Fakta BKKBN Tua Kritik Usai Minta 1 Keluarga Punya 1 Anak Perempuan untuk Perbanyak Kelahiran
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menuai kritik atas pernyataannya mendorong keluarga memiliki satu anak perempuan untuk memperbanyak jumlah kelahiran. Hasto kemudian mengoreksi maksud pernyataannya itu.
1 Keluarga 1 Anak Perempuan
Pernyataan itu disampaikan Hasto dalam keterangan tertulis yang dikutip sejumlah media massa pada Selasa 2 Juli 2024. Hasto sedang menyampaikan pendapat turunnya angka pernikahan yang berdampak pada turunnya angka kelahiran per tahun.
Dari rata-rata 2 juta pernikahan, menjadi 1,5 hingga 1,7 juta dalam setahun. Sedangkan angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) secara nasional kini berada di 2,1.
Hasto khawatir, angka kelahiran akan terus turun dalam beberapa tahun ke depan. Menurutnya terjadi pergeseran fungsi pernikahan. Dari yang awalnya prokreasi atau berketurunan, kini berubah menjadi rekreasi dengan tujuan hubungan suami-istri yang sah, juga security dalam hal mencari perlindungan.
Untuk meningkatkan angka kelahiran, Hasto berpendapat, setiap keluarga diminta untuk memiliki satu anak perempuan. "Di Jawa Tengah sendiri, angka kelahiran total bernilai 2,04. Secara nasional saya mempunyai tanggung jawab agar penduduk tumbuh seimbang. Saya berharap adik-adik perempuan nanti punya anak rata-rata 1 perempuan. Kalau di desa ada 1.000 perempuan maka harus ada 1.000 bayi perempuan lahir," katanya.
Banjir Kritik
Ucapan Hasto yang memandang perempuan sebatas alat reproduksi memperbanyak kelahiran, menuai banyak kritik baik dari netizen dan pakar. Pakar Perempuan dan Anak Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Sri Lestari menilai, pernyataan Hasto dinilai tidak responsive gender.
"Mulai dari kebijakan mengenai KB yang masih jauh dari ideal, di mana perempuan masih menjadi satu-satunya sasaran utama dalam mengontrol angka kelahiran, kini ditambah dengan pernyataan yang seolah-olah menganggap perempuan sebagai menjadi mesin produksi anak,” kata Tari dikutip dari laman UM Surabaya.
Alih-alih menempatkan perempuan sebagai mesin reproduksi, Tari memberi rekomendasi agar negara memiliki kebijakan yang mendorong peran suami dalam pengasuhan anak, kemudian subsidi untuk pengasuhan anak bahkan akses pengasuhan anak gratis bagi perempuan bekerja.
"Tentunya kebijakan ini perlu diimbangi dengan membangun kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender dan mendorong kebijakan yang responsif gender. Termasuk pula mendidik para pemangku kebijakan agar berhati-hati berkomentar dan lebih peka pada aspek ini,” tandasnya.
Kritik juga banyak disampaikan netizen di X atau Twitter. Sebagian besar netizen justru menyalahkan Hasto yang tidak jeli melihat masalah dan memberikan solusi.
Ralat Pernyataan
Ramai menuai kritik, Hasto kemudian menegaskan jika dirinya tidak pernah meminta keluarga memilik satu anak perempuan. Ia menekankan dirinya tidak mewajibkan, melainkan berharap keluarga memiliki satu anak perempuan.
"Aku tidak ngomong kalau satu perempuan wajib punya anak satu perempuan, aku ngomong gak begitu, aku ngomongnya gini, 'rata-rata diharapkan satu perempuan punya anak satu perempuan', rata-rata, lo," katanya usai menjadi pembicara dalam acara bertajuk "Percepatan Penurunan Stunting untuk Menyongsong Generasi Emas 2045," di Magelang, Minggu 7 Juli 2024, dikutip dari Antara.
Ia menyampaikan jika tugas BKKBN menjaga penduduk tumbuh seimbang. Fokusnya ada pada keberadaan perempuan dengan fungsi reproduksinya. Menurutnya, jika satu kelurahan perempuannya 5.000, sepuluh tahun lagi perempuannya tinggal 4.500, pasti penduduk itu berkurang karena yang hamil dan melahirkan itu perempuan. "Itulah makna bahwa rata-rata, jangan diterjemahkan satu perempuan wajib punya anak satu," jelasnya.