Empat Catatan Pasca-Resepsi Satu Abad NU Kiai Husein Muhammad
Pengangar Redaksi
Nahdlatul Ulama dalam menyambut momentum Satu Abad dan memasuki Abad Kedua dalam kalender Hijriah, 16 Rajab 1444H, menggelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban pada 5-6 Februari 2023 di Hotel Shangri-La, Surabaya. Selepas acara ini, pada 7 Februari digelar Resepsi Puncak Satu Abad NU di Gelora Delta Sidoarjo.
Sederet ulama dunia hadir pada perhelatan itu. Termasuk dari Indonesia, khususnya dari kalangan pesantren. Ada di antaranya, adalah KH Husein Muhammad, ulama pesantren dari Cirebon.
Penulis buku "Sang Zahid: Mengarungi Sufisme Gus Dur" ini mempunyai sejumlah catatan pribadi yang menyentuh perasaan. Setidaknya, yang menarik ada Empat Catatan KH Husein Muhammad sebagaimna berikut:
1. Dunia Menyambut Rekomendasi NU
Di momen Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU), di Sidoarjo, Surabaya, Jawa Timur yang spektatuler, menggetarkan dan mengharu biru itu aku bertemu banyak sekali teman-teman cendikia, ulama, kaum intelek yang keren-keren, dari dalam negeri dan dari manca negara. Kami berbincang dan bercanda ria dengan mereka.
Topik paling sering adalah tentang masa depan dunia. Satu hal yang penting, mereka berharap rekomendasi- rekomendasi NU yang luar biasa, yang dibacakan Gus Mus (KH Ahmad Mustofa Bisri) disambut hangat dan penuh sukacita oleh negara-negara di dunia dan oleh mereka yang berpikir serta yang merindukan "persatuan, kedamaian dan cinta".
Mereka juga berharap para ulama, intelektual muslim dan para santri di seluruh pondok pesantren melakukan kajian kontekstualisasi atau rekontekstualisasi atas teks-teks keagamaan yang menjadi rujukan keagamaan, dengan menjadikan prinsip-prinsip kemanusiaan atau yang populer disebut "Maqashid al Syariah"sebagai basis analisis.
Lalu dalam perteman dengan Prof. Dr. Mujiburrahman, Rektor Universitas Antasari, Banjarmasin, Prof. Dr. Danial, Rektor Universitas Malikussaleh. Lhokseumawe, Aceh dan para cendikia NU yang lain, aku membaca puisi ini :
لقد كنت قبل اليوم أنكر صاحبي
إذا لم يكن ديني إلى دينه داني ..
لقد صار قلبي قابلا كل صورة
فمرعى لغزلان، ودير لرهبان ..
وبيت لأوثان وكعبة طـائف
وألواح توراة ومصحف قرآن ..
أدين بدين الحب أنى توجهت
ركائبه فالحب ديني وإيماني. -
Prof. Mujiburrahman sambil melenggang berteriak dengan tangan menunjuk ke arahku : "Itu di Tarjuman al Asywaq". Karya Al Syeikh al Akbar, Muhyiddin Ibnu Arabi.
Dan aku pun mengacungkan ibu jari sambil berteriak : Cerdas. Keren. 😃😀. Selamat. (08.02.23/HM)
2. Yang Mencintai Dicintai
Di masjid Pesantren Tebuireng Jombang, di samping rumah kelahiran Gus Dur, usai ziarah, aku ditemui sejumlah peziarah Gus Dur. Lalu ngobrol ngalor ngidul. Termasuk dengan santri yang sedang nenulis Disertasi tentang aku dan bukuku "Fiqih Perempuan". Ada yang bertanya mengapa makam Gus Dur tak pernah sepi sejak beliau pulang, sampai hari ini dari orang-orang dengan identitas beragam, termasuk non muslim.
Aku mengatakan. Soal ini aku sudah menuliskannya di buku Mengarungi Sufisme Gus Dur, atau Samudera Kezuhudan Gus Dur. Lalu aku membacakan hadits ini :
إنَّ اللَّهَ إذا أحَبَّ عَبْدًا دَعا جِبْرِيلَ فقالَ: إنِّي أُحِبُّ فُلانًا فأحِبَّهُ، قالَ: فيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنادِي في السَّماءِ فيَقولُ: إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلانًا فأحِبُّوهُ، فيُحِبُّهُ أهْلُ السَّماءِ، قالَ ثُمَّ يُوضَعُ له القَبُولُ في الأرْضِ
"Jika Allah mencintai seseorang hamba-Nya, Dia memanggil malaikat Jibril dan mengatakan :Jibril, Aku mencintai si fulan. cintailah dia. Maka Jibril pun mencintainya. Lalu Jibril memanggil para penghuni langit dan mengatakan bahwa Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia. Manakala yang di langit mencintai dia, maka orang-orang di bumi pun ۨmencintainya." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Beberapa ulama memberi tafsir atas hadits ini.
وحُبُّ جِبريلَ والمَلائكةِ يَحتَمِلُ وَجهَيْنِ؛ أحَدُهما: استِغفارُهم له، وثَناؤُهم عليه، ودُعاؤُهم، والوَجْهُ الآخَرُ: أنَّ مَحَبَّتَهم على ظاهِرِها المَعروفِ مِنَ المَخلوقينَ، وهو مَيلُ القَلبِ إليه، واشتياقُه إلى لِقائِه، وسَبَبُ حُبِّهم إيَّاه كَونُه مُطيعًا للهِ تَعالى،
Makna Jibril dan para Malaikat mencintai fulan adalah memohonkan ampunan/maaf Nya, memujinya dan mendoakannya. Bisa juga berarti dia dicintai manusia-manusia di bumi, dirindukan untuk bisa bertemu dengannya. Ini karena dia (si fulan) taat kepada Allah seluruh dan sepenuh.
"Yang Mencintai niscaya Dicintai". Ini adalah hukum kehidupan. (08.02.23/HM)
3. Pluralitas Manusia
Gagal masuk arena gelora delta, tempat acara Puncak Satu Abad NU, akibat jalan macet total, meski dikawal Patwal, aku bersama rombongan VVIP, turun dari bus, lalu jalan kaki masuk rest area. Karena perut keroncongan dan tak bisa menahan pipis, kami makan siang dll. Di situ aku bertemu banyak peserta yang bernasib ama. Saat makan ada saja yang bertanya dan ingin berdiskusi. Antara lain soal pluralitas manusia.
Aku menjawab : "Manusia adalah eksistensi (mawjud) yang unik, penuh misteri dan beragam. Keberadaan itu tak diciptakan oleh dirinya sendiri, tetapi oleh Tuhan, Wujud Yang Absolut."
Keberagaman itu tercipta pada kepribadian, pikiran, keyakinan dan hasrat seksual. Siapa yang menuntut ketunggalan manusia, dia menuntut sesuatu yang tak mungkin. Dan semua ciptaan Tuhan selalu mengandung makna Kebesaran dan Keindahan."
Rest Area Sragen. (07.02.23/HM)
4. Mengkritik Diri
Seorang sufi besar, kelahiran Uzbekiatan, 805 M, Fudhail bin Iyadh, mengatakan kepada dirinya sendiri :
يا مسكين
انت مسيء وتری انك محسن.
وانت جاهل وتری انك عالم.
وتبخل وتری انك كريم .
واحمق وتری انك عاقل.
اجلك قصير واملك طويل
(سير اعلام النبلاء ٨ ص ٤٤٠)
"Duhai diriku yang nista ini.
Betapa sering kau melakukan hal-hal buruk, tetapi kau merasa berbuat baik saja"
"Kau sesungguhnya tak tahu dan tak paham, tetapi kau merasa diri jadi ulama".
"Kau sesungguhnya kikir bin pelit, tetapi kau merasa dermawan".
"Kau amat dungu, tetapi kau merasa pintar".
"Hidupmu sebentar saja,
tetapi angan-anganmu begitu panjang".
Menuju Sidoarjo
(05.02.23/HM)