik ada aturan wajib berhijab bagi siswi di satuan pendidikan tersebut.
Disdikpora DIY sendiri sejauh ini belum bisa melakukan klarifikasi dan mengkroscek pemeriksaan pihak sekolah dengan siswi bersangkutan. Sedangkan, tiga guru dan Kepala SMAN 1 Banguntapan Bantul dinonaktifkan.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, penonaktifan ini seiring penyelidikan yang masih berjalan oleh Disdikpora perihal dugaan pemaksaan jilbab dan jual beli seragam di SMAN 1 Banguntapan.
"Satu kepala sekolah, tiga guru saya bebaskan dari jabatannya. Tidak boleh ngajar dulu sampai nanti ada kepastian," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Kamis 4 Agustus 2022.
Meski pemeriksaan masih bergulir, Sultan menekankan bahwa pemaksaan pemakaian jilbab oleh tenaga pendidik kepada siswi tak semestinya terjadi di sekolah pemerintah.
Sultan mengacu pada Permendikbud NomorNomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Di mana tidak ada kewajiban model pakaian kekhususan agama tertentu menjadi pakaian seragam sekolah.