Fahri Hamzah: Surat Jokowi ke KPU Agar OSO Jadi Caleg DPD Konyol
Polemik surat Mensesneg ke KPU atas perintah presiden agar KPU meloloskan Oesman Sapta Odang sebagai Caleg DPD, terus menggelinding.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai surat Istana Kepresidenan terkait pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon anggota DPD mengherankan.
Presiden Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengirim surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Isinya meminta KPU agar menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta terkait status pencalegan OSO.
Putusan PTUN itu menjadi pegangan OSO agar namanya kembali dicantumkan sebagai calon senator. KPU sebelumnya sudah mencoret nama OSO dari daftar caleg tetap karena rangkap jabatan di parpol.
"Saya enggak mengerti ya hubungan Pak Jokowi dengan Pak OSO, tapi dugaan saya sense of crisis-nya dan sense of urgency-nya itu enggak hidup," kata Fahri kepada wartawan di Senayan, Jakarta, Jumat 5 April 2019.
Fahri mengatakan, yang dilakukan Presiden Jokowi sudah terlalu jauh. Ia menyarankan Presiden Jokowi memiliki penasihat hukum sehingga memahami tindakan yang akan diambil.
Tak hanya itu, Fahri juga menyarankan presiden menawarkan advokat Yusril Ihza Mahendra sebagai penasihat hukum sehingga kejadian konyol itu tidak terjadi.
Menurut Fahri, masih banyak tindakan yang sebenarnya tak perlu dilakukan presiden. Oleh karena itu, ia menyarankan Jokowi selaku presiden menggunakan penasihat hukum yang berkualitas. Supaya kasus pembebasan Ustad Baasyir yang keliru dan batal serta kasus OSO tidak terulang.
"Kalau Pak Jokowi enggak pakai penasihat hukum yang benar, blunder akan terus terjadi. Udahlah, sudah ada Pak Yusril di dalam, pakai dong!" katanya.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga meyakini, surat yang diteken Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, yang dikirim ke KPU pada 22 Maret 2019, bukan langkah blunder Presiden Jokowi.
Ia meyakini hal itu tidak memengaruhi keterpilihan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019.
Dalam surat itu, Pratikno yang mengaku diperintah Presiden Jokowi meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.
Putusan PTUN itu membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.
"Enggak blunder lah, kan itu surat permintaan. Jadi administrasi biasa. Kan banyak surat dari pemerintah untuk meminta supaya apa yang diputuskan pengadilan dilakukan,"
kata Arya di Rumah Cemara 19, Jakarta, Jumat 5 April 2019.
KPU tidak mengabulkan permintaan Jokowi karena berpatokan pada keputusan MK, yang melarang Caleg DPD merangkap jabatan di Partai Politik. Sedang OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum DPP Hanura. (asm)