Empat Pernyataan Sikap PWNU Jatim Tolak Investasi Miras
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 (Perpres 10/2021) tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, pada 2 Februari 2021. Hal ini sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Aturan soal miras tercantum dalam Lampiran III Perpres itu, yakni soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Bidang usaha miras masuk di dalamnya. Dijelaskan bahwa syarat untuk usaha minuman beralkohol yakni dilakukan untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Menanggapi hal tersebut, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama
(PWNU) Jawa Timur dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi NU sebagai jam’iyyah
diniyah ijtima’iyah menyampaikan dan menyatakan sikap yang ditandatangni oleh Ketua KH Marzuqi Mustamar, Rais KH Anwar Manshur, Katib KH Safrudin Syarif, dan Sekretaris Muzakki. Surat pernyataan tersebut ditembuskan langsung ke Presiden Jokowi, Ketua DPR RI Puan Maharani, dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta.
Berikut ini empat pernyataan sikap PWNU Jawa Timur terkait investasi miras:
1. Menolak segala bentuk kebijakan yang mengarah kepada legalisasi minuman keras dan/atau minuman beralkohol yang sudah secara jelas diharamkan oleh agama dan
menimbulkan kemudaratan bagi anak bangsa;
2. Mendorong pemerintah agar dalam memperkuat investasi ekonomi tidak
menegasikan potensi kerugian dan/atau disinsentif pada pembangunan sumber daya manusia yang berketuhanan;
3. Mendorong Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk secara jelas, tegas dan bijaksana menyampaikan penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang mengarah
kepada legalisasi minuman keras dan/atau minuman beralkohol;
4. Menginstruksikan kepada warga nahdliyin di Jawa Timur untuk tetap menjaga situasi dan kondusivitas di lingkungan masing-masing demi ketertiban bersama, serta tidak
terpancing untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikan kepentingan bersama yang lebih besar.