4 Skenario Mengakhiri Pagebluk Corona
Penderita virus Corona di dunia terus bertambah. Saat ini, tercatat hampir dua juta orang terjangkit virus yang ditemukan pertama kali di Wuhan, China akhir Desember 2019 silam ini.
Lantas sampai kapan dunia bisa bebas dari virus menular ini? belum ada yang bisa memprediksi. Jangankan mencari vaksinnya, obatnyapun juga belum ditemukan.
Para ahli hingga kini masih mencoba beragam obat flu hingga malaria. Mereka ada yang mengkombinasikannya, ada juga yang dengan terpaksa memberikan obat flu dan malaria, bahkan obat ebola.
Ada pasien yang sembuh, namun tak sedikit yang meninggal. Tentu kesembuhan bukan 100 persen karena obat yang diberikan. Memang belum ada obatnya. Mayoritas sembuh karena imunitas tubuhnya baik. Corona tak bisa berkembang dan akhirnya melemah dengan sendirinya. Mereka yang sehat, kalaupun terserang Corona. Akan sembuh sendiri.
Ngopibareng.id mencatat setidaknya ada empat skenario untuk mengakhiri Pagebluk Corona ini:
1. Corona Mengubah Kebiasaan Manusia
Andai virus Corona tak ditemukan obatnya. Begitujuga vaksinnya. Manusialah yang harus mengubah gaya hidupnya. Agar bisa dan terbiasa, bahkan bersahabat dengan Corona.
Seperti ketika dipaksa mengenakan helm saat berkendara motor. Awalnya mengeluh. Gatal. Panas. Lebih keren naik motor dengan rambut berkibar-kibar dihempas angin. Tapi, tingginya kematian kecelakaan bermotor, telah memaksa Manusia. Dengan sukarela. Harus mengenakan helm. Tentu dibarengi paksaan Negara. Aturan dan sanksi dari polisi di jalanan.
Kelak, jika Corona ditakdirkan tidak ada obatnya. Manusialah yang harus menyesuaikan diri. Manusia tak mungkin terkurung ketakutan di rumah.
Work From Home atau gerakan #DiRumahAja tak bisa diterapkan menerus. Begitu juga PSBB yang namanya lebih mirip ujian sekolah itu. Tak mungkin juga dilakukan lagi.
Tengoklah Jakarta hari ini, setelah lima hari PSBB, jalanan mulai ramai lagi. Warga harus makan. Tak semua memiliki gaji bulanan. Mayoritas kerja hari ini untuk makan besok. Tak kerja hari ini. Kelaparanlah esok hari.
Manusia tak mungkin menyerah pada Corona. Secara mandiri, manusia mulai berubah. Penjual masker mulai menjamur di jalanan. UMKM dan para penjahit pakaian mulai kreatif. Menjadi pembuat masker dadakan. Bukalah Tokopedia, Bukalapak dan beragam marketplace lainnya. Masker kreatif nan unik kini gampang didapatkan.
Para desain baju kini juga harus menyesuaikan, ada kebutuhan tambahan dalam sebuah pakaian. Masker.
2. Herd Immunity
Semua berharap dan berdoa, Corona segera enyah dengan sendirinya. Apa Bisa? Dalam dunia kedokteran ada istilah Herd Immunity. Artinya, jika banyak orang yang sembuh. Dengan sendirinya Corona tak mempan menyerang manusia dalam populasi tertentu.
Kekebalan komunitas bisa tercapai jika terjadi penyebaran Corona secara masif. Banyak orang yang terinfeksi. Lalu sembuh. Herd Immunity akan tercipta dan virus-pun akan keok.
Namun herd immunity bukanlah tanpa resiko. Penyebaran virus secara cepat dan masif pasti tidak bisa dikendalikan dan tidak bisa diprediksi. Ketidaktersediaan tempat rawat inap. Minimnya tenaga medis. Tentu akan menjadi bencana.
Meski herd immunity, kini menjadi kata keren yang kerap disampaikan pejabat. Namun, menunggu herd immunity bukanlah pilihan tanpa resiko.
Secara sederhana, herd immunity bisa diandaikan dengan sebuah peperangan antara manusia melawan si Covid-19. Kita perang bersama habis-habisan melawan Corona. Namun yang perlu diingat, medan laga peperangan ada di dalam tubuh kita. Jika kalah. Tamatlah kita.
Virus Corona kini sedang membabi buta berkembang biak dan menyerang hingga tubuh kehilangan fungsinya dan mati. Sementara virus lain akan mencari tubuh-tubuh baru untuk diserang.
Tubuh kita bukannya tidak melawan. Tubuh punya antibodi. Sistem kekebalan tubuh adalah tentara perang kita saat ini. Jika tubuh kita menang. Saudara kita juga menang, tetangga dan teman-teman kita juga menang. Maka herd immunity akan tercipta.
Namun herd immunity tidaklah gampang. Para pakar menyebut, hetd immunity terbentuk jika sudah ada 60 persen populasi manusia yang terpapar Covid-19. Ada juga yang menyebut harus 80 persen. Pertanyaannya, apakah kita akan menunggu 80 persen dari populasi manusia terserang Corona?
3. Menunggu Obat dan Vaksin
Skenario yang paling banyak ditunggu adalah segera ditemukan obat serta vaksi Corona. Para ahli sedang bekerja keras hari ini. Sambil menunggu, para dokter dan tenaga medis, hanya bisa mencoba beberapa obat yang telah ada.
Untuk menemukan sebuah obat maupun vaksin tentu memerlukan waktu lama dan biaya yang tak sedikit. Butuh waktu bertahun-tahun sebelum vaksin lulus tes keamanan dan keefektifan dalam uji klinis.
Di berbagai negara, obat flu, bahkan obat malaria, obat HIV hingga obat ebola digunakan untuk pasien Corona.
Beberapa obat yang sempat dicoba di antaranya adalah Kaletra, obat HIV; Klorokuin, obat malaria; Avigan, obat Ebola; Remdesivir, obat ebola; serta beragam obat-obatan lainnya.
4. Mutasi Virus
Jika herd immunity tak tercipta, obat maupun vaksi tak kunjung ditemukan. Maka skenario terakhir yang ditunggu adalah adanya mutasi virus yang dengan sendirinya akan membunuh virus itu. Skenario ini hanya tuhan yang tahu.
Mutasi virus bisa terjadi dari waktu ke waktu jika telah mengalami perubahan dalam genomnya. Virus Corona, Covid-19 memiliki 85 persen kemiripan dengan genetik virus SARS (Severe Accute Respiratory Syndrome) yang sempat mewabah 2002 lalu.
Banyak yang berharap, Corona segera bermutasi. Ketika corona berubah menjadi sesuatu yang lebih parah. Otomatis tingkat infeksinya pada manusia akan lebih rendah dan virus akan mati dengan sendirinya. Semoga ini yang terjadi sehingga kita benar-benar segera terbebas dari Corona.
Advertisement