Enam Pesan Alissa Wahid: Perbedaan Jangan Memancing Kebencian
Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Wahid menyampaikan sikap Jaringan Gusdurian terkait Papua. Seperti yang telah diketahui, insiden kekerasan kembali terjadi di Papua. Warga memblokade sejumlah ruas jalan di Manokwari, bahkan kantor DPRD Provinsi Papua Barat terbakar.
Eskalasi kemarahan warga ini ditengarai terpicu oleh peristiwa-peristiwa kekerasan sebelumnya yang terjadi di Malang dan Surabaya Jawa Timur.
Peristiwa-peristiwa ini kemudian memicu kemarahan warga Papua karena telah diperlakukan secara diskriminatif dan tidak adil. Aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota, termasuk yang memanas di sejumlah kota di Papua.
“Membaca perkembangan tersebut, Jaringan Gusdurian perlu menyampaikan pernyataan sikap. Pernyataan ini dilandasai oleh semangat kesetaraan dan kebinekaan Indonesia. Seharusnya perbedaan-perbedaan kita, baik fisik maupun pemikiran tidak lagi memancing kebencian dan reaksi berlebihan," tandas Alissa Wahid.
"Ujaran yang bersifat rasis dan merendahkan orang lain tidak boleh terjadi. Karena itu penyelesaian segala perbedaan harus dilakukan berdasar kesetaraan, keadilan, dan kemanusiaan,” tuturnya, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Selasa 20 Agustus 2019.
Lebih lanjut Aliisa menerangkan, masalah Papua ini mengandung ketidaksetaraan dan perlakuan ketidakadilan serta trauma kekerasan yang mendalam dan perbedaan latar belakang tradisi dan sejarah. Oleh karenanya, persoalan Papua harus diletakkan dalam semangat mengembalikan trauma dan menunjung kesetaraan serta menegakkan keadilan tersebut.
“Jaringan Gusdurian menyadari sepenuhnya bahwa selama ini Papua sebagai tempat yang memiliki kekayaan alam melimpah justru menjadi kawasan yang tertinggal di Indonesia.
"Karena itu keadilan dan perlakuan yang tidak setara masih terjadi di Papua hingga sekarang. Masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama anak bangsa Indonesia yang mempunyai hak yang sama dan setara,” tegasnya.
Ditambahkan Alissa, Gus Dur di masa hidupnya, baik sebagai warga negara biasa maupun pemimpin Islam dan negara telah memberi teladan tentang kepedulian akan situasi yang ada di Papua.
Gus Dur selalu mengedepankan dialog dan pelibatan tokoh-tokoh non-formal seperti kepala Suku dan Pemimpin agama dengan prinsip partisipatif, non-kekerasan, dan adil.
Dikatakan, langkah Gus Dur untuk mengembalikan nama Papua sebagai nama resmi dan kebolehan pengibaran bendera bintang kejora sebagai bendera kebanggaan dan identitas kultural masyarakat Papua bagian dari pendekatan tersebut.
Teladan ini perlu dicontoh sehingga warga Papua tidak lagi diperlakukan secara diskriminatif, didengar aspirasinya, serta dihargai martabat kemanusiaannya.
“Perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi," Kata Aliisa menirukan ucapan Gus Dur.
Dengan landasan seperti itu, Jaringan Gusdurian menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, mengecam keras perlakuan yang tidak adil dan ujaran kebencian serta penghinaan serta tindakan pengepungan, penyerbuan, intimidasi, dan kekerasan terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang.
"Kedua, meminta kepada aparat kepolisian untuk melindungi segenap warga negara Republik Indonesia dari ancaman kekerasan berbasis kesukuan, warna kulit, dan agama," jelasnya.
Kemudian yang ketiga, lanjutnya meminta aparat kepolisian untuk bisa menghentikan segala bentuk tindakan persekusi yang bertentangan dengan hukum dan HAM, serta menegakkan hukum bagi yang melangar termasuk mereka yang melakukan ujaran kebencian.
"Keempat, meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengusut pihak-pihak yang melakukan intimidasi dan provokasi rasial karena bertentangan dengan mandat UU no 40/2008 tentang Penghapusan diskriminasi berdasarkan ras dan etnis," tegasnya.
Kelima, lanjutnya menyerukan kepada aparat pemerintah maupun keamanan untuk tidak menggunakan cara-cara adu domba dalam menyelesaikan permasalahan dengan warga Papua.
"Dan keenam, mengimbau kepada masyarakat Indonesia untuk menahan diri dan tidak terpancing serta ikut aktif menciptakan kedamaian," pungkasnya.