Empat Langkah Pensucian Jiwa Manusia, Menurut Imam Al-Ghazali
Jiwa dan tubuh berbeda. Telah menjadi bagian dari diskursus para ulama terdahulu.
Perpaduan antara badan dan ruh itulah jiwa. Pembahasan tentang jiwa oleh agama-agama, para filsuf, dan pakar pakar psikologi tidak berujung. Karena antara pemikiran dan eksperimen.
Guna memahami hal itu, ada perbandingan dalam disertasi Dr. Anis Ahmad Karzuun (منهج الإسلام في تزكية النفس).
Paling aman adalah penjelasan Allah subhanahu wa ta'ala Sang Maha Pencipta. Lihat (QS. Asy-Syams 7-10)
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا (10)
“demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.”
Dan Nabi ﷺ berlindung kepada Allah dari jiwa yang tidak pernah kenyang,
« اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ ، وَمِنْ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ »
“Ya Allah … aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa kenyang (puas), dan dari doa yang tidak didengar (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi dan An-Nasaie)
Jiwa itu terbagi menjadi 3 bentuk:
Pertama, jiwa yang cenderung ke arah negatif,
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Yusuf, 12: 53)
Kedua, jiwa yang labil, kadang baik dan kadang buruk,
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri). (QS. Al-Qiyamah, 75: 2)
Ketiga, jiwa yang muthmainnah, tenang.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS. Al-Fajr, 27-30)
Langkah yang harus ditempuh untuk menundukkan jiwa itu dianalisa oleh banyak ulama yang diungkap oleh kumpulan penulis dalam kitab (نضرة النعيم) “Nadhratun Na'im fii Makarimi Akhlak ar-Rasul al-Karim”. Demikianlah catatan Ustadz Farid Okbah.
Empat Langkah Menundukkan Jiwa
Kesimpulannya, cara menundukkan jiwa yang pertama itu ada 4 langkah yang harus dihindari:
1. Berperilaku seperti malaikat; merasa paling suci, merasa paling benar dst. sebagai kesempurnaan palsu.
2. Berperilaku seperti setan; menyesatkan, mengajak bermaksiat dst., tidak mau rusak sendiri bahkan mengajak sebanyak mungkin orang agar bejat.
3. Berperilaku seperti binatang buas; mau menang sendiri, berkuasa atas orang lain, menindas dst., berperilaku premanisme.
4. Berperilaku seperti binatang pada umumnya; makan, minum, tidur, bergaul, jalan-jalan dst. Perhatiannya hanya perut dan yang di bawah perutnya. Inilah annafsul ammarah bissuu', alias nafsu bejat.
Menghadapi nafsu kedua, allawwamah, tiga langkah yang harus dilakukan:
1. Bertaubat, berhenti dari perbuatan bejat, menyesali terjadinya itu, dan tidak mengulanginya lagi. Bila terkait dengan hak adami harus dikembalikan atau meminta maaf.
2. Bermujahadah, berusaha untuk senantiasa berbuat baik.
3. Muraqabah, selalu menghadirkan Allah subhanahu wa ta’ala agar tidak melanggar.
•••
Menghadapi jiwa yang ketiga, almuthmainnah ada tiga langkah:
1. Menata qalbu agar senantiasa berniat baik dan menjaga kesuciannya (melalui 24 amalan) seperti bertawakkal, mencintai, berharap, takut hanya kepada Allah.
2. Menjaga lisan agar bertutur yang benar (dalam 7 amalan).
3. Menjaga seluruh anggota tubuh untuk beramal (38 amalan).
Itulah cabang-cabang keimanan yang disebut Nabi ﷺ dalam haditsnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
« الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً . فَأَفْضَلُهَا : قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَدْنَاهَا : إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ ».
“Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan malu itu salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam al-Ghazali berpandangan 4 langkah pensucian manusia itu;
Pertama, bersihkan anggota tubuh dari yang najis dan hadats.
Kedua, bersihkan anggota tubuh dari dosa dosa.
Ketiga, bersihkan jiwa dari karakter karekter buruk.
Keempat, bersihkan qalbu dari selain Allah.
Manusia harus selalu berusaha membersihkan jiwa dari segala belenggu; stress, galau, takut, depresi dll. dan kembali kepada Allah dengan menjalankan iman dan amal shalih semoga menjadi hamba yang bertaqwa.
Semoga kita semua menjadi hamba yang bertakwa. Amin.
Advertisement