Fakta Pengasuh Pesantren di Kabupaten Malang Perkosa 5 Santrinya
Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen baru saja menjatuhkan vonis penjara 15 tahun, kepada kiai dan pengasuh Pondok Pesantren Nur Ilahi Desa Tangkilsari, di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Pria bernama M Tamyiz Al Faruq itu terbukti melakukan kekerasan seksual kepada lima orang santriwatinya.
Putusan Hakim
Nasib M Tamyiz Al Faruq ditentukan pada Senin, 8 Januari 2024 lalu. Ketika palu majelis hakim di PN Kepanjen memutuskan jika M Tamyiz Al Faruq terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kekerasan seksual kepada kelima santrinya.
Ia divonis bersalah melanggar Pasal 82 Ayat (2) jo. Pasal 76 huruf E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam surat dakwaan alternatif kedua.
Putusan tersebut disampaikan oleh majelis hakim yang dipimpin Jimmi Hendrik Tanjung saat membacakan putusan perkara nomor 362/Pid.Sus/2023/PN.Kpn dalam sidang putusan yang berlangsung di ruang Kartika PN Kepanjen. ”Terdakwa (M Tamyiz Al Faruq) secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan cabul (kepada 5 santrinya) sebagaimana didakwakan oleh jaksa penuntut umum (JPU),” kata Jimmi Hendrik.
Pengadilan juga menjatuhkan hukuman pidana kepada M Tamyiz Al Faruq berupa pidana 15 tahun penjara, dan denda Rp1 miliar rupiah, dan subsider kurungan 6 bulan.
Sanksi berlapis sengaja dijatuhkan dengan sejumlah pertimbangan yang memberatkan terdakwa. Antara lain, perbuatan terdakwa dianggap merusak masa depan dan cita-cita anak korban, mencoreng citra dan teladan pesantren sebagai lembaga pendidikan, menimbulkan trauma pada korban, meresahkan masyarakat, serta berbelit-belit pada persidangan.
Lamanya Proses Pengusutan
Menyeret M Tamyiz hingga ke meja hijau tak semudah membalik telapak tangan. Prosesnya memakan waktu lebih dari satu tahun sejak kasus pertama kali dilaporkan di Polres Malang pada tanggal 7 Januari 2022. Sedangkan, para korban melaporkan M Tamyiz Al Faruq karena melakukan kekerasan seksual kepada santrinya, sejak tahun 2020.
Saat melapor, lima santrinya berusia 17 tahun. Sehingga, tindakan kekerasan seksual dilakukan ketika para korban masih berusia 15 tahun.
Informasi yang beredar, terdapat puluhan santriwati yang jadi korban kebejatan Tamyiz, sejak 2020. Namun hanya ada lima orang yang berani melapor ke kepolisian. Pendamping korban menyebut, korban lain tak berani lantaran disebut mendapatkan tekanan dari pihak pondok pesantren.
Namun, dari lima korban yang berani menyampaikan perilaku bejat Tamyiz itulah, polisi bisa memproses kasus. Meski dalam pemeriksaan, M Tamyiz Al Faruq juga tak menunjukkan kerja sama. Terpidana bahkan beberapa kali mangkir dari panggilan polisi hingga kabur. Polisi pun menetapkan Tamyiz dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada April 2023.
Butuh beberapa bulan bagi kepolisian untuk menangkap kembali pelaku pemerkosaan santriwati, tepatnya pada 25 Mei 2023. Setelah semua prosesnya selesai, kasus kekerasan seksual ini pun masuk ke meja hijau pada Agustus 2023.
Dalam sidang tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa agar dipidana 15 tahun penjara dikurangi masa tahanan, denda Rp1 miliar, dan subsider empat bulan kurungan. Majelis hakim menjatuhkan vonis yang sama berat dengan permintaan JPU, bagi pelaku kekerasan seksual pada santriwatinya sendiri.