Enam WNI Dibebaskan Setelah Disandera di Libya
Enam Anak Buah Kapal (ABK) WNI yang menjadi sandera kelompok milisi di Benghazi, Libya, berhasil dibebaskan dan dipulangkan ke Indonesia, kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta, Senin, 2 April 2018, yang menyerahterimakan keenam WNI kepada keluarga mereka di Kementerian Luar Negeri.
"Dengan ini saya serahkan teman-teman keenam ABK WNI kepada keluarga," kata Retno dalam acara itu.
Para ABK yang bekerja di kapal ikan Salvatore 6 berbendera Malta itu diculik oleh kelompok milisi Libya di perairan Benghazi, sekitar 72 mil dari garis pantai Libya pada 23 September 2017.
Kemlu RI menerima informasi penculikan itu lima hari setelah penculikan terjadi.Sejak itu Kemlu menjalin kontak, termasuk dengan pemilik kapal.
"Proses pembebasannya tidak mudah karena ada masalah politik di Benghazi dan Tripoli," kata Retno.
Karena menjadi wilayah konflik, kompleksitas pembebasan para sandera tidak mudah sama sekali, lanjut Menlu.
Tim pembebasan dari direktorat Perlindungan WNI Kemlu, BIN dan KBRI Tripoli, terlibat dalam pembebasan keenam ABK.
Setelah upaya pendekatan diplomasi, pada 27 Maret dilakukan serah terima dari kelompok bersenjata di pelabuhan ikan di Benghazi.
"Upaya pendekatan yang intensif dilakukan selama enam bulan terakhir dengan menekankan bahwa Indonesia dekat dengan Libya. Bahwa Indonesia tidak berpihak di dalam konflik Libya," kata Direktur Perlindungan WNI Lalu Muhammad Iqbal.
Kemudian Indonesia dan Libya pada 1996 memediasi perdamaian di Filipina Selatan. Upaya diplomasi semacam itulah yang dikedepankan oleh Kemlu.
Dirampas
Keenam ABK itu adalah Rony Wiliam asal Jakarta, Joko Riyadi dari Blitar, dan empat lainnya dari Tegal yaitu Hariyanto, Saifudin, Muhammad Abudi, dan Waskita.
Ketika mereka ditangkap oleh milisi tersebut, seluruh isi kapal dirampas mulai alat navigasi, komunikasi, bahkan lemari es dan barang-barang pribadi mereka.
Baru Desember tahun lalu, pihak KBRI di Tripoli setelah melakukan upaya pendekatan berhasil berkomunikasi dengan para ABK yang disandera untuk memastikan kondisi mereka sehingga pemerintah bisa mengatur skenario pembebasan mereka di Benghazi.
Motif penculikan sedikit bersifat politis karena kapal yang mereka cegat berbendera Malta, yang diketahui Kelompok milisi tersebut diketahui tidak memiliki hubungan yang bagus dengan negara tersebut.
"Kami ucapkan terima kasih sehingga kami bisa dipertemukan kembali dengan keluarga kami," kata salah satu ABK yang disandera, Roni William.
Selama kurang lebih enam bulan disandera di salah satu pelabuhan di Benghazi, Roni dan lima ABK lainnya juga menjadi saksi bagaimana konflik bersenjata terjadi di Libya kala itu.
"Kami melihat pesawat sangat dekat karena letaknya hanya satu atau dua kilometer, kadang peluru ada yang nyasar," kata Roni.
Selain enam ABK WNI, kelompok milisi juga sempat menahan kapten kapal Salvatore 6 berkebangsaan Italia. Namun karena masalah kesehatan, sang kapten kapal dibebaskan lebih awal, kata Roni.
Kemlu RI berupaya untuk memulihkan hak-hak para ABK dengan berkomunikasi dengan perusahaan pemilik kapal di Malta. (ant)