Enam Bulan, 222 Pasang Anak di Probolinggo Minta Kawin
Jumlah pasangan anak belum 19 tahun yang ingin kawin di Kabupaten Probolinggo masih tinggi. Selama Januari-Juni 2024, sebanyak 222 pasangan calon pengantin anak mengajukan dispensasi kawin (diska) melalui Pengadilan Agama (PA) Kraksaan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Probolinggo, Hudan Syarifuddin mengakui, angka perkawinan anak di Kabupaten Probolinggo memang tinggi.
"Berdasarkan data Pengadilan Agama, selama kurun Januari - Juni 2024 terdapat sebanyak 222 permintaan dispensasi kawin untuk calon pengantin anak," katanya dalam lokakarya soal perkawinan anak di Ruang Tengger 2, Pemkab Probolinggo, Senin, 19 Agustus 2024.
Lokakarya yang digelar Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Probolinggo itu didukung Australia (AUS-AID). Diharapkan angka perkawinan anak di Kabupaten Probolinggo terus menurun.
Di tingkat Jawa Timur, kata Hudan, Kabupaten Probolinggo menempati ranking tiga jumlah perkawinan anak pada 2023 lalu. Melihat indikasi masih tingginya perkawinan anak hingga Juni lalu, diprediksi predikat ranking tiga di Jatim masih dipegang Kabupaten Probolinggo pada 2024 ini.
Sebenarnya tidak hanya Kabupaten Probolinggo yang juara perkawinan anak. Bahkan
perkawinan anak di Indonesia, kata Hudan, menduduki peringkat dua di antara negara-negara ASEAN dan peringkat delapan di dunia.
Menyikapi masalah perkawinan anak, PDA Kabupaten Probolinggo mengajak multipihak untuk mencegah perkawinan anak.
Ketua PDA Kabupaten Probolinggo Lasminingsih mengatakan, perkawinan anak berdampak buruk. Mulai pertumbuhan anak terganggu (stunting), angka kematian ibu dan anak meningkat, kekerasan dalam rumah tangga, hingga memicu kemiskinan.
“Ini tugas kita bersama, mengingat kompleksnya faktor penyebab perkawinan anak maka perlu upaya pencegahan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, tokoh agama maupun tokoh adat hingga akademisi dan media," tuturnya.
Lokakarya yang digelar PDA menghadirkan narasumber sumber dari Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur.
Lasminingsih menambahkan, kegiatan tersebut terselenggara atas kerja sama PD Aisyiyah, Pemkab Probolinggo dan Australia dalam rangka menindaklanjuti penyusunan RKD pencegahan perkawinan anak.
Hudan memuji langkah Aisyiah yang membantu dan memudahkan kinerja Pemkab Probolinggo untuk melayani masyarakat. Juga berbagi pengetahuan, pengalaman dan strategi dalam pencegahan perkawinan anak.
"Data ini harus diperhatikan agar program pada setiap dinas bisa sesuai,” ujarnya.
Terkait perceraian dari hasil perkawinan anak di Kabupaten Probolinggo, Hudan membeberkan penyebabnya meliputi faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan persepsi tentang gender untuk perkawinan anak.
“Anak perempuan dianggap beban padahal potensi perempuan bisa menempati pekerjaan-pekerjaan formal," tuturnya.
Dikatakan potensi perempuan tidak kalah dengan laki-laki. Terkait kebijakan baik dari Kemenag maupun dari instansi lain sudah ada perubahan yang sangat baik.
"Ke depan akan banyak dilakukan MoU, seperti dengan kementerian agama dan dinas kesehatan,” pungkas Hudan.
Advertisement