Erros Djarot Minta Wilmar Group Kembalikan Tanah Adat di Sumbar
Erros Djarot, budayawan dari Jakarta, mendapat sambutan meriah ketika tiba di Tanah Minang. Dia dielu-elukan, disambut dengan upacara adat tari gelombang dan disuguhi siriah carono, serta dianugerahi Gelar Sangsako ketika mengunjungi Kecamatan Luhak Nan Duo, di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, kemarin. Erros ke Tanah Minang untuk mengunjungi Kelompok Tani Harapan Simpang Tigo, bersama Supardi Kendi Budiarjo, Ketua FKMTI (Forum Korban Mafia Tanah Indonesia).
Tokoh lain, apalagi dari parpol, kami tolak datang ke kampung kami. “Tetapi khusus untuk Mas Erros Djarot kami sambut kedatangannya, kami beri gelar Datuk Malah, karena Mas Erros kami anggap keluarga sendiri,” kata Syahrul Ramadhan, ninik mamak di Pasaman Barat.
Kunjungan Erros ke Pasaman Barat, salah satu tujuannya memang untuk mendukung tuntutan rakyat yang berjuang membebaskan tanah adatnya yang sudah lebih dari 20 tahun ini dikuasasi PT Primatama Mulia Jaya yang bernaung di Group Wilmar. “Tanah ulayat adat yang dirampas itu berada di Luhak Saparampek Simpang Tigo Koto Baru, Kecamatan Luhak Nan Dua, Kabupaten Pasaman Barat,” jelas Syahrul Ramadhan.
Menurut Ketua FKMTI, SK Budiarjo, sebenarnya kasus yang menyangkut tanah ulayat di Kabupaten Pasaman Barat ini sudah terjadi lama, sejak jaman Orde Baru sekitar tahun 1996, oleh Wilmar Group. Sebenarnya masyarakat sudah mempersoalkan pengambilan tanah ini sejak lama, tapi nampaknya aparat pemerintah tidak segera menyelesaikannya. Tidak menanganinya. Apa yang dikatakan Presiden Jokowi untuk segera mengusir mafia tanah beserta para backingnya dari Bumi Indonesia, merupakan momentum yang bagus untuk menyelesaikan masalah tanah adat di Pasaman Barat ini.
"Para ninik mamak di Pasaman Barat tidak pernah melepaskan hak tanahnya kepada Wilmar Group. Kalau kita mengacu pada Undang-undang Pokok Agraria nomer 5 tahun 1960 pasal 20, tanah ulayat atau tanah adat iu turun temurun. Dan faktanya, para ninik mamak di Pasaman Barat itu tidak pernah melepaskan haknya kepada siapapun. Yang terjadi justru sebaliknya, terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat. Antara lain, ketua ulayat setempat pernah dihukum penjara 1 tahun 6 bulan. Tekanan-tekanan seperti itulah yang dilakukan terhadap masyarakat adat, sampai akhirnya Wilmar Group mengambil secara paksa dengan merusak hutan ulayat dan membuat lenkkering serta menghilangkan tanda-tanda batas alam dan bahkan menghilangkan patok," kata Budiarjo.
Erros Djarot dalam sambutannya di hadapan sekitar 500 warga sekitar mengajak masyarakat untuk bersatu, jangan terpecah belah. “Dan yang penting kita harus bersopan santun. Sekali kita datang untuk bermusyawarah. Kedua, kita datang lagi duduk bersama, berbicara dengan baik mencari jalan penyelesainnya. Ketiga, kita bertemu lagi dengan beradab, mengajak mereka untuk menyelesaikan masalah. Kalau sudah tiga kali kita datang dengan sopan santun tetap saja tidak selesai, maka keempat kalinya kita datang untuk jihad fi sabilillah,” kata Erros Djarot disambut teriakan takbir dan tepuk tangan hadirin. Sebelumnya, Erros bersama masyarakat juga meninjau lokasi tanah ulayat yang kini dikuasai PT Primatama Mulia Jaya.
“Hanya dengan begitu, mereka akan gentar. Tetapi kita harus tetap bersatu. Jangan mau dipecah belah, karena biasanya mereka akan memecah kekuatan warga dengan berbagai cara. Misalnya, misalnya saja ada yang diiming-imingi uang. Saya harap kepada semua, jangan ada yang ambil kalau diiming-imingi uang oleh mereka. Semua harus bersatu untuk meminta semua tanah yang telah dirampas, bukan minta yang lain,” kata Erros Djarot.
“Saya datang dari Jawa karena tahu benar bahwa Indonesia ini tidak akan merdeka kalau tidak ada orang Minang. Kalau tidak ada Bung Hatta, kalau tidak ada Tan Malaka, kalau tidak ada Sjahrir, kalau tidak Agus Salim, kalau tidak ada Buya Hamka dan masih banyak lagi para pejuang republik, Indonesia tidak akan merdeka. Lha sekarang masak cucu-cucu para pejuang itu dibuat seperti ini. Saya tidak terima. Kalian ini cucu-cucu para pejuang. Indonesia tidak akan ada, kalau tidak ada putra-putra terbaik dari Tanah Minang. Sukarno besar karena ada Moh Hatta, Sukarno besar karena ada Tan Malaka, dan Sukarno besar karena ada Haji Agus Salim.”
“Apa yang saya katakan ini bukan memprovokasi, tetapi saya mengatakan kebenaran. Di atas kebenaran itu, saya katakan kepada semua warga di sini, sekaranglah saatnya kalian bangkit untuk merebut kembali hak-hak kalian. Karena itu kepada pemilik Wilmar Group, saya minta dengan sangat untuk mendengarkan suara rakyat di sini, kembalikan hak-hak rakyat sebagai pemilik sah tanah di sini. Anda bukan....” kata Erros Djarot. (nis)
Advertisement