Erros Djarot: Surabaya Tadinya Kota Berbudaya, Kini Jadi Kota Berbuaya
Rencana pembangunan gedung baru DPRD Surabaya di kawasan cagar budaya Balai Pemuda juga makin banyak mendapat kecaman, termasuk budayawan dan sutradara Erros Djarot.
Erros yang beberapa kali datang ke even kesenian di Balai Pemuda berharap rencana itu dibatalkan demi budaya bangsa.
"Rumah kesenian itu diperlukan oleh kota surabaya. Jika ini nantinya akan dijadikan perkantoran apalagi kantor DPRD, ini artinya kan suatu kemunduruan berfikir," ujar Erros, hari Senin, 11 Desember 2017.
Apalagi, kata Eros, DPRD tak seharusnya membuat gedung baru dulu. Ia meminta, ketimbang mementingkan kantor baru, semestinya para wakil rakyat memperbaiki kinerjanya.
"DPRD sudah cukup lah yang sekarang. Masyarakat kan lebih membutuhkan kinerjanya, bukan gedungnya. Bukan tempatnya, tapi produk kebijakannya yang berpihak kepada rakyat," kata Erros.
Justru dengan adanya ruang berkesenian di Surabaya ini, menurutnya, menunjukan jika kota ini masih berkebudayaan, dan menghargai jasa para pendahulunya. Namun justru sekarang ruang-ruang ini malah terancam oleh kebijakan Pemerintah Kota Surabaya atau Walikota Surabaya serta legislatifnya.
"Karena pembangunan manusia itu, di atas pembangunan fisik. Maka jangan sampai ruang kesenian ini dikotori dengan legacy Walikota Surabaya yang berkepentingan pada pembangunan fisik. Apa dia mau jadi Soehartois?" Tanya Erros Djarot.
Erros dengan tegas mengatakan, segala macam penghargaan dan legacy yang diraih oleh Walikota Tri Rismaharini selama ini, semuanya gugur karena kepentingannya yang sudah dengan gegabah menghancurkan Komplek Balai Pemuda yang bersejarah.
"Kalau dia sudah mendapat segala macam penghargaan, sekarang giliran saya kasih dia penghargaan menjadi walikota terbodoh," ujar Erros.
"Ruang kesenian seharusnya diperlebar, diperluas, diperindah, dan tidak perlu berkejaran melakukan pembangunan fisik di Surabaya. Mau diapakan lagi?" tambahnya.
Namun jika Pemerintah Kota Surabaya tetap melakukan pembangunan di atas area cagar budaya Balai Pemuda, itu berarti pemerintah sudah mengesampingkan sejarah yang ada di Balai Pemuda sejak era perjuangan kemerdekaan dulu.
"Surabaya yang tadinya kota berbudaya, kini jadi kota berbuaya," ujar Erros.
Komplek Balai Pemuda sendiri, Secara historis, dibangun tahun 1907. Pada masa penjajahan Belanda, gedung ini dijadikan tempat berpesta, dan tempat berkumpulnya orang-orang Balanda. Saat itu tempat ini sangat steril dari orang-orang pribumi. Karena itu tak heran bila ada prasasti yang bertuliskan 'Pribumi dan Anjing Dilarang Masuk'.
Kemudian pada September-November 1945 gedung ini berhasil direbut oleh PRI atau Pemuda Republik Indonesia. Selama penguasaan PRI, Balai Pemuda dijadikan markas pergerakan dan perlawanan arek-arek Surabaya kepada Inggris/Sekutu.
Di jaman kemerdekaan, Balai Pemuda difungsikan untuk kegiatan kepemudaan dan kesenian. Tahun 70-80, pernah digunakan sebagai kampus Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera) yang melahirkan tokoh perupa yang ternama. Begitu juga ada Bengkel Muda Surabaya, juga melahirkan seniman musik, teater, dan sastra yang legendaris.
"Balai Pemuda itu punya suatu kesaksian, itu artinya tempat ini bagian dari sejarah. Begitu juga dengan para senimannya, karena di sini adalah pusat kesenian dan tumbuhnya seni ludruk, seni lukis, teater, tari dan segala macam seni di Surabaya" ujar Erros.
"Sekarang komplek bersejarah itu jadi terancam oleh pembangunan DPRD yang tak jelas bagaimana kinerjanya. Saya katakan dengan tegas, keputusan pemerintah itu muspro, terbelakang dan tidak produktif," tandas Erros. (frd)