Eni Saragih dan Kotjo Selesai, Idrus Masih Jalani Pemeriksaan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka kasus suap Proyek Pembangunan PLTU Riau-1. Para tersangka itu adalah Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, dan Johannes Budisutrisno Kotjo pemegang saham BlackGold Natural Resources Ltd.
Eni Maulani Saragih meninggalkan gedung KPK sekitar pukul 18.42, sementara Johannes Budisutrisno Kotjo menyusul sekitar tiga puluh menit kemudian.
"Kita memang melakukan pertemuan. Tapi kan tidak bisa dijelaskan. Nanti tanya penyidik," ujar Eni di KPK, Rabu, 15 Agustus 2018 malam. Sementara itu, Johannes Budisutrisno Kotjo menolak berkomentar.
Selain memeriksa para tersangka itu, KPK juga memeriksa saksi diantaranya Menteri Sosial Idrus Marham. Pemeriksaan terhadap Menteri Sosial Idrus Marham sebagai saksi kasus suap terkait dengan proyek PLTU Riau-1 hingga berita ditulis masih berlangsung.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan silang dilakukan penyidik terhadap dua tersangka mengkonfirmasi pengetahuan para saksi dengan tersangka terkait dengan pertemuan-pertemuan pembahasan proyek pembangunan PLTU Riau-1
"Kami mendalami informasi-informasi tentang pertemuan-pertemuan yang pernah terjadi antara saksi dan tersangka tersebut. Sedang didalami dan diklarifikasi lebih lanjut mengenai isi pertemuan itu apakah pertemuan itu sifatnya formal atau informal," ujarnya.
Selain itu, KPK masih menggali proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1. "Diduga setidaknya sudah terjadi transaksi sekitar Rp4,8 miliar untuk memuluskan proses itu," lanjut Febri.
Selama pemeriksaan dilakukan, pengetahuan saksi terkait dengan pertemuan-pertemuan sejumlah pihak dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1 terus dikonfirmasi oleh KPK.
Dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen 'fee' 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga. Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. (wit)