Es Tape Legendaris di Malang Ini Pertahankan Cita Rasa Sejak 1970
Bagi Juma'ali, berjualan es tape dengan bakul yang dipikul merupakan tradisi turun temurun warisan sang ayah, Muhammad Kapi. Maka itu, ia tak ingin meninggalkan cara jualan tradisional meski sudah banyak pedagang lain yang meninggalkannya.
Juma'ali mengatakan, kendati banyak pelanggan yang akrab dengan es tape yang ia jual, Juma'ali tak pernah terpikir untuk membuka lapak ataupun mendirikan kedai. "Saya dari dulu memilih mempertahankan yang ada, apa yang bapak saya jual dulu. Sampai tempatnya pun juga sama," katanya saat ditemui pada Sabtu 16 November 2019.
Meskipun tidak ada resep spesial, Juma'ali mengaku mempertahankan resep turun-temurun dari sang ayah sudah cukup untuk membuat pelanggan tak berpaling. Resep itu pula yang diyakini sebagai kunci dagangannya tetap eksis hingga sekarang.
"Saya mempertahankan itu, terus rasanya juga sama. Saya gak menambahkan apapun. Tetap yang diturunkan dari bapak saya, yakni tape biasa yang didiamkan selama seminggu, terus dikasih kuah gula, gitu aja," tuturnya.
Dengan resep keluarga tersebut, es tape itu diolah langsung oleh Juma'ali. Ia tak pernah mau mempekerjakan satu karyawan pun untuk membantu proses pembuatannya. Juma'ali hanya sesekali dibantu sang ayah, Muhammad Kapi yang juga tinggal di rumah yang sama, di Jalan Candi Panggung, Kota Malang.
"Karena kalau sudah ada tangan orang lain itu rasanya beda, meskipun resepnya sama. Soalnya ini kan diajari langsung, dan saya lihat langsung bagaimana bapak saya membuat tape. Jadi semuanya saya kerjakan sendiri," tutur bapak dua anak ini.
Dengan mempertahankan konsep dan cita rasa itu, kata Ali, sapaan akrabnya, omset penjualan es tapenya meningkat dari tahun ke tahun. "Mulai saya jualan kan 2006, sampai sekarang jumlahnya tak menyusut. Tetap sekitar 400 sampai 500 mangkuk setiap hari. Bahkan ini bertambah, dulu pas awal itu 300-an mangkuk. Alhamdulilah pelanggan saya tetap bertahan di angka segitu," tuturnya.
Juma'ali mengaku, pembeli yang datang mayoritas pelanggan lama. Bahkan tak sedikit dari mereka adalah pelanggan saat ayahnya masih berjualan.
"Iya mereka yang ke sini kebanyakan generasi tua, atau pelanggan lama. Mereka ini kalau datang ke sini seperti bernostalgia. Apalagi rasanya tidak berubah. Kalau ada yang berubah mungkin hanya harga, dari yang dulu Rp5 di tahun 1970-an, sekarang naik jadi Rp2 ribu," jelasnya.
Meski jumlah pelanggan bertambah, Juma'ali tak punya rencana untuk mengembangkan usahanya dengan membuka cabang. "Gak sih tetap gini saja. Meskipun ramai ya gak apa-apa. Kadang hidup perlu disyukuri dan dengan mempertahankan rasa es dan konsep berjualan, mungkin itu caranya," ujarnya.
Sebagai informasi, untuk menikmati semangkuk es tape ini, pembeli cukup merogoh kocek Rp2 ribu. Harga yang cukup murah untuk sebuah kuliner di zaman yang serbamahal seperti sekarang.
Sehari-hari Juma'ali menjajakan dagangannya di Jalan Peltu Sujono, kawasan Pasar Comboran, Kota Malang, mulai pukul 09.00 pagi sampai 14.30 sore.
Advertisement