Empat Hal Penting Pascakenaikan BBM, Lalu Apa?
Pemerintah menetapkan subsidi anggaran dan kompensasi harga bahan bakar minyak (BBM) tahun 2022 dipatok Rp502, 4 Triliun. Angka itu membengkak sebesar Rp349,9 T dari anggaran semula Rp 192, 1 Triliun. Kalau tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi, maka anggaran subsidi dan kompensasi masyarakat akan membengkak Rp 198 Triliun. Begitu penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada saat pemerintah mengumumkan kenaikan pertalite, solar subsidi dan pertamax.
Lebih lanjut dijelaskan, subsidi pada angka Rp 502,4 Triliun masih mungkin membengkak sampai angka Rp 653 Triliun. Hal ini bisa terjadi kalau ICP (patokan harga minyak mentah Indonesia US $ 105 per barel.) mengalami perubahan sebagai dampak fluktuasi harga minyak dunia.
Adapun subsidi BBM dialihkan menjadi bantuan langsung tunai (BLT) Rp 12,4 triliun kpd 20, 65 Juta kepada warga yang kurang mampu senilai Rp 150.000 per bulan, Subsidi upah Rp 9,6 Triliun utk 16 juta kepada pekerja dengan maksimum gaji Rp 3,5 Juta per bulan, senilai Rp 600,000 per penerima. Selain itu pemerintah meminta pemerintah daerah menggunakan 2 persen dari dana transfer umum sebesar Rp 2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, ojek daring dan untuk nelayan.
Bantuan langsung tunai (BLT) tersebut akan diberikan mulai September - Desember 2022. Seperti diketahui bersama bahwa kenaikan harga BBM dan bahan makanan itu, disebabkan oleh embargo yang disponsori AS dan Barat terhadap Rusia yang melakukan invasi ke Ukraina. Oleh karena itu kenaikan BBM bukan hanya masalah nasional, tetapi internasional.
Pro dan Kontra di Masyarakat
Terjadinya pro dan kontra masyarakat terhadap kenaikan bbm bersubsidi merupakan suatu hal yang dapat dimaklumi sebagai konsekwensi negara demokrasi. Tentu saja perbedaan opini tersebut tidak terlepas dari kepentingan masing-masing. Terlepas dari perbedaan tersebut, pentingnya kesadaran bersama atas persoalan mendasar yang dihadapi oleh negara/pemerintah khususnya dalam menghadapi persiapan siklus lima tahunan, pileg dan Pilpres 2024 , terutama aspek stabilitas Polkam.
Secara umum stabilitas politik dan keamanan sejauh ini relatif kondusif, meskipun tidak bisa dipungkiri adanya potensi kerawanan sosial-ekonomi sebagai akibat kenaikan BBM bersubsidi. Sedapat mungkin dicegah, kenaikan BBM berpengaruh negatif terhadap fluktuasi (kenaikan):harga kebutuhan pokok masyarakat.
Empat Hal Penting
Sejauh yang bisa diamati, sikap masyarakat terhadap kebijakan pemerintah pascapengumuman kenaikan harga subsidi BBM sebagai berikut :
1. Mayoritas rakyat merupakan “silent mayority” bersikap diam yang merefleksikan kekecewaan, tetapi menerimaan realitas yang sebenarnya tidak disukainya. Hal sesuai kultur masyarakat pada umumnya.
2. Sebagian orang memahami apa yang dilakukan pemerintah. Dukungan tersebut bisa didasarkan pada loyalitas terhadap rezim atau karena dituntun oleh logika intelektual atau kepentingannya.
3. Mahasiswa, buruh dan aktivis umumnya bersikap kritis. Kelompok ini akan menjadi pihak pertama yang akan turun kejalan jika tiba-tiba terjadi lonjakan kenaikan harga yang tidak terkendali.
4. Partai partai politik cenderung bersikap mengambang, seolah-olah menolak tetapi tidak tegas. Ada juga partai sebenarnya mendukung kenaikan subsidi, tetapi pernyataannya bernada seolah-olah bersama masyarakat yang tidak menyukai kenaikan subsidi. Hal itu tidak terlepas guna memelihara dukungan masa pendukungnya dalam pileg mendatang.
Sekalipun kebijakan kenaikan subsidi berusaha secara maksimal menampung aspirasi masyarakat luas, namun dalam realisasinya memerlukan kecermatan dan pengawasan.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial-Politik, tinggal di Jakarta.
Advertisement