Exco PSSI sebut Suporter Kental Fanatisme
Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Ahmad Riyadh menyebut, menonton pertandingan sepak bala seharusnya aman. Namun, tak bisa diterapkan di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Riyadh saat dimintai keterangan sebagai saksi dari dua terdakwa tragedi Kanjuruhan, yakni Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno.
Awalnya, Riyadh sempat ditanya terkait regulasi keamanan selama pertandingan sepak bola. Menurutnya, Panpel bisa membatalkannya, apabila ada indikasi ancaman.
“Security Officer yang bisa menentukan keamanan, itu (pertandingan) aman atau tidak, perlu tambahan atau tidak,” kata Riyadh, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat, 20 Januari 2023.
Selain itu, kata Riyadh, seharusnya anggota kepolisian tidak perlu masuk ke dalam stadion ketika laga berjalan. Aturan tersebut saat ini tengah coba diterapkan pada putaran kedua Liga 1.
“Seharusnya tidak ada polisi di dalam stadion, tapi karena tidak ada pengamanan swasta (jadi sulit). Sekarang polisi hanya di luar stadion, emergency baru boleh masuk,” jelasnya.
Riyadh pun membahas terkait kemanan pertandingan bagi para suporter di Indonesia. Seharusnya, penonton bisa menikmatinya bersama keluarga dengan nyaman.
“Idealnya nonton sepak bola di luar negeri seperi nonton konser, dengan mengajak anaknya,” ucapnya.
Akan tetapi, lanjut Riyadh, kenyamanan menonton sepak bola tidak dapat tercapai lantaran adanya rivalitas. “Kita fanatisme kental, pendidikan kurang. Padahal suporter ini bagian klub, klub bagian PSSI, makanya kami merangkul semuanya,” ujarnya.
Selain itu, Ketua Asprov PSSI Jatim tersebut mengungkapkan, tidak ada satu pun klub yang memiliki stadion sendiri. Dia menyebut jika hal ini merupakan salah satu kelemahan sepak bola Indonesia.
“Tidak ada klub di Indonesia yang punya stadion, biasanya punya pemerintah, ini kelemahan kita (Indonesia),” tutupnya.