Faisal Basri Ajak Resapi Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Marah
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai, kedua pasangan capres-cawapres harus menawarkan strategi menggenjot pertumbuhan ekonomi dalam 5 tahun ke depan.
Rakyat sudah bosan dengan debat kusir menjelang Pilpres, yang hanya menghabiskan energi dan memanaskan telinga, dan membuat rakyat bertambah bingung.
"Berhentilah adu argumentasi yang tidak mutu. Mari kita melihat pertumbuhan ekonomi kita dengan jujur tanpa marah-marah," ujar Faisal.
Sebab kalau pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen per tahun seperti saat ini tidak cukup untuk mengantarkan Republik Indonesia menjadi negara maju.
"Dalam kondisi seperti ini, kalau pertumbuhan hanya 5 persen, maka kita akan tua sebelum kaya," ujar Faisal dalam diskusi di Jakarta, Kamis 20 Desember 2018.
Dari sisi performa perekonomian, kata Faisal, ekonomi Indonesia bak piano dengan nada yang kian rendah. Pertumbuhan ekonomi pernah mencapai 8 persen, turun ke 7 persen, 6 persen, dan saat ini hanya 5 persen per tahun.
Di bagian lain, Faisal mengatakan, bahwa ada kemungkinan Indonesia terkena middle income trap. Bahkan ia menyebut persentase kemungkinannya sebesar 82 persen.
Selain itu, pertumbuhan sektor industri manufaktur terus melemah. Padahal Industri manufaktur ujung tombak untuk meningkatkan daya saing ekspor.
"Share ekspor terhadap GDP turun dalam 16 tahun terakhir. Tren ini tidak bisa dihentikan pemerintahan Jokowi," katanya.
Saat ini masyarakat menunggu strategi dari kedua pasangan capres-cawapres untuk membuat ekonomi Indonesia lepas landas 5 tahun ke depan.
Sementara Menko Perekonomian, Darmin Nasution optimistis pertumbuhan ekonomi nasional akan tumbuh di atas 5,3 persen.
Ia mengatakan, melemahnya pertumbuhan ekonomi tidak hanya dialami Indonesia, tapi juga menimpa negara di dunia lainnya. "Pemerintah jangan dianggap gagap menghadapi pertumbuhan ekonomi akibat gonjang-ganjing perekonomian dunia yang belum pulih betul," kata Darmin.(asm)
Advertisement