Era Digital, Kaum Santri Melupakan Kemajuan Informasi?
Era digital yang berlangsung cukup lama ini, muncul stigma kepada kaum santri atas ketidakmampuannya dalam mengendalikan hal tersebut. Oleh beberapa kalangan yang memandang dengan kaca mata pesimis. Mereka juga menilai, santri hanya berkutat pada bidang agama dan melupakan kemajuan yang saat ini terjadi.
Lalu di mana keberadaan santri ketika dihadapkan pada hal tersebut?
“Santri adalah orang-orang pilihan. Ketika dunia digital menjadi sarana belajar berislam bagi orang-orang awam, mau tidak mau harus dimanfaatkan sebaik mungkin,” kata A. Khoirul Anam, Redaktur senior NU Online, pada ngopibareng.id, Senin (5/2/2018).
Maka, menurut Anam, di situlah sebenarnya letak santri berperan dalam mempengaruhi serta memberi informasi bagi kalangan Muslim yang jarang bersentuhan dengan pengetahuan agama melalui dunia digital.
“Di era digital ini, santri sudah masuk ke dalam lini-lini tersebut, seperti contoh yang baru-baru ini terjadi yakni peristiwa gerhana bulan, di mana kaum santri melakukan perannya pada kesempatan tersebut dengan melakukan visualisasi terhadap tata cara sholat gerhana dan disebarkan lewat dunia digital,” kata Anam, saat mengisi diskusi yang diselenggarakan oleh Islam Nusantara Center di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (3/2).
Seorang santri dalam menghadapi dunia digital telah dituntut untuk melakukan perlawanan berbagai informasi keagamaan yang tidak sesuai dengan dunia santri. Mereka sudah seharusnya melakukan Islamisasi dalam artian yang sebenar-benarnya lewat dunia digital.
“Santri sudah saatnya memperkaya website-website keislaman dan memperbanyak konten-konten keislaman,” jelas pria kelahiran Gresik ini.
Meski sebenarnya kelemahan website berada di penyebaran dan kuat di penyimpanan, namun hal tersebut dapat disiasati dengan men-share melalui media sosial seperi Whatsapp, Facebook, Twitter yang notabene kuat di penyebaran namun lemah di penyimpanan.
Tak hanya di bidang agama saja, satri juga berperan dalam mengisi bidang-bidang keilmuan lain. Sebab ketika di pesantren seorang santri tak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu tertentu, mereka bebas memilih apapun yang diinginkan. Dan hanya orang-orang yang melihat dengan kacamata pesimistik yang menganggap santri hanya berkutat pada bidang agama saja.
“Dalam dunia pesantren tidak ada dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama, semuanya sama,” terang kandidat doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Pesebaran santri saat ini, sambungnya, sudah tidak terbatas lagi. Santri tak lagi diidentikkan antara desa dan kota. Proses migrasi dari desa ke kota yang cukup pesat itu juga mempengaruhi pesebaran kaum santri, sehingga santri saat ini sudah merembes pada lingkungan perkotaan, bahkan sudah beranak-pinak.
“Yang perlu kita perhatikan adalah mobilitas santri secara masif itu tidak melalui dunia politik, tidak melalui birokrasi, tapi melalui pendidikan, mereka masuk pada kultur besar dalam pergulatan keindonesiaan,” tandas Anam. (adi)
Advertisement