Empat Terpidana Mati di Jatim Belum Dieksekusi, Ini Alasan Kejati
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur mencatat ada empat terpidana hukuman mati. Namun dari keseluruhan ini masih menunggu eksekusi. Menurut Kepala Kejati Jatim M Dhofir, pelaksanaan eksekusi empat terpidana hukuman mati ini nampaknya masih lama untuk dilakukan. Alasannya, jaksa sebagai eksekutor masih harus melalui beberapa tahap untuk melaksanakan putusan hakim tersebut.
"Ada empat pidana mati. Salah satunya Sugiono, pembunuhan keluarga," kata Dhofir saat dikonfirmasi di Surabaya, Sabtu 30 November 2019.
Dari empat terpidana mati tersebut, Dhofir mengatakan, ada satu yang sudah rampung baik upaya Peninjauan Kembali (PK) ataupun grasinya, yakni terpidana kasus pembunuhan satu keluarga pada 1995 oleh Sugiono alias Sugik. Sedangkan lainnya, masih proses pengajuan upaya hukum untuk meringankan pidananya.
Dhofir menyebut, Sugik telah mengajukan Peninjauan Kembali atau PK. Namun, PK tersebut ditolak. Sugik juga sempat mengajukan grasi dan hasilnya ditolak.
"Itu memang sudah PK-nya sudah ditolak, grasinya juga ditolak," tambah Dhofir.
Sementara untuk tiga terpidana lainnya, Dhofir menyebut ketiganya masih proses pengajuan grasi hingga PK. Dia mengatakan eksekusi baru akan dilakukan jika upaya PK dan grasi tidak disetujui.
"Untuk pidana mati ini kan harus keluar semua upaya hukumnya harus habis, mulai dari PK kemudian Grasi itu harus semua," jelasnya.
Dhofir juga mengatakan eksekusi mati Sugik kemungkinan besar akan batal. Hal ini karena kondisi Sugik yang mengidap penyakit kejiwaan.
"Posisi yang bersangkutan dalam keadaan sakit, yang Sugiono sampai hari ini masih sakit gila dan kemarin saya perintahkan untuk mengecek ke sana dan kesehatannya sudah memprihatinkan," ujar dia.
Dhofir memaparkan, pihaknya telah mengecek kondisi Sugik, hasilnya Sugik sudah tak bisa diajak bicara. Bahkan, Sugik kerap membuang air kecil hingga besar sembarangan.
"Diajak ngomong juga susah, nggak bisa tidur. Informasi memang dia juga membuang air sembarangan dan tak seperti orang oada umumnya," tambah dia.
Padahal, lanjut Dhofir, terpidana yang dieksekusi baiknya memang dalam kondisi sadar. Karena, sebelum dieksekusi nanti akan disampaikan apakah terpidana tersebut memiliki wasiat.
Selain itu, terpidana juga memiliki hak untuk diberi tahu apabila akan dieksekusi. Serta untuk mendengarkan wasiatnya, terpidana mati juga memiliki hak untuk memilih dimana dia akan dimakamkan.
Sebelumnya, Sugik berupaya lolos dari hukuman mati dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun PK itu ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Sugik juga mengajukan grasi dan ditolak Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2016 lalu.
Sementara untuk pelaksanaan eksekusi tiga terpidana hukuman mati lainnya, Dofir mengaku pihaknya masih menunggu proses hukum yang saat ini ditempuh masing-masing terpidana.
"Masih ada proses hukum kasasi dan grasi yang harus kita tunggu," ujarnya.