Enam Pengusul Revisi UU KPK, Ini Wajah-Wajah Mereka
DPR RI telah mempersiapkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Konsolidasi dan lobi-lobi yang dilakukan di belakang layar membuat revisi berjalan mulus. Proses menghidupkan lagi revisi UU KPK yang sempat tertunda beberapa kali ini dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Rapat pembahasan RUU KPK yang digelar, tidak pernah terpublikasikan atau diliput media. Bak operasi senyap, tiba-tiba saja, pada Kamis 6 September 2019, DPR menggelar rapat paripurna yang salah satu agendanya adalah mengesahkan RUU KPK menjadi inisiatif DPR.
Seluruh anggota DPR yang hadir pun kompak menyatakan setuju. Tak ada fraksi yang mengajukan keberatan atau interupsi. Tak ada juga perdebatan antara parpol pendukung pemerintah dan parpol oposisi.
Wakil Ketua DPR Utut Adianto selaku pimpinan rapat mengetok palu sidang tanda diresmikannya revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR. Setelah diketok dalam rapat paripurna, Baleg bertekad mengebut pembahasan revisi itu sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan DPR periode 2019-2024 habis pada 30 September. Artinya, revisi hanya akan memakan waktu paling lama tiga pekan.
Sejumlah pengamat menilai, revisi UU KPK ini sengaja digulirkan untuk mempermudah aktivitas korupsi yang diawali dengan melumpuhkan KPK. "Ada segelintir orang-orang yang punya niat untuk merampok uang negara secara gila-gilaan dan kemudian cara yang paling mungkin dengan melumpuhkan KPK," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz.
Karena itu, aktivis anti-korupsi ini berharap Presiden Jokowi bisa menolak upaya pelemahan KPK ini. Nasib KPK ke depan ada di tangan Jokowi. Presiden punya otoritas secara konstitusional untuk setuju atau tidak setuju untuk melanjutkan pembahasan sebuah undang-undang atau revisi undang-undang sehingga menurut saya ini bergulir kepada presiden, kuncinya di presiden.
Sementara itu, Pengusul Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengungkapkan bahwa ada enam anggota Dewan pengusul pembahasan revisi UU KPK.
Keenam orang itu mengusulkan agar Baleg menggelar rapat untuk membahas rencana revisi RUU KPK menjadi usul inisiatif DPR. Rapat pembahasan digelar pada Selasa 3 September 2019, sekitar pukul 19.30 WIB.
Dengan demikian keenam pengusul pembahasan revisi UU KPK di Baleg berasal fraksi pendukung pemerintah.
"Ya anggota DPR kan memiliki hak konstitusional untuk mengusulkan melakukan pembahasan usul inisiatif terhadap satu rancangan UU. Apa yang salah dengan itu? Itu tugas konstitusional saya, kewenangan konstitusional anggota DPR yang dipilih oleh rakyat," kata Masinton, Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P.
1. Arsul Sani
Pengusul Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengungkapkan bahwa ada enam anggota Dewan pengusul pembahasan revisi UU KPK.
Anggota Komisi III Arsul Sani menjelaskan alasan Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) kembali bergulir di masa akhir jabatan anggota DPR 2019-2024. Arsul menyebut revisi UU ini sudah lama dibahas pada tahun 2017.
Pada 2017, pembahasan revisi UU KPK mentok di Badan Legislasi (Baleg). Kata Arsul saat itu ramai banyak hal yang diperdebatkan.
"Jadi begini kan ketika 2017 itu teman-teman pengusul itu menyusun dan sudah sempat diperdebatkan di Baleg itu kan kita juga perdebatkan ramai," kata Arsul.
Arsul menceritakan, saat itu dia menjadi anggota Baleg. Dia menolak pasal yang membatasi umur KPK. Pada perjalanannya, pembahasan penuh kontroversi. Sehingga pemerintah dan DPR sepakat untuk menunda revisi.
"Saat itu kemudian karena menjadi kontroversi maka pemerintah dan DPR sepakat untuk menunda," kata Arsul.
Namun pada pembahasan 2017, ada kesepakatan pada empat pokok masalah. Empat poin yang disepakati saat itu adalah pembentukan dewan pengawas, penyadapan atas seizin pengawas atau pengadilan, menegaskan posisi KPK sebagai lembaga eksekutif, sampai status kepegawaian KPK.
"Nah ini yang dijadikan basis oleh Baleg untuk dibahas pada periode ini," kata Arsul.
2. Masinton Pasaribu
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu mengakui dirinya menjadi salah satu pengusul. Usul tersebut diajukan secara informal kepada pimpinan Baleg.
"Saya dan beberapa teman-teman kembali mengusulkan itu. Nah kemudian menjadi usul inisiatif Baleg. Usulan dari anggota diambil jadi usul inisiatif Baleg.
"Usulan inisiatif Baleg ini kemudian dibawa ke paripurna disetujui untuk dilakukan revisi, tinggal menunggu Surat Presiden," ujar Masinton saat ditemui di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 6 September 2019.
Masinton Pasaribu pernah dicopot posisinya oleh Fraksi PDI Perjuangan di DPR pada 2017. Dari posisi Wakil Ketua Panitia Khusus Angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Posisi Wakil Ketua Pansus lalu ditempati Eddy Kusuma Wijaya.
3. Risa Mariska dari Fraksi PDI-P
Anggota Komisi III DPR RI, Risa Mariska memngkritik KPK yang hanya mampu melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam fungsinya memberantas korupsi di Indonesia.
Menurut aAda beberapa hal yang kita perhatikan. OTT KPK selalu dengan kasus suap. Seharunya bukan bukan hanya pada suap, tapi bagaimana pencegahan yang dilakukan KPK.
Menurut Risa, KPK seharusnya juga fokus dalam fungsi pencegahan. Sebab, pencegahan merupakan langkah yang lebih baik dibanding penindakan. “Pencegahan adalah akar masalah yang mampu mengatasi korupsi,” ujar politikus PDIP itu.
Risa merasa prihatin terhadap bobroknya sistem peradilan di Indonesia. Dia pun menuntut Pengadilan untuk melakukan evaluasi terhedap penegak hukum, otomatis menurunkan citra pengadilan.
4. Taufiqulhadi dari Fraksi Partai Nasdem
Menurut Teuku Taufiqulhadi, soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UU KPK) sejalan dengan pidato Presiden Joko Widodo dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2019.
"Ini adalah menyambut pidato presiden pada 16 Agustus lalu. Dia mengatakan bahwa penting sekali bagi kita untuk memperkuat pemberantasan korupsi," kata Taufiqulhadi.
Taufiqulhadi mengatakan, dalam pidatonya Jokowi menginginkan pemberantasan korupsi tetap berjalan. Namun, pemberantasan itu bukan dilihat dari jumlah koruptor yang ditangkap, melainkan bagaimana agar para pejabat tidak melakukan tindak pidana korupsi. "Yang dimaksudkan, kita berhasil dalam pemberantasan korupsi itu adalah tidak ada orang yang melakukan korupsi lagi," ujar dia.
Selain itu, Taufiqulhadi mengatakan, revisi UU KPK berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa KPK bagian dari eksekutif. "Yang dulu KPK ini selalu menganggap dirinya sebagai di dalam jajaran peradilan. Jadi sekarang telah ditetapkan berbeda oleh MK," ucap dia.
5. Achmad Baidowi dari Fraksi PPP
"Ya kami setuju. KPK tidak boleh dilemahkan. Tapi, KPK tetap harus diawasi dan dievaluasi secara berkala jangan sampai melenceng dari tujuan awal pembentukannya," kata Wasekjen PPP Achmad Baidowi.
Baidowi berharap modal besar yang dimiliki KPK selama ini, baik kepercayaan dari masyarakat dan kewenangan yang besar, tidak dikhianati. Baidowi mendesak KPK dapat menjalankan tugasnya sesuai mekanisme dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
"KPK dalam menjalankan fungsinya harus sesuai dengan ketentuan dan tidak boleh ada yang dilanggar," tegas dia.
6. Ibnu Multazam dari Fraksi PKB
Ia anggota DPR RI dari PKB, Derah Pemilihan Jawa Timir VII. Tak hanya data dari sosok yang satu ini. Namun, jelas ia menyuarakan fraksinya, FKB, yang mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Catatan ngopibareng.id, adanya revisi UU KPK kali ini, merupakan bentuk pengingkaran dari Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo.
"Saya jamin tidak ada usulan atau rekomendasi untuk perubahan UU KPK…"
Pernyataan ini pernah diucapkan Bambang Soesatyo sesaat setelah dilantik sebagai Ketua DPR pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, 15 Januari 2018.
Ketika itu, Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tengah menyusun kesimpulan dan rekomendasi. Menurut Bambang, rekomendasi yang disusun tersebut merupakan langkah-langkah dalam memajukan KPK.
"Kami tinggal menyusun kesimpulan rekomendasi. Jadi dalam beberapa pertemuan nanti kami mendorong pansus untuk segera ambil kesimpulan dan susun rekomendasi sebagai langkah-langkah perbaikan KPK ke depan," ujar Bambang.
Bambang menegaskan, dalam rekomendasi tersebut pansus tidak akan mendorong perubahan atau revisi UU KPK.
Menurut dia, di tengah berbagai agenda politik seperti pilkada serentak dan berlangsungnya tahapan pemilu legislatif dan presiden, revisi UU KPK tidak menjadi prioritas. Bambang juga berharap Pansus Angket KPK tak lagi mengagendakan pemanggilan pimpinan KPK.
"Karena waktu mepet juga, tinggal 18 bulan kita disibukkan dengan pilkada, pileg, dan pilpres. Enggak ada waktu lagi. Prolegnas banyak yang harus diselesaikan, jadi tidak menjadi skala prioritas untuk itu," ucap politisi dari Partai Golkar itu.