Erupsi Semeru, 12 Orang Mengungsi Hingga ke Probolinggo
Gupat, kakek berusia 75 tahun bersama 11 anggota keluarganya, semuanya warga Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang sampai dua kali mengungsi akibat erupsi Gunung Semeru di Lumajang. Kini, mereka ditampung di rumah Sugianto, 50 tahun, warga Jalan KH Hasan Genggong (Jalan Lumajang), Dusun Montokan, Desa Malasan Kulon, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo.
“Awalnya keluarga besar kami tinggal di Dusun Kampung Renteng, Desa Sumberwuluh. Rumah kami rusak akibat erupsi Gunung Semeru,” kata Mbah Gupat, panggilan akrabnya ditemui di rumah Sugianto, Rabu, 8 Desember 2021.
Di hari yang sama pasca erupsi, Sabtu malam, 4 Desember 2021 itu juga, Mbah Gupat beserta “kesebelasan” (anggota keluarga)-nya langsung mengungsi ke rumah Semi, 40 tahun, kerabatnya di Dusun Kamarkajang, Desa Sumberwuluh.
Tetapi Dusun Kamarkajang tenyata tidak bisa bebas sama sekali dari bencana. Lahar dingin dari lereng Gunung Semeru kemudian menerjang rumah Semi.
Akhirnya, Mbah Gupat dan 11 anggota keluarganya kembali mengungsi. Kali ini mereka ditawari untuk mengungsi di rumah Sugianto, warga Kabupaten Probolinggo.
Tawaran Sugianto, sopir truk pengangkut pasir Semeru itu disambut dengan baik. Apalagi selama ini dianggap seperti saudara sendiri karena truknya bisa membawa pasir dari lereng atas Semeru.
Mbah Gupat pun memboyong 11 anggota keluarganya pindah ke rumah Sugianto sejak Minggu sore, 5 Desember 2021.
“Saya sangat dekat dengan Mbah Gupat dan keluarga besarnya. Saya tawari ngungsi ke rumah saya, ternyata bersedia. Sampai kondisi Semeru aman, silakan rumah saya ditempati,” kata Sugianto.
Meski kini telah mendapatkan tempat pengungsian yang aman karena jauh dari Semeru (sekitar 75 Km), Mbah Gupat masih menyisakan kesedihan. Soalnya, tiga anggota keluarganya ditemukan tewas terdampak erupsi Semeru, sedangkan empat lainnya belum diketahui keberadaanya alias hilang.
“Mudah-mudahan empat yang belum diketahui keberadaannya ini semuanya selamat. Kalau yang tiga lainnya sudah meninggal dunia,” ujar Mbah Gupat.
Meski Sugianto dan keluarganya harus tinggal berjubel bersama 12 tamunya dari Lumajang, ia mengaku, senang bisa menolong sahabatnya. “Warga sekitar rumah juga ikut peduli, sejak kemarin malam, bantuan sembako dari tetangga juga berdatangan,” katanya.
Sementara Kaharudin, anggota keluarga Mbah Gupat menceritakan, awan panas dari Gunung Semeru tiba-tiba muncul, Sabtu sore, 4 Desember 2021 lalu. “Tahu-tahu terdengar warga berteriak-teriak bahwa Semeru meletus, kami berhamburan lari,” ujarnya.
Ia mengaku, pasrah jika kelak pemerintah merelokasi mereka dari kampung di zona merah karena berdekatan dengan jalur lahar, Besuk Kobokan. “Demi keselamatan, kami siap jika kelak direlokasi ke tempat yang jauh dari Besuk Kobokan,” katanya.