Empat Tantangan Moralitas Bangsa di Era Terkini, Pesan Haedar
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan agar jangan sampai melarutkan diri dalam pragmatisme kehidupan. Sebab jika memandang kehidupan hanya dari sisi nilai-guna, khawatir melahirkan disorientasi kehidupan yang menafikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan seperti moralitas.
Haedar Nashir tegaskan, nilai kegunaan tidak selalu koheren dengan nilai-nilai moral seperti kepantasan, kebaikan, kelaziman, dan lain sebagainya.
Selain pragmatisme, sikap oportunisme juga selalu menjadi tantangan bagi moralitas. Jika pragmatisme berorientasi pada kegunaan, maka oportunisme selalu berhubungan dengan orientasi kepentingan dan peluang yang kadang menerabas nilai-nilai kebenaran autentik yang diajarkan agama maupun budaya luhur bangsa.
Agama dan budaya bangsa mengajarkan jujur, amanah, menepati janji, adil, dan ihsan, namun nalar oportunis tidak jarang mementingkan kelompok sendiri sambil menegasikan pihak lain dengan berbagai cara.
“Ketika peluang itu kita ambil baik yang menguntungkan diri kita, kroni kita, golongan kita yang keuntungan itu hanya sesaat tapi harga yang dibayar harus mahal dari keuntungan itu adalah pilihan oportunistik yang membawa dampak buruk pada kehidupan kebangsaan, pada titik itulah moral dan moralitas itu diuji,” tutur Haedar Nashir dalam rangkaian acara Dies Natalis ke-76 Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada pada Rabu lalu.
Haedar mendorong agar moralitas mewujud dari pikiran menuju kata lalu menjadi tindakan nyata serta mencerahkan diri dan lingkungan sekitarnya. Moralitas yang bersumber dari agama dan nilai-nilai luhur bangsa ini tidak boleh hanya sampai pada tataran ritual yang serba formalistik melainkan harus menjadi model perilaku aktual (mode for action) yang serba bajik.
“Apakah moral dan moralitas itu terinternalisasi dalam diri kita, dalam alam pikiran kita, sampai dalam orientasi tindakan kita? Ini tidak ada kaitannya dengan entah itu golongan agama, kebangsaan, dan siapapun dia, situasi-situasi seperti ini kadang terjadi dalam kehidupan,” ujar Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Moral dalam Islam
Islam bukanlah sekumpulan doktrin yang mati, simbolis, ataupun utopis. Islam sebagai sebuah agama harus benar-benar dipahami sebagai kesatuan nilai-nilai utama yang amat personal dan realistis.
Dalam hal moralitas, misalnya, Islam telah memiliki konsepnya yang disebut dengan akhlak. Haedar menerangkan akhlak adalah kecenderungan jiwa untuk bersikap dan bertindak.
1. Konsep Akhlakuk Karimah
“Ada yang sifatnya baik yang disebut akhlakul karimah seperti adil. Ada juga akhlak yang tercelah atau akhlakul mazmumah,” katanya.
Pentingnya akhlak mulia ini tergambar dari hadis Rasululllah Saw ketika ditanya tentang amalan yang paling banyak mengantarkan manusia masuk surga, beliau menjawab: “Taqwallahi wa husnul khuluq”, yakni bertakwa kepada Allah dan berakhlak yang mulia (HR. Tirmidzi).
Karenanya, Haedar mengatakan akhlak terpuji yang paling dasar ialah jujur atau shidiq.
“Jujur terhadap diri dan publik. Jujur ketika mendapatkan pilihan-pilihan kebijakan yang boleh jadi penuh hasrat, ambisi dan legacy, tapi sesungguhnya pilihan-pilihan itu bisa merugikan hajat hidup orang banyak,” kata Haedar.
2. Terpercaya Mememegang Amanah
Selanjutnya ialah terpercaya atau amanah. Haedar mengutarakan bahwa perilaku amanah harus menjadi kesadaran bersama bangsa Indonesia sehingga menciptakan budaya kolektif. Seluruh elit bangsa maupun masyarakat Indonesia pada umumnya tidak boleh terbuai oleh pesona yang dapat memengaruhi amanah yang diberikan.
Selain itu, janji amanah tidak boleh hanya sampai dalam tataran verbal melainkan harus menghujam di jiwa, pikiran, dan perbuatan.
“Ketika diberi amanah oleh rakyat atau siapapun kita punya integritas dengan menunaikan amanah itu, tapi dalam perjalanan panjang ketika amanah itu banyak pesona, boleh jadi kita lupa terhadap amanah,” ujar Haedar.
3. Kejernihan Akal
Selain itu kejernihan akal budi alias fathanah. Hadis Nabi Saw tentang tugas utama beliau diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak merupakan pesan kerisalahan yang paling mendasar akan pentingnya membangun akal-budi manusia dalam wujud budi pekerti, karakter, mental, etika, dan pola perilaku manusia dalam keadaban sebagai insan paripurna atau insan kamil.
4. Sikap Damai dan Moderat
“Lalu sikap damai, lemah lembut, sikap moderat dan seterusnya itu adalah akhlak al karimah. Mewujudkan nilai-nilai akhlak yang seperti itu pekerjaan yang mulia tapi proses pembiasaannya itu tidak mudah, apalagi jika dalam tindakan nyata,” tutur Haedar.