Enam Hakim Agung Dilaporkan ke KY, Ada Apa?
Jakarta: Nogo Boedi Soegiarto, Wwarga Jatinegara, Jakarta Timur, diketahui telah mengadukan enam hakim agung dan dua panitera pengganti ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran kode etik. Hal itu menurutknya karena mereka mengadili kembali perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
"Saya tidak mengerti, negara sudah merdeka 72 tahun, tapi ada majelis hakim memutus perkara yang sudah inkracht. Kok bisa ituloh," terang pelapor, Nogo Boedi, Jumat 8 September 2017.
Ia menyebutkan keenam hakim agung yang diadukan itu, yakni Zahrul Rabani, Ibrahim, Yakup Ginting, Is Sudaryono, HM Hary Djatmiko dan Supandi. Sedangkan dua panitera yang dilaporkan, Ni Luh Perginasari Artitah dan Ruth Endang Lestari.
Nogo Boedi Soegiarto merupakan ahli waris dari Almarhum Budi Purnama, pemilik tanah seluas 2.138 meter persegi yang terletak di Jalan Mayjend DI Panjaitan, Jatinegara.
Kasus bermula saat kepemilikan tanah tersebut disengketakan terkait kepemilikan sertifikat antara ahli waris dengan Hindharto Budiman. Singkatnya kubu ahli waris memenangkan sengketa tersebut sebagaimana putusan MA No. 725 PK/Pdt/2008 tertanggal 24 Februari 2009.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga memenangkan ahli waris namun kubu Hindharto tidak puas dan menggugat kembali perkara yang sama ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan putusannya hingga Peninjauan Kembali (PK) ditolak.
"Tanah tersebut milik Almarhum Budi Purnama, ayah saya dan keluarga saya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap," katanya.
Kemudian, Hindharto mengajukan upaya PK kembali dan permohonannya dikabulkan oleh hakim MA.
"Sudah jelas tindakan dalam putusan PK telah disetting atau dirancang sejak awal permohonan PK oleh Hindharto Budiman melalui kuasa hukumnya," katanya.
Karena itu, dirinya melaporkan para hakim agung yang mengabulkan permohanan PK yang dimohonkan oleh Hindharto Budiman ke Komisi Yudisial.
Sementara itu pengamat hukum Iqbal Daud Hutapea menjelaskan jika ada perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap namun disidangkan kembali (nebis in idem) maka Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung harus turun tangan.
"Patut diduga ada dugaan lain dan sekaligus dugaan pelanggaran pedoman perilaku hakim dan kode etik hakim," kata Iqbal. (ant)
Advertisement