Fahri Hamzah Pernah Dihargai Pengusaha Kopi Rp 2,5 Juta
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menganggap jika Operasi Tangkap Tangan (OTT) seperti yang dialami politisi Golkar, Bowo Sidik Pangarso patut disayangkan. Karena peristiwa semacam ini dianggap terlalu sering terjadi. Kasus seperti ini tentu mendatangkan frustrasi. Apalagi terjadi menjelang pemilu.
Fahri pun kemudian bercerita bagaimana anggota DPR 'dihargai' terlalu rendah oleh pengusaha, sebagai dampak citra buruk dari segelintir anggota DPR. Pernah, dalam sebuah acara Fahri duduk bersama dengan pengusaha daerah.
"Di suatu daerah kami duduk dengan asosiasi kopi. Ketuanya berpidato terus membagikan uang Rp2,5 juta ke anggota DPR. Saya marah, begitu rendah sekali cita rasa menghargai demokrasi, dengan gampang memberikan uang," tutur Fahri.
Kata Fahri, persoalan korupsi semacam ini harusnya menjadi perhatian yang serius dari para calon presiden. Namun sayang, sampai menjelang akhir kampanye dan debat calon preisden dan calon wakil presiden, belum ada calon presiden yang sungguh-sungguh menyatakan perang total melawan korupsi.
"Meskipun pemberantasan korupsi menjadi salah satu tema pada debat pertama. Tapi kedua pasangan calon presiden dan wakilnya hanya menjawab datar dan normatif," kata Fahri di Jakarta 3 April 2019.
Menurut Wakil Ketua DPR ini, persoalan memberangus korupsi ini harusnya dijelaskan oleh kandidat calon presiden yang sedang bertarung. Karena presiden dianggap paling yang bertanggungjawab soal pemberantasan korupsi.
"Tema ini banyak ketidakjelasan. Maka yang membuat jelas itu kandidat, terutama presiden. Harusnya pemimpin presiden yang akan datang harus punya waktu berapa lama dia ingin memberantas korupsi," katanya.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, menegaskan OTT yang dilakukan KPK, tidak ada hubungannya dengan politik maupun pemilu.
Tujuan KPK adalah untuk memberantas korupsi seperti yang diamanatkan oleh undang-undang. "Jadi yang dibidik KPK adalah perbuatannya, bukan siapa pelakunya," kata Febri.
Dengan pertimbangan itu KPK tidak peduli, pelaku tindak pidana korupsi itu pejabat negara, anggota DPR, politisi maupun aparat penegak hukum, tetap disikat, kata juru bicara KPK. (asm)
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah Fahri menganggap kasus Operasi Tangkap Tangan seperti yang dialami politisi Golkar, Bowo Sidik Pangarso merupakan hal-hal yang sudah biasa terjadi. Kasus ini tentu mendatangkan frustrasi. Apalagi terjadi menjelang pemilu.
Fahri pun menceritakan bagaimana rendahnya “harga” anggota dewan bagi pengusaha di daerah. Kala itu Fahri pernah duduk bersama dalam sebuah acara dan anggota dewan hanya “dihargai” Rp2,5 juta.
"Di suatu daerah kami duduk dengan asosiasi kopi. Ketuanya berpidato terus membagikan uang Rp2,5 juta ke anggota DPR. Saya marah, begitu rendah sekali cita rasa menghargai demokrasi, dengan gampang memberikan uang," tutur Fahri.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, menegaskan OTT yang dilakukan KPK, tidak ada hubungannya dengan politik maupun pemilu.
Tujuan KPK adalah untuk memberantas korupsi seperti yang diamanatkan oleh undang-undang. "Jadi yang dibidik KPK adalah perbuatannya, bukan siapa pelakunya," kata Febri.
Dengan pertimbangan itu KPK tidak peduli, pelaku tindak pidana korupsi itu pejabat negara, anggota DPR, politisi maupun aparat penegak hukum, tetap disikat, kata juru bicara KPK. (asm)
Advertisement