Fakta Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Gugat Boeing
Penyelidikan untuk mencari penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 terus berjalan. Sejumlah temuan diumumkan, di antaranya dugaan cacat di pesawat buatan Boeing itu. Keluarga korban Sriwijaya Air 182 pun mangajukan gugatan pada The Boeing Company, produsen pesawat tersebut.
Cacat pada Pesawat Boeing Sriwijaya Air SJ 182
Sejumlah penyelidikan dilakukan untuk mengetahui penyebab jatuhnya pesawat Boeing 737-500, Januari lalu.
Investigasi awal oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia (KNKT) menunjukkan adanya dorongan asimetris dari mesin sebelum SJ 182 menukik fatal. Secara spesifik, throttle kiri berkurang sementara throttle kanan tidak.
Sementara, Airworthiness Notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400, dan 500 series yang dikeluarkan Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat telah mengeluarkan peringatan jika memarkir pesawat lebih dari tujuh hari akan menyebabkan korosi dan masalah lain, dikutip dari kompas.com.
Selain itu, FAA menulis telah menemukan "kodisi tidak aman" dalam pesawat. Ada kegagalan kabel syncho flap yang tidak terdeteksi oleh komputer auto-throttle. Cacat ini mampu mengakibatkan hilangnya kendali atas pesawat tersebut.
Meski temuan FAA masih terlalu dini untuk bisa menarik kesimpulan kuat, dipercaya jika bukti berikutnya akan lebih banyak didapat untuk membuktikan jika Boeing bersalah dalam kecelakaan itu.
Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Gugat Boeing
Temuan itu menjadi dasar 16 keluarga korban pesawat Sriwijaya Air untuk menggugat Boeing. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Tinggi King County di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat, melalui Hermann Law Group.
"Kami sudah mendaftarkan gugatan hukum ke pengadilan wilayah bagian Washington. Mudah-mudahan akan ada tambahan gugatan (dari keluarga korban) karena semakin banyak klien lagi," ujar pengacara utama kasus Herrmann Law Group Mark Lindquist.
Gugatan tersebut menuduh Boeing gagal memperingatkan maskapai penerbangan dan pengguna lainnya tentang cacat pada throttle otomatis (autothrottle) dan bahayanya memarkir pesawat selama beberapa bulan.
Diketahui, pesawat Sriwijaya SJ 182 yang jatuh di Laut Jawa telah diparkir selama sembilan bulan, selama pandemi.
Lindquist menyebut, sebagai produsen pesawat, Boeing memiliki kewajiban berkelanjutan untuk memperingatkan dan menginstruksikan maskapai penerbangan tentang bahaya yang diketahui atau perlu diketahui oleh produsen terkait pesawat tersebut. (Kmp)