Empat Hal Penting, Dari Nasbul Imam dan Demokrasi hingga HAM
Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas Kombes NU) bersejarah terjadi pada 1997. Perhelatan kaum santri ini dilaksanakan di Ponpes Qamarul Huda, Bagu, Lombok Tengah, NTB.
Munas-Konbes NU tahun itu berada dalam suasana penuh keprihatinan. Tahun 1997 adalah tahun puncak krisis moneter. Stabilitas politik tak tentu. Pemerintahan Orde Baru pun tengah diujung tanduk.
Kala itu dibawah kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), NU bisa dibilang aktor terkuat Civil Society. Sikap-sikap kritis NU vis-a-vis negara banyak mewarnai perjalanan demokratisasi di berbagai bidang. Lombok dipilih sebagai tuan rumah mengingat Jakarta sedang dalam situasi tidak kondusif.
Kala itu KH. Said Aqil Siroj adalah koordinator tim perumus Bahtsul Masail Diniyyah.
Berikut beberapa keputusan pentingnya, di antara empat hal penting:
1. Tentang Hubungan Nasbul Imam dan Demokrasi
Para ulama sepakat bahwa proses pengangkatan kepimpinan negara sebagai pengemban amanat kekuasaaan menurut Islam dapat dilakukan dengan beberapa cara yang disepakati rakyat, sepanjang itu tidak bertentangan dengan syari'ah.
Negara yang dimaksud dalam kaitan ini harus dibangun diatas nilai luhur keislaman yang meliputi al-adalah (keadilan), al-amanah (kejujuran), dan asy-Syuro (kebersamaan).
2. Terkait kedudukan perempuan dalam Islam
Bahwa Islam memberikan hak yang sama dengan laki-laki kepada perempuan untuk memberikan pengadian kepada agama, nusa, bangsa, dan negara.
Pengaruh kultur yang masih bersifat patrilineal kenyataannya membuat prinsip mulia tentang perempuan banyak dinafikan. Karenanya umat Islam perlu meninjau kembali anggapan- anggapan yang merendahkan perempuan karena distorsi budaya, berdasarkan prinsip kemuliaan Islam atas perempuan
Secara kodrati , ada peran-peran khusus perempuan yang disebut peran domestik. Namun secara non kodrati baik perempuan atau laki-laki harus memikul tanggung jawab bersama yang dilaksanakan dengan saling mendukung satu sama lain.
Terkait peran publik ini, perempuan sebagai anggota masyarakat, sebagai warga negara, mempunyai hak bernegara dan berpolitik yang sama derajadnya dengan laki-laki.
Prinsip Islam membolehkan peran tersebut dengan konsekuensi bahwa dia dipandang mampu dan memiliki kapasitas untuk menduduki peran sosial dan politik tersebut.
3. Tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam
Bahwa Islam merupakan ajaran yang menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi.
Para ulama mengelaborasi prinsip penghormatan pada derajat kemanusiaan tersebut dalam lima prinsip dasar (usul al khams) yakni: hifdz ad-din (menjamin hak kepada umat islam untuk memelihara agama dan keyakinannya), hifdz an-nafs wa al-'irdl (memberikan jaminan hak atas setiap jiwa manusia utk tumbuh berkembang secara layak), hifdz al-aql (jaminan atas kebebasan berekspresi, kebebasan mimbar dan mengeluarkan pendapat), hifdz an-nasl (jaminan atas kehidupan privasi setiap individu, perlindungan atas profesi dan jaminan masa depan dan keturunan), dan hifdz al-maal (jaminan atas pemilikan harta benda, properti, dll).
4. Tentang Reksadana
Reksadana adalah sebuah wahana dimana masyarakat dapat menginvestasikan dananya ke portofoliio efek. Produk ini dipandang bisa menjadi jalan keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta dalam pasar modal.
Dalam reksadana terdapat hal-hal yang bertentangan dgn syari'ah baik dalam segi aqad, operasi, investasi, transaksi, maupun pembagian keuntungan. Namun demikian dalam reksadana konvensional juga terdapat mu'amalah yang dibolehkan dalam Islam seperti jual-beli dan bagi hasil (mudlarabah/qirad). Jadi reksadana sepanjang produk-produk yang dihasilkan tidak menggunakan cara-cara yang diharamkan menurut Islam, dapat dibenarkan oleh syari'ah sesuai dengan prinsip sepanjang tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
*) Dasar hukum dan pembahasan lengkap ada di perpustakaan PBNU.