Empat Upaya BPJPH Kemenag Askelerasi Layanan Halal
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama terus melakukan berbagai upaya untuk percepatan implementasi program sertifikasi halal. Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham mengatakan, setidaknya ada empat program akselerasi yang dilakukan sepanjang tahun 2021.
Pertama, fasilitasi sertifikasi halal pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Tahun ini sebanyak 3.827 pelaku UMK telah merasakan program fasilitasi sertifikasi halal.
“Alhamdulillah, program afirmasi ke UMK terus dilakukan. Tahun ini, program fasilitasi sertifikasi halal dirasakan 3.827 UMK,” terang Aqil Irham di Jakarta, Jumat 31 Desember 2021.
Menurutnya, fasilitasi sertifikasi halal produk UMK ini diberikan melalui skema pernyataan pelaku usaha (self declare). Berdasarkan Keputusan Kepala BPJPH No. 141 Tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Layanan BLU BPJPH yang berlaku sejak 1 Desember 2021, biaya sertifikasi halal bagi UMK melalui skema self declare sebesar Rp300ribu. Namun, pembebanan biaya itu bisa berasal dari sejumlah sumber, di antaranya: APBN, APBD, pembiayaan alterantif untuk UMK, pembiayaan dari dana kemitraan, bantuan hibah pemerintah dan lembaga lain, dana bergulir, atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
“Selain dari anggaran BPJPH, biaya fasilitasi sertifikasi halal ini juga bersumber dari anggaran Dinas dan Instansi di daerah masing-masing,” papar Aqil Irham.
Selain skema Self Declare, layanan sertifikasi halal untuk UMK juga bisa dilakukan melalui skema reguler (berbayar) dengan total biaya Rp650ribu. Biaya yang dibebankan kepada pelaku UMK ini terdiri atas dua komponen, yaitu: biaya pendaftaran dan penetapan kehalalan produk sebesar Rp300ribu dan biaya pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebesar Rp.350ribu.
Jauh Lebih Murah
Tarif baru ini jauh lebih murah. Sebab, sebelum adanya ketentuan tarif ini, kementerian/lembaga/dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota mengalokasikan anggaran untuk memberikan fasilitasi sertifikasi halal produk UMK berkisar tiga sampai empat juta rupiah.
“Dengan terbitnya Keputusan BPJPH Nomor 141 Tahun 2021, tarif layanan sertifikasi halal turun drastis. Ini bentuk afirmasi nyata dari pemerintah untuk UMK sekaligus sangat meringankan keuangan negara. Sebab, biaya yang dibutuhkan hanya Rp650ribu,” jelas Aqil Irham.
"Pemberlakuan peraturan tarif layanan yang sangat meringankan pelaku usaha khususnya UMK ini tentu sangat relevan dengan upaya penguatan kembali UMK setelah dua tahun terdampak pandemi Covid-19," imbuhnya.
Kedua, siapkan 2.992 pendamping UMK. Selain fasilitasi tarif sertifikasi halal, BPJPH juga menyiapkan ribuan Pendamping Proses Produk Halal (PPH) bagi pelaku UMK. Dalam dua bulan terakhir, BPJPH telah melatih 2.992 tenaga Pendamping PPH.
"Selama November-Desember ini, melalui sejumlah pelatihan kita siapkan 2.992 tenaga Pendamping Proses Produk Halal bagi pelaku UMK," kata Aqil Irham.
"Penyiapan Pendamping PPH ini kita maksudkan untuk mengakselerasi pelaksanaan mandatory sertifikasi halal bagi pelaku UMK melalui skema Pernyataan Pelaku Usaha atau yang sering kita sebut dengan istilah Self Declare," lanjutnya.
Sejumlah 2.992 tenaga pendamping PPH tersebut disiapkan melalui sejumlah pelatihan yang dilaksanakan BPJPH bekerja sama dengan stakeholders. Misalnya, pelatihan yang dilaksanakan BPJPH dengan tujuh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN) untuk 1.368 peserta, dan pelatihan dengan fasilitasi Bank Indonesia (BI) untuk 180 peserta. Selain itu, BPJPH juga bersinergi menggelar pelatihan dengan Organisasi Masyarakat GP Ansor dan Pemuda Muhammadiyah untuk 437 peserta. Kemitraan BPJPH juga dijalin dengan Halal Institute untuk melatih 756 peserta, dengan Universitas Mulawarman untuk 58 peserta, dan dengan Universitas Trunojoyo Madura untuk 133 peserta.
"Pendampingan PPH niscaya dilaksanakan untuk memastikan bahwa proses produk halal yang dilakukan oleh pelaku usaha betul-betul telah memenuhi standar kehalalan yang dipersyaratkan," tandasnya.
Ketiga, bentuk Tim Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Pembentukan tim akreditasi LPH merupakan bagian dari upaya serius BPJPH dalam melakukan akselerasi layanan sertifikasi halal. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Pasal 27 PP tersebut menyatakan bahwa akreditasi LPH dilaksanakan oleh BPJPH. Dalam melakukan akreditasi LPH, BPJPH selain menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria akreditasi LPH, juga membentuk tim akreditasi LPH.
Sesuai namanya, lanjut Aqil, tim ini bertugas melakukan Akreditasi LPH dan bertanggung jawab kepada BPJPH. Mereka melakukan penilaian kesesuaian, kompetensi, dan kelayakan LPH, dengan cakupan kegiatan: verifikasi/validasi, inspeksi produk dan/atau proses produksi halal, inspeksi rumah potong hewan/unggas atau unit potong hewan/unggas, dan/atau inspeksi, audit, dan pengujian laboratorium jika diperlukan terhadap kehalalan produk.
"Tim juga ini bertugas merumuskan kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan, melaksanakan akreditasi LPH sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria akreditasi LPH, dan memberikan masukan dan telaah terkait penyelenggaraan akreditasi LPH kepada BPJPH." lanjut Aqil Irham menerangkan.
"Tim Akreditasi LPH ini terdiri atas unsur akademisi, praktisi, ulama, dan aparatur sipil negara yang mempunyai kompetensi dan keahlian kehalalan produk." imbuhnya.
Keempat, digitalisasi dan perluasan integrasi sistem layanan sertifikasi halal. Menurut Aqil Irham, digitalisasi dan perluasan integrasi sistem layanan sertifikasi halal merupakan keniscayaan. Tanpa keduanya, BPJPH tidak dapat menjalankan layanannya secara optimal.
Fokus BPJPH Terkini
Fokus BPJPH saat ini, kata Aqil, bukan hanya mendorong proses digitalisasi layanan semata. Lebih dari itu, BPJPH juga memperluas integrasi sistem layanan BPJPH dan stakeholder, di antaranya: Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Kementerian/Lembaga terkait lainnya.
"Dengan integrasi sistem tersebut, maka terbangun keterhubungan sistem dan keterpaduan proses bisnis secara lebih cepat dan efisien yang berimplikasi pada terciptanya layanan sertifikasi halal yang baik," kata Aqil Irham.
Saat ini, integrasi antara SIHALAL (Sistem Informasi Halal) BPJPH telah dilakukan dengan sistem yang ada di LPH Surveyor Indonesia, LPH Sucofindo, dan LPH LPPOM MUI. SIHALAL juga telah terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS) milik Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). SIHALAL juga berintegrasi dengan sistem Lembaga Nasional Single Window untuk memudahkan pendataan ekspor-impor produk halal. Terbaru, SIHALAL juga proses terintegrasi dengan sistem milik Bank Syariah Indonesia, Bank Muamalat dan BTN Syariah untuk membangun keterdukungan akses perbankan dalam proses sertifikasi halal.
Aqil menambahkan, pihaknya terus memperluas jaringan kerja. Di dalam negeri, saat ini telah terjalin 139 nota kesepahaman atau MoU kerja sama di bidang JPH dengan Kementerian/Lembaga terkait. Selain itu, sedikitnya ada 24 LPH yang saat ini masih dalam waiting list untuk dilakukan akreditasi. Sedangkan untuk kerja sama internasional, ada dua negara yang telah menjalin kerja sama JPH, serta sejumlah negara dan lembaga halal luar negeri lainnya tengah berproses menjalin kerja sama.
"Jaringan sinergitas JPH dengan stakeholder dan multi-actor yang begitu luas ini masih terus kita perluas dari waktu ke waktu untuk wujudkan Indonesia sebagai produsen halal nomor wahid di dunia," tegas Aqil Irham.
"Karenanya digitalisasi dan integrasi sistem layanan halal ini adalah langkah cerdas yang harus kita tempuh jika kita tidak mau produk halal kita terus tertinggal dari negara lain," tandasnya.
Digitalisasi layanan dan integrasi sistem layanan halal yang terus dikembangkan oleh BPJPH memberikan keuntungan ganda. Bagi pelaku usaha dan masyarakat penerima layanan, digitalisasi tentu lebih memudahkan akses layanan. Sedangkan bagi pemerintah, selain memudahkan, digitalisasi juga mewujudkan layanan yang cepat dan transparan, dan akuntabel. Dengan begitu, kepercayaan publik kepada penyelenggara layanan juga semakin meningkat.
Advertisement