Fakta: Pelanggaran Kekayaan Intelektual di Indonesia Cukup Berat
Indonesia saat ini menyandang status Priority Watch List (PWL) karena dinilai sebagai negara yang memiliki tingkat pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) cukup berat, berdasarkan laporan yang dirilis Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).
Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Kemenkum HAM, Anom Wibowo mengatakan, perlunya sinergi dan koordinasi yang tepat antar lembaga penegak hukum untuk menciptakan penegakan hukum KI yang efektif dan efisien.
Upaya tersebut dilakukan Indonesia dengan membentuk Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) Penanggulangan Status PWL.
“Kami rasa dengan terbentuknya Satgas Ops ini sudah cukup efektif pelaksanaannya. Namun, kami tetap butuh masukan dan pembanding agar Indonesia betul-betul memiliki sistem yang sesuai untuk diterapkan,” kata Anom dalam keterangan pers Sabtu 6 November 2021.
Kewenangan Langsung
Satgas Ops Penanggulangan status PWL ini terdiri dari lima lembaga yang memiliki kewenangan langsung di bidang pengawasan dan penegakan hukum KI. Lima lembaga tersebut diantaranya, dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Bareskrim Polri, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Karenanya, Anom bersama personel Polri selaku Delegasi Indonesia telah melakukan benchmarking dengan US National Intellectual Property Rights Coordination Centre (IPR Center) yang berlokasi di Virginia, Amerika Serikat.
Dalam hal ini, Indonesia ingin bertukar pengalaman dalam menangani pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI). Anom berharap, benchmarking dengan IPR Center dapat memberikan paradigma baru terkait sistem penegakan hukum untuk diterapkan Indonesia.
Mengingat, IPR Center merupakan Pusat Koordinasi Hak Kekayaan Intelektual Nasional yang mengkoordinir 27 lembaga penegak hukum yang ada di Amerika Serikat bahkan hingga ke penegak hukum di Eropa untuk saling bekerja sama dalam menindak kejahatan KI.
“Hal inilah yang ingin Indonesia ketahui. Bagaimana sistem Amerika Serikat dalam melakukan koordinasi antar lembaga penegak hukum dapat berjalan optimal,” tutur Anom.
Advertisement