Fadli Zon Sampai Arie Untung Serukan Boikot Produk Prancis
Setelah negara-negara Arab memboikot produk-produk Prancis menyusul pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyerukan masyarakat Indonesia untuk memboikot produk-produk Prancis.
Politisi Partai Gerindra ini menyatakan, Macron telah melukai umat Islam di seluruh dunia. Baginya, Macron adalah contoh pemimpin negara yang Islamofobia, diskriminatif dan rasis. “Mari boikot produk2 Prancis,” tulis Fadli di Twitter.
Tak hanya Fadli, ekonom Indonesia Faishal Basri juga mengkritik orang nomor satu di Prancis tersebut. Begitu juga mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Majelis Ulama Indonesia atau MUI.
“Saya mengutuk Presiden Prancis. Mendesak pemerintah Indonesia segera bersikap yang sama dan meminta maaf kepada ummat Islam,” cuit Faisal dalam akun Twitternya pada 26 Oktober lalu. Hingga berita ini ditulis, cuitan Faisal ini mendapat like dari 3 ribu netizen.
Terbaru, artis sekaligus komedian Indonesia, Arie Untung juga mengecam pernyataan Presiden Prancis tersebut. Bahkan Arie Untung membuang tas-tas branded asal Prancis ke lantai. Dia juga berjanji tidak akan menggunakan produk-produk Prancis.
Meski tak menyamaratakan semua orang Prancis layaknya Macron, ia menilai penghinaan Macron terhadap Nabi Muhammad SAW tak sebanding dengan Nabi yang sangat ia cintai.
Seperti diketahui, Macron sempat berujar bahwa 'Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia'. Karenanya pemerintahnya akan mengajukan rancangan Undang-Undang pada bulan Desember untuk memperkuat Undang-Undang tahun 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis.
Selain itu, setelah seorang guru di Prancis dipenggal oleh seorang remaja etnis Chechnya karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas seraya berbicara soal kebebasan, Macron kembali berkomentar. Menurutnya, sang guru 'dibunuh karena kaum Islamis menginginkan masa depan kita'.
Majalah satir Prancis, Charlie Hebdo telah menerbitkan ulang kartun Nabi Muhammad. Penerbitan ulang itu bersamaan dengan dimulainya persidangan pihak yang diduga terlibat dalam serangan mematikan terhadap majalah tersebut pada 2015, di mana sebanyak 12 orang tewas. Ironisnya, Macron telah menyatakan dukungannya kepada penerbitan tersebut.