Fakta Pemerintah Tarik Bea Materai Rp 10 Ribu untuk Online Shop
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bakal menarik bea meterai Rp 10 ribu untuk pelanggan platform digital termasuk belanja online di e-commerce. Pajak bea materai ini akan dibebankan untuk transaksi pembelian di atas Rp 5 juta rupiah
Bea Materai Rp 10 Ribu
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Bea Materai nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Materai.
Pengenaan bea meterai untuk transaksi digital berlaku untuk dokumen dengan nilai transaksi di atas Rp5 juta. "Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000," tulis pasal 3 ayat 2g UU Bea Meterai.
Ia melanjutkan, jika pemerintah terus berkomunikasi dengan asosiasi e-Commerce Indonesia (Idea) terkait dengan pengenaan bea meterai Rp10 ribu tersebut.
Saat ini, pembahasan terus bergulir untuk menentukan syarat dan ketentuan yang akan ditambahkan dalam pengenaan bea materai. "Kita terus berdiskusi untuk menentukan mekanisme pemateraian atas T&C yang memenuhi persyaratan sebagai dokumen perjanjian yang terutang bea meterai," katanya dikutip dari cnnindonesia.com, Selasa 14 Juni 2022.
Alasan Terapkan Bea Materai
Neilmadrin pun menjelaskan penyebab pemerintah menerapkan bea materai sebesar Rp 10 ribu untuk transaksi di atas Rp 5 juta lewat belanja online.
Tujuannya untuk menciptakan level of playing field sehingga dapat menjaga kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku ekonomi digital dan konvensional.
Adapun untuk bea meterai ini bakal dikenakan untuk dokumen saat belanja online dengan nilai transaksi di atas Rp5 juta. Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan 11 persen untuk setiap transaksi Barang Kena Pajak (BKP) tanpa minimal pembelian.
Ia melanjutkan, pengenaan bea meterai ini tertuang dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang tentang Bea Meterai.
Dalam pasal tersebut dijelaskan terkait jenis dokumen yang dikenai bea meterai yaitu dapat berbentuk tulisan tangan, cetakan, maupun dokumen elektronik.
Dokumen elektronik termasuk didalamnya e-commerce ataupun platform belanja online seperti Shopee, Zalora dan Tokopedia.
Lebih lanjut, ia berharap pengenaan bea meterai untuk belanja online ini tidak memberikan dampak negatif ke ekonomi digital secara keseluruhan. "Pengenaan bea meterai ini bukan merupakan jenis pajak baru sehingga diharapkan tidak akan berimbas terhadap ekonomi digital," jelasnya.
Kata Pengusaha Toko Online
Ketua Umum Indonesia E-Commerce Association (Idea) Bima Laga mengatakan Indonesia akan menjadi negara pertama yang menerapkan kebijakan bea materai dalam belanja online. Kebijakan ini berlaku bagi transaksi di atas Rp 5 juta.
Kendati sebelum diberlakukan, Bima meminta agar Kementerian Keuangan meninjau ulang isi dalam kebijakan tersebut.
Menurutnya ada bagian di mana perlu ditinjau ulang," katanya. Ia mengatakan hal yang memberatkan adalah jika bea meterai elektronik diterapkan pada syarat dan ketentuan atau terms and condition (T&C).
Menurutnya, kalau itu dilanjutkan, berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global.
Adapun T&C merupakan salah satu bagian layanan yang melekat pada seluruh platform yang berfungsi menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital.
Namun, pemerintah beranggapan T&C merupakan dokumen perjanjian dan terutang bea meterai sesuai UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Ia menambahkan jika penetapan bea meterai dimasukkan dalam T&C, ini akan berdampak menciptakan hambatan (barriers) kepada proses digitalisasi yang sedang berjalan.
"Bayangkan apabila seluruh user, termasuk pembeli dan seller sebelum mendaftar di platform harus bayar Rp10 ribu terlebih dahulu. Padahal mereka belum transaksi, apalagi UMKM laku aja belum sudah harus bayar meterai," katanya.
Advertisement