Empat Embrio Pilar Nahdlatul Ulama, Ini Peran KH Wahab Hasbullah
Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (terkadang ditulis KH Abdul Wahab Chasbullah atau Kiai Wahab) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama (NU). Ulama pesantren lahir di Jombang pada 31 Maret 1888 dan wafat pada 29 Desember 1971. Makam Kiai Wahab berada di Kompleks makam keluarga Ponpes Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang. Oleh pemerintah, KH Wahab Hasbullah diberikan Anugerah sebagai Pahlawan Nasional.
Haul Emas 50 Tahun Kiai Wahab Hasbullah diperingati pada Selasa, 22 Juni 2021 malam. Digelar dari Masjid Jami' PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, melalui 50 kanal youtube. Melalui virtual dijadwalkan hadir Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PBNU Prof Dr KH Said Aqil Siroj MA, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, KH Mustofa Aqil Siroj dan Gus Miftah dari Yogyakarta.
Berikut Ngopibareng.Id, menelusuri perjalanan dan peran KH Wahab Hasbullah, meletakkan dasar-dasar berdiri Nahdlatul Ulama.
Pelopor Berpikir dari Pesantren
KH A Wahab Hasbullah adalah pelopor kebebasan berpikir di kalangan Umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan Nahdliyin. KH. A. Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia. Ia merupakan seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan berpendapat.
Pengalaman tinggal di lima tahun di Makkah, untuk menuntut ilmu, memberikan peluang Kiai Wahab Hasbullah menempa diri dalam berorganisasi. Ia mendirikan organisasi Serikat Islam di Makkah pada 1914. Dalam mendirikan Serikat Islam dibantu Kiai Asnawi dari Kudus, Kiai Abbas dari Cirebon dan Kiai Dahlan dari Kertosono.
Pada tahun yang sama, 1914, Kiai Abdul Wahab Hasbullah kembali ke Indonesia ketika ia berusia 27 tahun. Dan pada usia 27 tahun, ia menguasai berbagai ilmu keagamaan di antaranya: Ilmu Tafsir, Hadis, Fiqh, Akidah, Tasawuf, Nahwu Sharaf, Ma’ani, Manthiq, ‘Arudl dan Ilmu Hadlarah, Sejarah Islam, sebagai modal hadir di tengah masyarakat.
Terdapat empat embrio organisasi sebelum berdirinya NU: Tashwirul Afkar, Nahdlatul Wathan dan Nahdlatut Tujuar, serta Komite Hijaz. Masing-masing bergerak dalam bidang yang berbeda. Nahdlatut Tujjar bergerak dalam bidang ekonomi, Taswirul Afkar yang bergerak dalam bidang keilmuan dan budaya dan Nahdlatul Wathan yang bergerak dalam bidang politik melalui bidang pendidikan. Lalu KH Wahab Hasbullah tampil memimpin Komite Hijaz untuk menghadap ke Raja Arab Saudi Ibnu Sa'ud, sebagai wujud dari diplomasi global atau dalam istilah ilmu Hubungan Internasional sagai Scondtrack Diplomacy (Diplomasi Jalur Kedua, setelah jalur resmi negara).
Empat Pilar Embrio Nahdlatul Ulama
1. Tashwirul Afkar
Kiai Abdul Wahab Hasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1914. Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas.
Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda.
Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.
Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.
2. Nahdlatul Wathan
Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di Kertopaten, Surabaya, Kiai Abdul Wahab Hasbullah bersama KH. Mas Mansur menghimpun sejumlah ulama dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916.
Dari organisasi inilah Kiai Abdul Wahab Hasbullah mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah Kiai Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), Kyai Abdul Halim, (Leimunding Cirebon), Kyai Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem) dan Kyai Cholil (Kasingan Rembang).
Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori Kiai Wahab Hasbullah dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpentingnya kepada kaum Muslimin Indonesia. Kiai Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental.
3. Nahdlatut Tujjar
Perkumpulan Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Para Pedagang) pada 1918. Didirikan Hadlatussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy'ari. Namun, peran KH Wahab Hasbullah dalam menggerakkan roda organisasi sangat tinggi. Di samping seorang ulama, Kiai Wahab adalah seorang kaya dan dermawan.
Dalam deklarasi Nahdlatut Tujjar, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari menyeru kepada para cerdik pandai dan ustadz. Terkait tujuan akhir diinginkan, sebagai sumber pendanaan kesejahteraan para pendidik agama dan pencegahan kemaksiatan melalui pengentasan kemiskinan.
Tujuan ini tidak dapat dicapai sendiri oleh kalangan agamawan, namun harus ditopang oleh para profesional yang bervisi pada dua tujuan tersebut. Dari dasar pemikiran itu, kini terlihat dengan adanya sejumlah badan usaha yang berjalan melalui prinsip syariah, yang memadukan para profesional dan kalangan agamawan.
4. Komite Hijaz
KH Wahab Hasbullah dikenal sebagai seorang ulama inisiator dan salah satu pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia: Nahdlatul Ulama (NU). Komite Hijaz, nama sebuah kepanitiaan kecil yang diketuai KH Abdul Wahab Hasbullah. Panitia ini bertugas menemui raja Ibnu Saud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk menyampaikan beberapa permohonan.
Sejak Ibnu Saud, Raja Najed yang beraliran Wahabi, menaklukkan Hijaz (Makkah dan Madinah) tahun 1924-1925, aliran Wahabi sangat dominan di tanah Haram. Kelompok Islam lain dilarang mengajarkan mazhabnya, bahkan tidak sedikit para ulama yang dibunuh.
Komite Hijaz bertugas menemui Raja Ibnu Sa’ud di Hijaz (Arab Saudi) untuk menyampaikan lima permohonan. Komite bertugas menyampaikan lima hal permohonan:
Pertama, Memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Atas dasar kemerdekaan bermazhab tersebut hendaknya dilakukan giliran antara imam-imam Salat Jumat di Masjidil Haram dan hendaknya tidak dilarang pula masuknya kitab-kitab yang berdasarkan mazhab tersebut di bidang tasawuf, aqoid maupun fikih ke dalam negeri Hijaz, seperti karangan Imam Ghazali, imam Sanusi dan lain-lainnya yang sudaha terkenal kebenarannya. Hal tersebut tidak lain adalah semata-mata untuk memperkuat hubungan dan persaudaraan umat Islam yang bermazhab sehingga umat Islam menjadi sebagi tubuh yang satu, sebab umat Muhammad tidak akan bersatu dalam kesesatan.
Kedua, Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti Fatimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya berdasarkan firman Allah “Hanyalah orang yang meramaikan Masjid Allah orang-orang yang beriman kepada Allah” dan firman Nya “Dan siapa yang lebih aniaya dari pada orang yang menghalang-halangi orang lain untuk menyebut nama Allah dalam masjidnya dan berusaha untuk merobohkannya.” Di samping untuk mengambil ibarat dari tempat-tempat yang bersejarah tersebut.
Ketiga, Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan biaya yang harus diserahkan oleh jamaah haji kepada syaikh dan muthowwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah. Dengan demikian orang yang akan menunaikan ibadah haji dapat menyediakan perbekalan yang cukup buat pulang-perginya dan agar supaya mereka tiak dimintai lagi lebih dari ketentuan pemerintah.
Keempat, Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
Kelima, Jam’iyah Nahdlatul Ulama memohon balasan surat dari Yang Mulia yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut. Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal, maka didirikanlah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.
Komite Hijaz merupakan respon terhadap perkembangan dunia internasional ini menjadi faktor terpenting didirikannya organisasi NU. Berkat kegigihan para ulama yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah diterima oleh Raja Ibnu Sa’ud.
"Beliau memang seorang ulama yang bisa disebut komplet karena selain ahli di bidang ilmu agama, Kiai Wahab juga memiliki ilmu kanuragan, seorang pedagang, dan juga memiliki jiwa seni yang tinggi," kata KH Hasib Wahab (Gus Hasib), seorang putra Kiai Wahab Hasbullah.
Pasang Naik NU
Terdapat periode gelombang naik dan turun peran NU di Indonesia. Terdapat tiga kali masa pasang naik peran NU. Pertama, ketika mulai berdiri pada tahun 1926, kedua pada tahun 1950-an, dan ketiga dimulai pada tahun 1984 dan memuncak pada periode 1990-an.
Setelah berdirinya NU pada tahun 1937 muncullah koperasi Syirkah Muawanah. Namun demikian dalam perkembangan berikutnya usaha ini terbengkalai. Mungkin hal ini disebabkan konsentrasi NU yang sangat dalam terhadap politik praktis. Dalam periode selanjutnya kegiatan ekonomi warga NU dibangkitkan kembali melalui pembentukan LPNU pada tahun 1992.
Menjadi Rujukan Umat
Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang Muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.
Pernah suatu ketika Kiai Wahab didatangi seseorang yang meminta fatwa tentang Qurban yang sebelumnya orang itu datang kepada Kiai Bisri Syansuri.
“Bahwa menurut hukum Fiqih berqurban seekor sapi itu pahalanya hanya untuk tujuh orang saja”, terang Kiai Bisri.
Namun, Si Fulan yang bertanya tadi berharap anaknya yang masih kecil bisa terakomodir juga. Tentu saja jawaban Kiai Bisri tidak memuaskan baginya, karena anaknya yang kedelapan tidak bisa ikut menikmati pahala Qurban.
Kemudian oleh Kiai Wahab dicarikan solusi yang logis bagi Si Fulan tadi. “Untuk anakmu yang kecil tadi belikan seekor kambing untuk dijadikan lompatan ke punggung sapi”, seru Kiai Wahab.
Kiai Wahab sangat memahami seni berdakwah di masyarakat itu memerlukan cakrawala pemikiran yang luas dan luwes. Kiai Wahab menggunakan kaidah Ushuliyyah “Maa laa yudraku kulluh, laa yutraku julluh”, Apa yang tidak bisa diharapkan semuanya janganlah ditinggal sama sekali.
Di sinilah peranan Ushul Fiqih terasa sangat dominan dari Fiqih sendiri.
Dakwah Media
KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, dakwahnya dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama. Bersama dengan KH Hasyim Asy’ari menghimpun tokoh pesantren dan keduanya mendirikan Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada tahun 1926. Kiai Wahab juga berperan membentuk Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Kiai Wahab bersama Hasyim Asy’ari dari Jombang dan Kiai Abbas dari Cirebon merumuskan Resolusi Jihad sebagai dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan. Sesudah Hasyim Asy’ari meninggal dunia, Kiai Wahab menjadi Rais Am NU. Dia meningkatkan dukungan NU kepada Pemerintah Indonesia dalam memenangi perang melawan Pemerintah Belanda.
KH Abdul Wahab Hasbullah juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantoro. KH. Abdul Wahab Hasbullah juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda.
Kelahiran. KH Abdul Wahab Hasbullah lahir di Jombang, Jawa Timur pada 31 Maret 1888. Ayahnya adalah KH Hasbullah Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur. Sedangkan Ibundanya bernama Nyai Latifah.
Pendidikan. Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah juga seorang pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari. Disamping itu, Kiai Wahab juga merantau ke Makkah untuk berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.
Inspirator Berdirinya GP Ansor
Dari catatan sejarah berdirinya GP Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh dan pembinaan kader. KH. Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH. Mas Mansur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH. Abdul wshab hasbulloh –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).
Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Hasbullah —ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah.
Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para Sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam.
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Machfudz Siddiq, KH. A. Wahid Hasyim, KH. Dachlan Ahyad (Kebondalem, Surabaya).
Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah wafat di Jombang pada 29 Desember 1971. Beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 7 November 2014 oleh Presiden Joko Widodo bersama dengan Djamin Ginting, Sukarni Kartodiwirjo, dan HR Muhammad Mangundiprojo. (Riadi Ngasiran)