Enam Kasus Korupsi di Jember Berhasil Dibongkar
Keseriusan Polres Jember dalam membongkar kasus korupsi perlu diapresiasi. Bahkan Koordinator Government Corruption Watch (GCW) Andi Sungkono menilai Polres Jember layak mendapatkan penghargaan atau reward.
“Sejauh ini Polres Jember telah menunjukkan kinerja yang progresif dalam hal penanganan kasus korupsi di Kabupaten Jember. Sehingga patut mendapat dukungan kuat dari publik,” kata Andi, Senin, 1 Agustus 2022.
Menurut catatan GCW, terdapat 6 kasus yang berhasil dibongkar. Sebagian sudah tuntas sampai pengadilan, dan beberapa lagi masih dalam tahap penyidikan. Diantara kasus-kasus korupsi yang tertangani sebagai berikut:
Korupsi Bantuan KKPE lewat BRI
Berdasarkan data yang dihimpun Ngopibareng.id. Kasus ini terjadi pada tahun 2016. Kasus ini terkait dugaan penyimpangan program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), yang melibatkan dua oknum pegawai BRI Jember.
Polres Jember membongkar kasus itu bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jember. Polisi menemukan kerugian Rp 10,9 miliar.
Polisi menemukan dugaan pencarian dana kredit KKPE Kabupaten Jember oleh perbankan yang ditunjuk dikoordinatori oleh Asosiasi Petani Kacang Indonesia(APKCINDO) Jember, yang melibatkan oknum pegawai BRI. Semestinya pencarian terhadap 500 kreditur dicairkan melalui kelompok tani.
Dalam kasus tersebut, awalnya petani atau korban menerima bantuan kredit sebesar Rp 25 juta per orang pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2014 tiba-tiba harus melunasi tagihan sebesar Rp 408 juta.
Tingginya jumlah tagihan yang harus dibayar oleh korban karena juga harus membayar tagihan penerima kredit fiktif.
Hingga saat ini, Polisi sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut.
Korupsi Dispendukcapil Jember
Kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang mengeluh terkait pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Jember. Warga melaporkan ada praktik pungutan liar dalam pengurusan Administrasi Kependudukan.
Polisi kemudian mendalami laporan tersebut. Setelah melakukan penyelidikan selama tiga bulan, polisi kemudian melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu, 31 Oktober 2018 lalu.
Dalam OTT tersebut, Tim Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polres Jember berhasil, menyita barang bukti berupa uang tunai Rp 10 juta yang disetorkan oleh tersangka berinisial K kepada Kepala Dispendukcapil Jember saat itu, yaitu SW.
Tim gabungan juga menyita barang bukti lain berupa 236 dolar Singapura, telepon genggam, kartu ATM sejumlah bank, berkas KTP, berkas KK, berkas KIA, akta kelahiran, dan sejumlah berkas rekapan pemohon KTP.
Dalam kasus tersebut terungkap bahwa pemohon Administrasi Kependudukan diminta membayar Rp 100 ribu untuk pengurusan KTP, KK dan akta kelahiran. Sedangkan untuk pembuatan Kartu Identitas Anak (KIA) diminta membayar Rp 25 ribu.
Dari pungutan liar itu tersangka mendapatkan uang Rp 1,5 juta hingga Rp 9 juta per hari. Uang itu kemudian dikumpulkan dan disetorkan per minggu kepada tersangka SW.
Sejak bulan Maret sampai Oktober 2018, tersangka meraup uang dari pemohon Rp 30 sampai Rp 35 juta.
Kasus itu berlanjut hingga persidangan. Sampai akhirnya terdakwa SW dan K divonis 1 tahun penjara, denda Rp 50 juta, subsider 1 bulan pidana kurungan, oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. Pembacaan vonis itu dilakukan pada hari Jumat, 24 Mei 2019.
Kendati divonis sama, namun majelis hakim membuktikan pasal yang berbeda. Untuk terdakwa SW dinyatakan terbukti melanggar pasal 11 UU Tipikor. Sedangkan terdakwa K terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1.
OTT Penilik PAUD Dispendik
Kasus korupsi yang melibatkan Penilik PAUD Dispendik Jember terjadi pada tahun 2018.
Dalam kasus ini, Satreskrim Polres Jember melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua oknum penilik Pendidikan Anak Umur Dini (PAUD) Kamis, 6 September 2018. OTT itu dilakukan polisi di sebuah rumah makan di Kecamatan Sukowono, Jember.
Dua oknum PNS yang terjaring OTT itu berinisial AR dan SWD. Mereka disangka mengambil keuntungan dari Bantuan dua PAUD yang menerima bantuan layanan khusus dari APBN.
Kedua lembaga tersebut yakni PAUD Cempaka 100 asal Silo dan PAUD Nurul Islam Sukokerto, Sukowono.
Dalam kasus ini, polisi menyita barang bukti uang Rp 7.250.000, yang terdiri atas Rp 2.500.000 hasil pungli di Lembaga PAUD Cempaka 100 Kecamatan Silo yang dimasukkan ke dalam dua amplop, dan Rp 4.750.000 dari Lembaga PAUD Nurul Islam yang dibagi menjadi 3 Amplop.
Setelah melalui serangkaian proses, kasus itu jatuh vonis pada hari Rabu, 20 Maret 2019. Kedua terdakwa divonis tujuh bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. Vonis tersebut lebih ringan 1 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Korupsi Rehab Pasar Balung Kulon
Penanganan kasus dugaan korupsi rehab Pasar Balung Kulon, Kecamatan Balung cukup dimanis. Polisi menetapkan dua orang sebagai tersangka pada bulan Juli 2021.
Kedua tersangka itu di antaranya DS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Disperindag Jember saat kasus itu diproses dan JN selaku Kontraktor Pelaksana proyek.
Pada bulan Januari 2022, tersangka DS mengajukan sidang gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jember. Gugatan itu didaftarkan tersangka melalui kuasa hukumnya, M Husni Thamrin pada tanggal 25 Januari 2022.
Namun, pada Rabu, 9 Februari 2022, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jember akhirnya menolak gugatan praperadilan yang diajukan tersangka itu.
Polisi kemudian melakukan pelimpahan tahap dua ke Kejaksaan Negeri Jember. JPU mengajukan tuntutan, masing-masing terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan enam bulan dikurangi masa tahanan.
JPU dalam tuntutannya juga menuntut kedua terdakwa membayar denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Meski kedua terdakwa sama-sama dituntut tujuh tahun enam bulan penjara, namun terdapat perbedaan. Khusus terdakwa JN yang menjadi rekanan dalam proyek Pasal Balung Kulon itu juga dituntut membayar ganti rugi Rp 1,8 miliar, , subsider 3 tahun 9 bulan kurungan.
Nominal ganti rugi itu berdasarkan kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa. Diketahui, proyek rehabilitasi Pasar Balung Kulon menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2019 Rp Rp 7.566.935.000. Dalam pelaksanaannya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan kerugian negara Rp 1,8 miliar.
Pada hari Selasa, 12 Juli 2022, kasus itu sampai pada babak akhir. Terdakwa DS divonis lima tahun penjara dikurangi masa tahanan, denda Rp 200 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan terdakwa JN divonis 6 tahun penjara, denda Rp 300 juta, subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, JN juga diminta uang pengganti kerugian negara Rp 1.889.478.198,07.
Korupsi Honor Pemakaman Covid-19
Kasus dugaan korupsi honor pemakaman jenazah covid-19 saat ini masih dalam proses di Polres Jember. Penyidik pernah menyerahkan berkas dengan satu tersangka Penta Satria ke Kejaksaan Negeri Jember.
Namun, berkas itu dikembalikan dan Jaksa meminta Polres Jember memeriksa Moch Djamil, selaku mantan Plt Kepala BPBD Jember saat kasus itu terjadi.
Setelah melakukan pemeriksaan, termasuk pemeriksaan saksi ahli, Moch Djamil akhirnya juga ditetapkan sebagai tersangka.
Polisi menjerat tersangka dengan pasal 12 huruf e Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka terancam minimal 4 tahun penjara maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Polisi sudah mengagendakan pemeriksaan Moch Djamil sebagai tersangka. Namun, tersangka mengajukan penundaan pemeriksaan dengan beberapa alasan.
Polisi kemudian melakukan pemanggilan kedua. Polisi mengagendakan pemeriksaan terhadap Moch Djamil pada hari Rabu, 03 Agustus 2022 mendatang.
Korupsi Tanah Kas dan Dana Desa Pocangan
Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa Pocangan, Kecamatan Sukowono sebagai terlapor ini hingga saat ini masih proses penyidikan. Dugaan korupsi itu terkait beberapa persoalan.
Pertama soal pengelolaan Tanah Kas Desa (TKD). Kemudian juga terkait adanya dugaan keterlambatan sekaligus kekurangan volume pekerjaan, yang anggarannya bersumber dari Dana Desa Tahun anggaran 2020 - 2021.
Polisi baru menaikkan status perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan pada Bulan Mei 2022.
Seperti dijelaskan Kasatreskrim Polres Jember AKP Dika Hadiyan beberapa waktu lalu, polisi sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang saksi. Di antaranya Camat Sukowono, Kasipem Kecamatan Sukowono, Kades Pocangan, Bendahara Desa Pocangan, Kasi Kesra, Dinas DPMD dan BPD.
Polisi juga melakukan pemasangan garis polisi di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, dugaan korupsi penyimpangan pengelolaan TKD di Desa mencapai Rp 30 juta per tahun. Uang itu harusnya untuk tunjangan perangkat, tapi diduga digunakan kades untuk kepentingan pribadi.
Polisi juga menemukan dugaan keterlambatan dan kekurangan volume pekerjaan tandon air tahun anggaran 2020 sebesar Rp 320 juta. Bahkan juga ada dugaan keterlambatan dan kekurangan volume pekerjaan paving di dua titik tahun anggaran 2021 sebesar Rp 198 juta.
Polisi akan mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut sampai tuntas.
Kembali menurut Andi, dari enam kasus tersebut sudah tiga kasus yang menuai putusan dari Pengadilan Tipikor. Sisanya, ada tiga kasus terakhir yang masih penyidikan dengan baru saja dilakukan penetapan tersangka.
GCW menilai kinerja penanganan korupsi oleh Polres Jember bisa dikatakan yang terbaik, jika dibandingkan dengan Polres lain di Jawa Timur. Indikatornya adalah jumlah pengungkapan kasus maupun pihak-pihak yang dijerat.
"Perkara daerah lain rata-rata hanya yang ditangkap polisi adalah kepala desa. Namun, Polres Jember sudah menyentuh aparatur sipil negara (ASN) pejabat di empat instansi pemerintahan,” jelas Andi.
Untuk itu, GCW akan menyampaikan kepada Presiden dan Kapolri terkait pentingnya mengapresiasi kinerja Polres Jember.
"Kami akan memberitahukan kepada Presiden dan Kapolri mengenai pentingnya apresiasi untuk aparat penegak hukum yang konsisten sekaligus berintegritas," pungkas Andi.