Empat Gagasan Teori Konspirasi Iklim, Fakta Menyebar di COP26 PBB
Teori konspirasi yang mengungkap skeptisisme dan menolak ide soal perubahan iklim menyebar dengan cepat di internet menjelang dan saat berlangsung KTT Perubahan Iklim COP26 PBB di Glasgow, Skotlandia.
Diperkuat dengan bot dan influencer, sejumlah besar konten penolakan perubahan iklim menyebar di media sosial sejak Juni, menurut peneliti di Blackbird.AI.
Platform perusahaan teknologi ini menggunakan algoritme pembelajaran mesin untuk memindai jutaan posting di jejaring sosial utama — termasuk Twitter, Telegram, situs pinggiran, dan lainnya — dan, dibantu analis manusia, mengidentifikasi empat tren penolakan iklim utama yang menargetkan kebijakan perubahan iklim AS dan Eropa, dikutip dari CBS News, Kamis 11 November 2021.
Sebagian besar konten itu menggunakan mekanisme yang juga efektif dalam memperkuat disinformasi COVID-19 dan keraguan terhadap vaksin, menurut CEO Blackbird.AI Wasim Khaled.
"Kami menemukan bahwa tren disinformasi perubahan iklim di jejaring sosial meminjam dari tema yang efektif selama krisis virus corona," katanya kepada CBS MoneyWatch.
"Para aktor tampaknya mengarahkan kemarahan yang sudah membara dalam politik AS terhadap penolakan perubahan iklim. Platform kami menunjukkan ini adalah kampanye terkoordinasi yang tampak seperti serangkaian kampanye independen yang tumpang tindih, terjadi dalam skala besar."
Empat Gagasan
Berikut ini adalah beberapa gagasan "teori konspirasi" tidak berdasar atau meragukan terkait perubahan iklim yang telah beredar secara daring menjelang acara COP26 PBB:
1. Penguncian perubahan iklim akan tiba tidak lama lagi,
2. Sistem uang kripto adalah "netral karbon" dan mengaturnya adalah upaya pengambilalihan yang otoriter,
3. Perubahan iklim dibesar-besarkan — dan bukan disebabkan oleh manusia, dan
4. Perubahan iklim adalah hasil eksperimen rahasia pemerintah.
Sejumlah pemimpin dunia menghadiri KTT yang membahas perubahan iklim, COP26, di Glasgow, Skotlandia, mulai 31 Oktober hingga 12 November.
Apa itu COP26?
Sederhananya, COP26 adalah konferensi terkait iklim terbesar dan terpenting di planet ini sebagaimana dilansir dari situs web PBB. Pada 1992, PBB menyelenggarakan acara besar di Rio de Janeiro, Brasil, yang disebut Earth Summit. Dalam acara tersebut, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) diadopsi.
Lewat UNFCCC, negara-negara sepakat untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer untuk mencegah gangguan berbahaya dari aktivitas manusia pada sistem iklim. Saat ini, perjanjian tersebut memiliki 197 penandatangan.
Sejak 1994, setiap tahun PBB telah mempertemukan hampir setiap negara di bumi untuk mengikuti KTT iklim global atau COP, yang merupakan singkatan dari Conference of the Parties. Seharusnya, tahun 2021 menjadi COP global ke-27. Namun karena pandemi Covid-19, pelaksanaan COP tertunda setahun. Oleh karenanya, tahun ini digelar COP ke-26 dan disebut sebagai COP26.
Delegasi dan pejabat menghadiri KTT Iklim PBB COP26 di Glasgow, Skotlandia, Minggu 31 Oktober 2021. KTT iklim PBB tersebut secara resmi dibuka pada Minggu untuk menjabarkan visi mereka untuk mengatasi tantangan bersama dari pemanasan global.
Pentingkah COP26?
Berbagai “perpanjangan” UNFCCC telah dinegosiasikan selama COP untuk menetapkan batas produksi emisi gas rumah kaca untuk masing-masing negara yang mengikat secara hukum. Beberapa “perpanjangan” tersebut seperti Protokol Kyoto pada 1997 yang menetapkan batas emisi untuk negara-negara maju yang harus dicapai pada 2012. Selain itu, ada Perjanjian Paris yang diadopsi pada 2015.
Dalam Perjanjian Paris, negara di dunia sepakat membatasi pemanasan global tidak melebihi 2 derajat Celsius, idealnya 1,5 derajat Celsius, serta meningkatkan pendanaan aksi iklim. Dalam COP26, delegasi juga bertujuan menyelesaikan “Paris Rulebook” atau aturan yang diperlukan untuk mengimplementasikan Perjanjian Paris. Kali ini, mereka perlu menyepakati kerangka waktu umum untuk frekuensi revisi dan pemantauan komitmen iklim mereka. Dan pada COP26 kali ini merupakan kesempatan penting untuk mewujudkan aturan-aturan guna mencapai Perjanjian Paris.
Darurat Perubahan Iklim
Perubahan iklim telah berubah menjadi darurat global yang mengancam banyak jiwa dalam tiga dekade terakhir. Meskipun ada komitmen baru yang dibuat oleh negara-negara menjelang COP26, beberapa peneliti memprediksi kenaikan suhu global akan naik 2,7 derajat Celsius pada abad ini. Kenaikan suhu sebesar itu pada akhir abad ini akan menyebabkan kerusakan yang sangat masif di muka bumi dan mengakibatkan banyak bencana alam.
Sekjen PBB Antonio Guterres, dilansir kompas.com, dengan blak-blakan menyebutnya sebagai bencana iklim, yang sudah dirasakan hingga tingkat yang mematikan di bagian paling rentan di dunia. Jutaan orang sudah mengungsi bahkan terbunuh oleh bencana yang diperburuk oleh perubahan iklim.
Bagi Guterres, dan ratusan ilmuwan di Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), ambang batas 1,5 derajat Celsius adalah satu-satunya jalan untuk mencegah kerusakan lebih parah di muka bumi. Jam terus berdetak. Dan untuk membatasi kenaikan, dunia perlu mengurangi separuh emisi gas rumah kaca dalam delapan tahun ke depan. Ini adalah tugas besar yang hanya dapat dilakukan jika para pemimpin yang menghadiri COP26 datang dengan rencana yang ambisius, terikat waktu, dan menghapus batu bara secara bertahap untuk mencapai nol emisi.
Advertisement