Empat Penyebab Utama Kasus Covid-19 Madura Tinggi, Fakta Kejutan
Kasus COVID-19 di Pulau Madura meninggi. Khususnya di Kabupaten Bangkalan. Sampai-sampai RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan sempat menutup sementara pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ini akibat dari peningkatan pasien kasus Covid-19 dan beberapa tenaga kesehatan yang ikut terpapar.
Menganggapi hal tersebut, Kadinkes Jatim dr Herlin Ferliana menyampaikan hal-hal yang menyulitkan dalam menangani kenaikan positif COVID-19 di Pulau Garam tersebut. salah satu hal yang menyulitkan untuk menangani kenaikan positif COVID-19 di Pulau Madura itu antara lain, banyak warga Madura yang mempercayai berita atau informasi COVID-19 itu tak ada.
Lalu, tak sedikit pula yang kurang mematuhi aturan 5M. Khususnya pemakaian masker. Padahal menurutnya, masker adalah salah satu kunci utama penghentian penularan virus Covid-19.
Dari analisis yang berkembang, ada tiga penyebab melonjaknya kasus Covid-19 di Madura.
1. Menolak Memakai Masker
"Penyebab seseorang terkena virus itu adalah tidak tak melindungi diri. Bisa karena kita tidak memakai masker, atau karena teman kita tidak memakai masker. Maka untuk bisa saling melindungi maka harus memakai masker dan 5M itu tadi. Kalau sampai tertular, pasti 5M-nya ini tidak berjalan dengan baik," kata Herlin, 8 Juni 2021.
2. Menolak Dirawat di RS
Selain masalah menaati pemakaian masker, banyak warga Madura yang tak mau dirujuk ke rumah sakit yang ada di Surabaya. Merujuk pasien positif COVID-19 ke luar daerah tentu ada alasannya. Salah satunya karena kapasitas rumah sakit setempat untuk merawat pasien positif COVID-19 sudah penuh..
Herlin mengatakan, pengiriman dan pendistribusian pasien khususnya pasien COVID-19 itu merupakan hal biasa. Merujuk pasien positif COVID-19 ke pasien rumah sakit ke daerah lain dengan fasilitas yang lebih baik adalah untuk menyelamatkan nyawa.
3. Perlu Penambahan Fasilitas Kesehatan
"Beberapa yang kami temui itu banyak yang tidak mau dikirim ke luar Bangkalan atau Madura. Padahal itu menyelamatkan. Makanya kita jawab persoalan itu. Sekarang kita tambah bed di rumah sakit Bangkalan. Selain itu penanganan yang tidak esensial kita berhentikan sementara untuk menambah faskesnya," katanya.
Lalu penyebab selanjutnya adalah masyarakat Madura banyak yang takut untuk melakukan tes usap. Mereka enggan melakukan tes usap karena takut ketahuan positif COVID-19. Hal itu yang membuat tracking dan tracing kasus Covid-19 di Madura memakan tenaga lebih. Sebab, orang yang kontak dengan orang positif, tak mau jalani tes usap.
4. Takut Diisolasi Mandiri
Herlin mengatakan, ketika masyarakat tahu mereka positif COVID-19, menurutnya banyak yang takut diisolasi. Padahal isolasi adalah protokol penangananan pandemi paling mudah dan cepat.
"Sebenarnya tidak susah penanganan di Madura. Insyaallah tidak susah. Cuma karena kami melacak seseorang positif butuh data. Kamu pernah ke mana, kontak dengan siapa, dan lainnya. Yang agak sulit itu meminta mereka jalani tes usap. Mereka sulit sekali. Mungkin mereka takut diisolasi. Padahal dengan dilakukan tes usap itu kita akan tahu bahwa dirinya itu positif. Tak apa-apa diisolasi. Karena dia akan melindungi keluarga, sahabat dan adik-adiknya, supaya tidak tertular.
"Sebetulnya yang ingin saya sampaikan ke mereka. Tak apa kita diisolasi. Saya juga pernah diisolasi. Jadi kalau saya positif, saya harus menyelamatkan orang lain selama 12 hari. Saya menjauh dari orang, komunikasinya ya dengan mengandalkan IT ini," katanya.