Empat Alasan Optimisme, Ini Kesiapan Muktamar ke-48 Muhammadiyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengumumkan, tanggal 4–5 September 2021 M, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah akan menyelenggarakan sidang Tanwir II. Menurutnya, Tanwir kali ini akan fokus membahas rangkaian persiapan Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah ke-48 di Surakarta.
“Tanwir II ini merupakan acara untuk mengambil langkah-langkah persiapan pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 yang akan diselenggarakan pada akhir tahun 2022 M, tentu dengan segala opsi yang berkaitan dengan protokol kesehatan dan situasi pandemi Covid-19,” tutur Haedar Nashir pada Rabu 1 September 2021.
Rencananya, Tanwir II ini akan mengambil tema ‘Optimis Hadapi Covid-19 Menuju Sukses Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah di Surakarta’.
Optimisme di Masa Pandemi. Haedar menjelaskan, hantaman Covid-19 kian gencar membombardir telah menggerus rasa optimisme semua pihak. Ibarat benteng, harus diperkuat. Jangan dibiarkan roboh.
Empat Alasan Penting Optimisme
Karenanya, tema optimis diangkat kembali dengan beberapa alasan, di antaranya:
Pertama:
Ikhtiar membangun harapan baru bagi masyarakat secara luas. Meski masih kabur kapan pandemi ini berakhir, merawat ikhtiar dan harapan baru merupakan langkah yang tepat untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
“Kita ingin membangun pengharapan baru bagi seluruh warga Muhammadiyah dan rakyat Indonesia bahwa meskipun kita belum bisa memastikan kapan pandemi ini berakhir, kita harus terus mengoptimalkan ikhtiar, baik yang bersifat rasional-ilmiah maupun dalam usaha-usaha lainnya yang bersifat spiritual-ruhani,” kata Haedar.
Kedua:
Menumbuhkan optimisme untuk seluruh tenaga kesehatan, relawan, dan semua yang berada di garda depan sekaligus benteng terakhir. Kalau mereka berguguran di medan laga melawan pandemi Covid-19, maka tidak ada lagi yang dapat diharapkan untuk membendung wabah global. Pengorbanan mereka harus didukung penuh dengan tidak melakukan hal-hal yang gegabah seperti tidak mematuhi protokol kesehatan, dan lain-lain.
“Betapa pun kita mengalami kesulitan dan duka dan musibah yang berat, lebih-lebih kepada mereka di garda depan sekaligus benteng terakhir di rumah sakit, para tenaga kesehatan, relawan. Suasana berat, duka, dan musibah tidak membuat kita kehilangan harapan, baik harapan yang kita bangun maupun harapan karena Allah Swt,” ucap Haedar.
Ketiga:
Sikap optimistik meningkatkan solidaritas kolektif antar seluruh kekuatan bangsa termasuk pemerintah. Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini mendorong semua elemen bangsa untuk bersatu, berbagi informasi, berbagi beban, dan bergotong royong menghadapi problem-problem pelik di masa pandemi ini.
“Musibah pandemi Covid-19 ini merupakan masalah bersama, maka menghadapinya juga harus bersama. PPKM, vaksinansi, dan semua ikhtiar yang telah dilakukan, tidak mungkin berhasil jika tidak menggalang kebersamaan,” ajak Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 63 tahun silam ini.
Keempat:
Optimisme dibangun karena nilai dasar keimanan. Meski dunia telah sedemikian canggih dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, Haedar mengingatkan untuk senantiasa terus bergantung kepada Allah Yang Maha Kuasa. Semua kaum beriman tentu harus membuka pintu langit dalam menyelesaikan masalah ini, selain terus berikhtiar di bumi nyata.
“Akhirnya, dengan Tanwir Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ini, kita ingin menyukseskan Muktamar dengan sistem dan metode yang akan kita tentukan bersama, karena kami memandang bahwa di pertengahan dan akhir tahun 2022, dalam pandangan para ahli kita masih belum bisa berakhir keluar dari pandemi Covid-19 ini,” tutur Haedar Nashir.
Advertisement