Eva Bachtiar Srikandi Peduli Sampah Makanan
Dunia memperingati hari perempuan internasional pada 8 Maret 2020. Di Surabaya, ada seorang perempuan yang berjuang keras mengurangi foodwaste atau sampah makanan. Dia adalah Eva Bachtiar, CEO Garda Pangan.
Ngopibareng.id berkesempatan berkunjung ke kantor Garda Pangan. Tampak depan kantor itu terpampang banner bertuliskan 'Garda Pangan' berwarna hijau sedikit memudar.
Jika dilihat dari luar, kantor itu seperti rumah pada umumnya. Beralamat di Wisma Mukti, Jl. Klampis Anom III F/22, Surabaya. Eva Bachtiar menyambut ramah Ngopibareng.id.
Dalam penjelasannya, Eva Bachtiar menyebut Garda Pangan adalah gerakan food bank. Maksudnya adalah mendistribusikan makanan berlebih dan disalurkan ke masyarakat prasejahtera.
Targetnya panti jompo, panti asuhan, Kampung Pra Sejahtera, Liponsos, shelter anak jalanan hingga rumah singgah pasien.
Garda Pangan dibentuk oleh tiga orang. Yakni, Dedhy Trunoyudho, Indah Audivtia dan Eva Bachtiar. Inisiasi gerakan ini bermula ketika Dedhy yang merupakan pengusaha katering pernikahan, resah karena harus membuang sampah makanan sisa acara.
Indah, istri Dedhy, punya ide untuk mendonasikan makanan berlebih. Pasangan suami istri ini pun bergabung bersama Eva Bachtiar di Garda Pangan.
Ide food bank sendiri bukan hal yang baru. Di luar negeri sudah ada banyak, namun di Indonesia yang menangani hal ini masih sedikit.
“Ide food bank kami adaptasi dari konsep di luar negeri, seperti di Amerika. Restoran atau retail biasanya menaruh makanan di food bank dan nanti disalurkan ke orang lain,” jelas Eva Bachtiar.
Di sisi lain, mereka bertiga memiliki fokus pada sampah makanan karena satu alasan. Yakni, Indonesia penyumbang sampah makanan terbesar kedua di dunia. Sedangkan, penanganan sampah makanannya masih minim.
“Yang menjadi concern kami akan foodwaste karena di Indonesia ini darurat. Dia penyumbang sampah makanan kedua di dunia. Yang menangani minim, kalaupun ada yang diurus sampah plastik,” sambung Eva Bachtiar.
Sampah makanan yang dibuang satu orang per harinya sekitar 300 kilogram makanan. Kebalikannya, kata Eva Bachtiar, Garda Pangan saat ini sudah membagikan 16 ton lebih ke penerima yang berhak. Data ini diperoleh dari statistik Garda Pangan.
"Tercatat ada 110 titik penerima makanan. Dalam pembagiannya dilakukan secara bergiliran, adil dan merata. Seharinya bisa membagikan 100 porsi dan paling banyak 6000 porsi," terang Eva Bachtiar.
“Kami bagikan secara bergilir sampai semuanya kebagian. Biar adil, rata dan tidak ada konflik pun kecemburuan sosial. Kami juga dibantu pak RT dalam membagikannya,” tambah dia.
Tantangan dan Hambatan
Perjuangan awal Eva Bachtiar dkk dimulai dari ketidakpercayaan partner dalam menyumbang makan berlebih. Terlebih, kala itu personel Garda Pangan cuma tiga orang.
“Awalnya banyak partner yang takut dan nggak percaya. Takut dijual, takut beresiko jika ada yang menuntut. Kami pun terbatas orangnya,” ungkap Eva Bachtiar.
Namun, lambat laun aksi sosial itu membuahkan hasil. Banyak partner yang percaya dan ingin bergabung dengan berdonasi. Terlebih, sekarang jumlah personel Garda Pangan pun bertambah.
“Awal tahun 2017 itu belum ada apa-apa. Seiring berjalannya waktu akhirnya berkembang. Kami ada website dan ratusan relawan pendaftar,” ujar Eva Bachtiar.
Jika dulu hambatannya pada keterbatasan orang dan ketidakpercayaan mitra, beda lagi tantangannya saat ini. Garda Pangan sudah berkembang pesat, CEO asli Sangata Kalimantan Timur itu kewalahan dalam pengelolaan relawan dan kendaraan operasional.
Ditambah, Garda Pangan sudah memiliki banyak mitra dalam membagikan makanan. Seperti hotel, restoran, bakery, penjual buah, dan event organizer.
“Sekarang relawannya ratusan, bingung ngaturnya. Terlebih, kami juga butuh mobil operasional ada pendinginnya untuk menjaga makanan,” bebernya.
Meskipun demikian, Eva Bachtiar berharap Grada Pangan bisa dirangkul Pemerintah Kota Surabaya agar bisa mengatasi food waste.
“Kalau Pemkot ngeluarin Perda kayak Prancis bakal keren. Perdanya berisi denda untuk yang tidak mendonasikan makanan berlebih. Kalau gitu kan bisa berdampak besar, orang juga terbantu,” harap Eva Bachtiar.
Kegigihan dalam Menjalani Hidup
Setelah ditelusuri lebih lanjut, Eva Bachtiar punya latar belakang yang menarik dan unik. Wanita 29 tahun ini sering mengeksplor dirinya dan berinovasi. Menurutnya, dalam hidup, jika tidak ada tantangan itu tidak menarik dan hidup tidak berarti.
Perempuan lulusan tehnik industri ITB itu pernah bekerja beberapa tahun di perusahaan tambang. Namun, dia sadar diri jika pekerjaan tersebut tidak punya konstribusi pada lingkungan. Dia pun pilih berhenti bekerja.
“Saya mikirnya ditambang dapat banyak duit. Emang (banyak duit), tapi saya nggak bisa berkonstribusi. Masak hidup gini-gini aja, malah ngerusak lingkungan juga,” kenangnya.
Eva Bachtiar kemudian ikut seleksi Indonesia Mengajar (IM) dan lolos seleksi. Dari sini lah wawasan Eva Bachtiar terbuka. Perempuan yang jago bahasa Inggris ini lebih tertantang untuk membuat gerakan baru sesuai minatnya.
“Saat mengikuti IM membuka insight saya dan saya bisa berinteraksi dengan orang grassroot. Saya mikirnya kalau sendiri aja bisa buat perubahan, berarti bisa buat gerakan baru sesuai ketertarikan saya,” tuturnya.
Tak berhenti sampai di situ, perempuan yang hobi membaca sejak SD itu juga mengikuti kegiatan pertukaran pelajar ke luar negeri dan fellowship. Seperti PPAN (Pertukaran Pemuda Antar Negara) dan Belajar Kebencanaan Japan Foundation (JP). Dari pengalamannya tersebut, Eva Bachtiar mendirikan Edukasi Bencana sejak 2016 hingga sekarang.
“Saya dulu ikut PPAN ke China dan fellowship Belajar Kebencanaan JP. Saya mengunjungi Aceh, Filipina, Thailand, dan Jepang. Akhirnya saya seusai kegiatan bisa dirikan Edukasi Bencana yang aktif sampai sekarang,” beber dia.
Perempuan yang juga CEO Alang-Alang Zero Waste Shop itu memiliki tiga prinsip yang dipegang teguh. Yakni kebutuhan hidup, rasa nyaman dalam berkonstribusi dan tantangan intelektual.
“Saya ingin dapat financial yang cukup sekaligus tetap bisa berkonstribusi. Selain itu, menantang intelektual dengan terus berkembang dan maju juga penting,” tutupnya
Garda Pangan sendiri sudah mendapatkan tiga penghargaan berskala nasional yakni Top 3 Next Development, Juara 1 Go Stratup Indonesia, dan Pahlawan Suroboyo Award.
Advertisement