Empat Hal Penting Batasan Aurat dalam Islam
Ustadzah Aini dalam acara Islamic Online Course berkesempatan membahas secara rinci terkait tema “Aurat” kepada puluhan peserta Zoomwinar. Dijelaskannya, Islam telah melarang umatnya untuk satu selimut kepada yang bukan mahramnya, meski satu jenis misalnya laki-laki dengan laki-laki dan sebaliknya.
Larangan satu selimut, “Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat lelaki lain, demikian juga wanita tidak boleh melihat aurat wanita yang lain. Tidak boleh dua orang lelaki berada tidur dalam satu selimut, demikian juga dengan wanita dilarang berbuat demikian.” HR. Muslim.
“Jadi tidak boleh terlihat auratnya, meski kepada sesama jenis dan tidur satu selimut,” terang Ustadzah asal Jawa Timur.
Selain itu, Ustadzah Aini selaku tim Rumah FIqih Indonesia juga turut menjelaskan batasan aurat Muslimah yang terbagi menjadi empat.
Pertama, batasan aurat di hadapan suami
Batasan aurat di hadapan suami maka dijelaskan tidak ada batasannya. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah Hadits Riwayat At-Tirmidzi, “Tutuplah auratmu kecuali dari istrimu atau budak perempuanmu.”
Kedua, di hadapan lelaki non-mahram.
Umu Salamah berkata, “Bagaimana para wanita menyikapi ujung pakaiannya?” Nabi menjawab, “Hendaklah mereka menjulurkannya sejengkal.” Ummu Salamah berkata lain, “Kalau begitu, telapak kakinya masih bisa tersingkap.” Beliau bersabda, “Turunkan satu hasta, jangan lebih dari itu.” HR Tirmidzi dan An Nasai.
Di sini pun alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor Putri ini menekankan bahwa aurat wanita bukan hanya telapak tangannya saja, tapi termasuk punggung tangan juga boleh terlihat ketika salat.
Ketiga, di hadapan mahram.
Sebelum mengenalkan batasan tersebut, Ustadzah Aini memberikan pemahaman kepada jamaah bahwa suami itu bukanlah mahram. Kita hanya boleh bersamanya selama ada ikatan pernikahan. Jika ikatan pernikahan tersebut sudah terputus akibat perceraian (cerai hidup/mati), maka tidak boleh.
Mahram adalah orang yang haram kita nikahi selamanya. Bisa dari jalur nasab darah, pernikahan, atau jalur persusuan.
Menurut Imam Hanafi batasan wanita Muslimah di hadapan mahram ialah yang lazim diperlihatkan dalam memakai perhiasan, apa yang tampak. Misalnya kepala (mahkota), telinga (anting), tangan (gelang), leher (kalung), dan kaki (gelang kaki).
Imam Maliki berpendapat bahwa batasannya ialah yang biasa dibuka dalam rumah atau anggota wudhu. Sedangkan Imam Syafii lebih luas yakni selain yang ada diantara pusar dan lutut. “Tapi lebih baik semisal ketika sedang menyusui, maka ditutup saja auratnya, untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan,” pesannya.
Keempat batasan di hadapan lelaki mahram dan wanita non-Muslimah.
Terkait hal ini, al-Qur;an telah menjelaskannya dalam Surat an-Nur ayat 31.
Ibnu Juraij lantas menjelaskan maksud kata nisaihin dalam QS. an-Nur ayat 31 adalah wanita Muslimah hanya boleh memperlihatkan auratnya di hadapan mahramnya dan wanita Muslimah. Adapun di hadapan wanita musyrik/non Muslimah, dia tidak boleh menampakkannya.
Kemudian ibu anak tiga ini pun melanjutkan dengan membahas batasan aurat laki-laki. Sebagaimana jika di hadapan istri, maka tidak ada batasannya.
“Sedangkan di hadapan selain istri maka antara pusar sampai dengan lutut,” pungkas istri Ustadz Ahmad Sarwat Lc MA tersebut.
Ia tampil dalam Pesantren Mualaf Indonesia (PMI) selama satu pekan ini tengah mengadakan Islamic Online Course dengan mengundang Ustadzah Aini Aryani Lc, sebagai narasumbernya, dilanris situs resmi Pesantren Gontor, belum lama ini.
Advertisement