Eri Cahyadi, Kota Surabaya dan Kesadaran Era Digital
Kota Surabaya dianggap sukses menciptakan ekosistem digital. Walikota Surabaya Eri Cahyadi terus berkomitmen membangun teknologi digital sebagai visi dan misi di Ibukota Provinsi Jawa Timur ini.
Setidaknya itu terlihat dari ruang kerjanya, Eri Cahyadi dimana bisa memantau segala perkembangan kota yang ia pimpin sejak 2021 ini. Mulai dari permohonan perizinan dari masyarakat, pergerakan angka stunting, serapan anggaran, serta seluruh kinerja organisasi perangkat daerah Kota Surabaya bisa dipantau secara real-time. Juga dari balik meja, Eri bisa memantau CCTV yang ada di seluruh unit pelayanan Pemerintah Kota Surabaya.
Secara rutin, Eri kerap memantau kondisi ruang layanan kesehatan, administrasi kependudukan, hingga CCTV di lokasi pembuangan sampah dan beberapa titik di tempat umum. Sistem pemantauan itu tidak hanya bisa ia lihat melalui layar di ruang kerjanya, tetapi juga pada gawai yang dia bawa sehari-hari. Dengan teliti, Eri memperhatikan antrean ruang layanan, kondisi ruangan, bahkan memperhatikan pakaian dinas petugas pelayanan.
Eri mengakui, awal langkahnya menerapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) di Pemkot Surabaya bukanlah hal mudah. Pegawai di sana masih terbiasa dengan berkas-berkas fisik dan sistem kerja serba manual.
Ia memulai implementasi digital di Surabaya dengan memberikan pehamaman kepada jajaran internal Pemkot Surabaya. "Saya sampaikan kepada para pegawai, saya sadarkan, bahwa kita tidak bisa lepas dari kemajuan zaman. Kalau kita tidak bisa menyesuaikan, kita bisa hilang dari sistem ini," ungkap Eri dikutip dari Tim Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Setelah melakukan sosialisasi tentang pemahaman digital, Eri membuka ruang pendidikan dan pelatihan digital bagi pegawainya. Langkah selanjutnya, ia menerbitkan Surat Edaran kepada seluruh OPD agar tidak lagi melakukan kegiatan secara manual, termasuk pada persuratan hingga pelayanan publik.
Layanan administrasi kependudukan dan perizinan adalah salah satu contoh yang terdampak positif dari penerapan teknologi digital. Pada penerbitan KTP misalnya, warga Surabaya memerlukan waktu hanya 1x24 jam.
"Jika 1x24 jam tidak selesai, pemohon diberikan 50 ribu rupiah per jam keterlambatan. Itu sebagai komitmen kami. Alhamdulillah, pagi masuk siang selesai," ungkap Eri.
Eri menerangkan semua permohonan pelayanan bisa dilakukan secara digital melalui aplikasi yang dibangun Pemkot Surabaya. Namun, bukan berarti aplikasi setiap pelayanan terpisah-pisah.
Aplikasi yang dimiliki OPD Kota Surabaya terkoneksi satu sama lain. "Pada tahun 2023 semua layanan publik tidak boleh tidak digital. Terkoneksi satu dengan lain, sampai dengan kontrak kinerja kita," jelas Eri.
Contoh lainnya adalah penanganan stunting. Eri memaparkan tingkat stunting di Surabaya berada pada angka 1,6 persen, terendah se-Indonesia. Layanan pada Kementerian Agama terintegrasi dengan layanan kesehatan untuk mencegah stunting. Data calon pengantin terintegrasi dengan data yang dimiliki Puskesmas.
Berbekal data itu, Pemkot Surabaya melalui petugasnya yang tersebar di seluruh kelurahan memberikan pendidikan tentang pencegahan stunting sejak masa kursus pra-pernikahan. "Dari layar monitor di ruangan saya, saya bisa pantau naik dan turunnya angka stunting secara real-time. Jadi jika ada masalah, saya bisa langsung kontak yang bersangkutan," tegas Eri.
Eri membuktikan penerapan digitalisasi pelayanan masyarakat dan digitalisasi pada sistem birokrasi, menambah efisiensi waktu dan penghematan anggaran. Lebih jauh lagi, transformasi digital mempermudah penyelesaian masalah yang ada di Surabaya, serta memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan.
Komitmen Eri terkait digitalisasi ini ia tuangkan dalam salah satu Misi Wali Kota yaitu “Memantapkan transformasi birokrasi yang bersih, dinamis dan tangkas berbasis digital untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik”. Dikuatkan lagi dengan Peraturan Wali Kota No. 45/2022 tentang tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik di Lingkungan Pemerintahan Daerah.
Semua kerja keras jajaran Pemkot Surabaya berbuah manis. Pada Mei lalu di Istana Negara, Presiden Joko Widodo menyerahkan penghargaan kepada Pemkot Surabaya sebagai peraih nilai SPBE terbaik.
Pemkot Surabaya berhasil meraih indeks 4,49 (dari skala 5) pada Digital Government Award. Pada kategori pemerintah kota, Surabaya berada di peringkat pertama.
Nilai itu merupakan penilaian Kementerian PANRB pada tahun 2023. Pemkot Surabaya sukses meningkatkan nilai SPBE yang pada tahun 2022, meraih angka 3,69.
Namun sebagai Wali Kota, Eri tak berhenti di situ. Ia memiliki pandangan bahwa proses digitalisasi tidak akan berhenti dan terus bergerak serta berkelanjutan.
Seakan tak puas dengan indeks yang sudah dicapai, ia memikirkan beberapa rencana strategi peningkatan indeks SPBE. "Kita menyesuaikan dengan pembaruan digitalisasi yang ada. Memang tidak pernah menjadi sempurna karena ini terus bergerak. Dan yang terpenting adalah masukan masyarakat," ungkap Eri.
Kini, kota yang penuh dengan sejarah perjuangan itu kembali menorehkan sejarah baru. Melalui komitmen pimpinannya dan literasi digital seluruh lapisan masyarakat, kesuksesan Surabaya bisa menjadi contoh bagi daerah lain.
"Saya berpikir ketika semuanya itu dilakukan dengan digital, maka akan mempercepat efisiensi waktu, anggaran, dan akan transparan yang terpenting, sehingga masyarakat percaya," pungkasnya.