Fakta Bank BSI Tolak Diperas, Badan Siber Negara Buka Suara
Geng LockBit ransomware mengaku menyebarkan data yang dibobol dari Bank Syariah Indonesia di dark web, per Selasa 16 Mei 2023. Data disebar sebab BSI menolak membayar uang tebusan senilai USD 20 juta atau setara Rp 295 miliar.
Data BSI Disebar
Akun @darktracer_int menyebut jika data milik BSI telah disebar LokcBit di darkweb. "Periode negosiasi telah berakhir. Geng LockBit akhirnya mempublikasikan data yang dicuri dari BSI di darkweb," cuitnya dilihat pada Selasa 16 Mei 2023.
Dalam cuitannya, turut diunggah tangkapan layar berupa jenis data yang dipublikasikan di dark web. Sebagian besar file data bertanggal 8 Mei, meski ada pula file yang bertanggal 15 Mei 2023.
LockBit juga memberikan sejumlah rekomendasi pada pelanggan BSI terkait bobolnya pengamanan bank syariah tersebut.
Di antaranya merekomendasikan agar nasabah berhenti menggunakan layanan BSI, serta mendorong agar BSI memberikan kompensasi pada nasabah terkait gangguan yang mereka alami.
Bahkan LockBit juga menyebut jika serangan yang dilakukan kepada BSI belum berakhir dan sedang menyiapkan langkah selanjutnya.
BSI Diperas
Dalam unggahan selanjutnya, dark tracer juga mengunggah percakapan pemerasan yang dilakukan LockBit kepada BSI. Terbaca jika LockBit memeras BSI untuk membayar USD20 juta, bila tidak ingin data mereka tersebar di internet.
Namun tampak pihak lawan bicara menawar uang tebusan yang dinilai cukup besar tersebut. "The LockBit juga mempublikasikan percakapan negosiasi dengan BSI. Mereka meminta tebusan USD20 juta (295,619,469,026 IDR Rupiah)," cuit dark tracer.
Respon BSSN
Terkait viralnya klaim LockBit tersebut, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menganjurkan BSI melakukan analisis digital forensik.
“Untuk mengetahuinya (informasi terkait peretasan) langsung lakukan digital forensik, tidak bisa sembarang menilai tanpa bantuan data yang valid,” kata Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia BSSN, Sulistyo, dilansir dari Antara, Selasa, 16 Mei 2023.
Ia mengingatkan, setiap penyelenggara sistem elektronik (PSE) membutuhkan Data Protection Officers (DPO). Yaitu pihak yang bertanggung jawab untuk memastikan keamanan dan mitigasi risiko pelanggaran pelindungan data.
Menurutnya, PSE berpotensi dikenakan sanksi apabila lalai dalam perlindungan data.
“Kita lihat di UU 27 apabila data prosesor atau pengendali data, pengolahan sampai proses keamanan data tidak sesuai dengan standar keamanan, maka lembaga akan dikenakan sanksi, tapi itu kan harus kita lihat lagi,” katanya.
Selanjutnya, ia juga mendorong BSI agar transparan, baik kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun masyarakat dan nasabah.