Empat Hal soal Zikir Nasyid, Dua Kesimpulan Penting
Banyak jalan dalam mendekatkan diri menuju Allah Ta'ala. Dalam tradisi tasawuf, terutama para penganut tarekat, mempunyai cara tersendiri. Masing-masing mempunyai corak dan tradisi sesuai yang diajarkan para gurunya.
Berikut uraian Kiai Muhammad Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, tentang Zikir Nashid:
Karena kaum Muslimin Banjar, Kalimatan Selatan, adalah pengamal tarekat tentu ditemukan salah satu bentuk zikir dalam bentuk nasyid, begitu saya mendengar istilahnya. Zikir ini biasa dilantunkan menjelang haul, baik saat haul Muallim KH Jahri kemarin, atau haul Tuan Guru Sekumpul Martapura yang dihadiri oleh para Habaib dan sebagainya.
Di tarekat Naqsyabandiyah Qadiriyah juga ditemukan saat lantunan pembacaan Manaqib, misalnya. Atau zikir yang dipimpin oleh Sayid Muhammad Al-Maliki, juga beberapa aliran Shufi lainnya di berbagai negara.
Dalam zikir nasyid tersebut ada beberapa hal yang perlu dijelaskan satu persatu:
1. Melantunkan Syair
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berdoa dengan syair:
وَاللهِ لَوْلاَ أَنْتَ مَا اهْتَدَيْنَا • وَلاَ تَصَدَّقْنَا وَلاَ صَلَّيْنَا
"Demi Allah, tanpa Mu kami tidak mendapat hidayah, tidak dapat bersedekah dan salat.
فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا • إِنَّ الأُلَى قَدْ أَبَوْا عَلَيْنَا
"Maka turunkan ketenangan untuk kami. Karena mereka sungguh menolak kepada kami"
Dalam riwayat tersebut terdapat redaksi:
وَيَرْفَعُ بِهَا صَوْتَهُ
Rasulullah mengeraskan suaranya dengan bacaan tersebut (HR Bukhari 2837 dan Muslim 4771)
Di hadis lain saat para Sahabat bersyair:
نَحْنُ الَّذِينَ بَايَعُوا مُحَمَّدًا • عَلَى الإِسْلاَمِ مَا بَقِينَا أَبَدًا
Kami adalah orang-orang yang berbaiat kepada Muhammad, berpegang pada Islam selama kami hidup selamanya"
Kemudian Rasulullah menjawab dengan doa syair yang bersajak:
اللَّهُمَّ إِنَّ الْخَيْرَ خَيْرُ الآخِرَهْ • فَاغْفِرْ لِلأَنْصَارِ وَالْمُهَاجِرَهْ
"Ya Allah. Sungguh hakikat kebaikan adalah kebaikan di akhirat. Maka ampunilah Sahabat Anshar dan Muhajirin" (HR al-Bukhari No 2835 dan Muslim No 4777)
2. Zikir Yang Dilagukan
Kalau bersyair boleh bahkan dilakukan oleh Nabi, lalu bagaimana jika syair tersebut diisi dengan zikir? Ulama Al-Azhar, Syekh Sulaiman Al-Jamal mengutip dari Hujjatul Islam:
قَالَ الْغَزَالِيُّ الْغِنَاءُ إنْ قُصِدَ بِهِ تَرْوِيحُ الْقَلْبِ لِيُقَوِّيَ عَلَى الطَّاعَةِ فَهُوَ طَاعَةٌ أَوْ عَلَى الْمَعْصِيَةِ فَهُوَ مَعْصِيَةٌ أَوْ لَمْ يُقْصَدْ بِهِ شَيْءٌ فَهُوَ لَهْوٌ مَعْفُوٌّ عَنْهُ ا هـ ح ل
al-Ghazali berkata: “Jika nyanyian ditujukan untuk menguatkan hati dalam ibadah, maka bernilai ibadah. Jika untuk maksiat maka bernilai maksiat. Dan jika tidak ada tujuannya, maka ucapan yang sia-sia yang diampuni” (Hasyiah al-Jamal 23/270)
3. Zikir Bersama Dipandu Seorang Imam
قال شَدَّادُ بْنُ اَوْسٍ وَعُبَادَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ حَاضِرٌ فَصَدَّقَهُ وَقَالَ قَالَ : بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ : فِيكُمْ غَرِيبٌ يَعْنِي أَهْلَ الْكِتَابِ ، فَقُلْنَا : لاَ يَا رَسُولَ اللهِ ، فَأَمَرَ بِغَلْقِ الْبَابِ ، وَقَالَ : ارْفَعُوا أَيْدِيكُمْ فَقُولُوا : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، فَرَفَعْنَا أَيْدِيَنَا سَاعَةً
Syaddad bin Aus berkata, dihadiri oleh Ubadah dan ia membenarkannya: “Kaimi berbaiat kepada Nabi, beliau bertanya: “Apakah diantara kalian ada orang asing (ahli kitab)?” kami menjawab: “Tidak ada, wahai Rasulullah.” Kemudian Nabi menyuruh menutup pintu. Nabi bersabda: “Angkat tangan kalian, ucapkanlah La ilaha illa Allah.” Lalu kami mengangkat tangan kami (HR Thabrani, para perawinya dinilai terpercaya. Terdapat perawi bernama Rasyid bin Dawud, dinilai tsiqah oleh Ibnu Main dan Ibnu Hibban. Dan dinilai daif oleh Ad-Daraquthni)
4. Gerakan Tubuh
Zikir tersebut ada yang spontan refleks menggerakkan anggota tubuh, juga ada yang bersama-sama. Gerakan diperbolehkan:
وقد استدل الاستاذ الغزالي على إباحة الرقص : برقص الحبشة والزنوج في المسجد النبوي يوم عيد حيث أقرهم رسول الله صلى الله عليه و سلم وأباح لزوجه السيدة عائشة رضي الله عنه أن تتفرج عليهم وهي مستترة به صلى الله عليه و سلم وهوكما تعلم لا يثير أي شهوة فالنوع المباح من الرقص هو الذي لا يثير شهوة فاسدة
Imam al-Ghazali memperbolehkan ‘gerakan tubuh’ dengan gerakan orang Habasyah di masjid Nabi dan membolehkan Aisyah melihatnya. Syaratnya: Tidak ada gerakan yang menimbulkan syahwat dan menimbulkan gairah (al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah 2/42)
Memuji-muji Rasulullah dengan gerakan tubuhpun pernah terjadi dan Nabi membiarkannya:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَتِ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- وَيَرْقُصُونَ وَيَقُولُونَ مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « مَا يَقُولُونَ ». قَالُوا يَقُولُونَ مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ (رواه احمد)
Dari Anas, bahwa orang-orang Habasyah (Etyophia) menari di depan Rasulullah dan mereka mengatakan: “Muhammad hamba yang saleh”. Nabi bertanya: “Apa yang mereka katakan?”. Mereka menjawab bahwa orang Habasyah mengatakan: “Muhammad hamba yang saleh”. (HR Ahmad, sanadnya sahih sesuai kriteria Muslim)
Dua Kesimpulan
Pertama, baik zikirnya, syairnya, gerakan tubuhnya, semuanya tidak diharamkan. Maka jika keseluruhan digabung tentu tetap diperbolehkan, seperti yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali:
ﻓﺈﺫا ﻟﻢ ﻳﺤﺮﻡ اﻵﺣﺎﺩ ﻓﻤﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺤﺮﻡ اﻟﻤﺠﻤﻮﻉ
"Jika masing-masing rangkaiannya tidak ada yang haram maka dari mana keseluruhannya bisa haram?" (Ihya', 2/273)
Kedua, para pengamal zikir tetaplah menjalankan zikirnya seperti yang telah diamalkan oleh gurunya. Dituduh apapun, termasuk tudingan gila pun, memang sudah menjadi konsekuensi. Seperti dalam hadis:
ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺨﺪﺭﻱ: «ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: " ﺃﻛﺜﺮﻭا ﺫﻛﺮ اﻟﻠﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﻘﻮﻟﻮا: ﻣﺠﻨﻮﻥ» ". ﺭﻭاﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﻳﻌﻠﻰ، ﻭﻓﻴﻪ ﺩﺭاﺝ، ﻭﻗﺪ ﺿﻌﻔﻪ ﺟﻤﺎﻋﺔ، ﻭﻭﺛﻘﻪ ﻏﻴﺮ ﻭاﺣﺪ، ﻭﺑﻘﻴﺔ ﺭﺟﺎﻝ ﺃﺣﺪ ﺇﺳﻨﺎﺩﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﺛﻘﺎﺕ.
Dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Perbanyak zikir. Hingga mereka mengatakan: "Gila" (HR Ahmad dan Abu Ya'la. Di dalamnya terdapat Darraj, dinilai daif oleh golongan ulama dan dinilai terpercaya oleh lebih dari satu ulama. Perawi lain dalam salah satu sanad Ahmad adalah orang-orang terpercaya)
Advertisement