Emas Kura-kura Ditemukan di Petilasan Tribhuwana Tunggadewi
Lempengan emas berbentuk kura-kura ditemukan di situs Bhre Kahuripan atau yang dikenal dengan petilasan Tribhuwana Tunggadewi, Mojokerto. Emas sepanjang 6cm tersebut ditemukan di area paling sakral.
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Pahadi menjelaskan, tim ekskavasi telah menggali sumur di situs Bhre Kahuripan hingga kedalaman 3,9 meter. Sayangnya tidak ditemukan peripih di dalamnya. Harta karun Ratu Majapahit itu diduga telah dicuri.
"Memang ada upaya pengambilan itu sejak lama. Buktinya sumuran itu sampai kedalaman dua meter sudah banyak tanah adukan. Artinya, sudah digali orang. Dinding timur bagian bawahnya sudah hancur. Sampai ke tengah sumuran kami temukan reruntuhan batunya. Jadi, modelnya dicuri dari samping dengan cara dilubangi dari sisi timur. Tidak ada informasi terkait waktu perusakan itu, apakah masa sebelum kemerdekaan atau setelahnya, kami belum tahu," kata Pahadi, Selasa 28 September 2021.
Satu-satunya barang berharga yang ditemukan di sumur petilasan Tribhuwana Tunggadewi, kata Pahadi, adalah lempengan emas berbentuk kura-kura. Ia menduga logam mulia tersebut ditanam di luar peripih. Karena emas ditemukan diapit bata merah kuno di dalam sumur.
"Bentuknya kura-kura sepanjang 6 cm terbuat dari emas. Mitologinya kura-kura itu hewan yang menstabilkan atau yang menyangga bumi. Dalam Bahasa Jawa Kuno disebut Kurma atau kura-kura. Saat ini kami simpan di kantor BPCB Jatim," ujarnya.
Situs Bhre Kahuripan atau Candi Tribhuwana Tunggadewi terletak di persawahan Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Mojokerto. Bangunan suci pada zaman Majapahit seluas 14x14 meter persegi ini terbuat dari batu andesit. Bagian puncaknya terdapat batu yoni berdimensi 191x184x121 cm.
Tepat di bawah yoni terdapat sumur berukuran 250x250 cm. Kedalaman sumur yang sudah diekskavasi mencapai 390cm. Sebagian dinding sumur kotak ini tersusun dari bata merah kuno. Seperti candi pada umumnya, lubang tersebut menjadi area paling sakral karena tempat menyimpan peripih.
"Peripih bentuknya bermacam-macam, kadang kotak, kadang bulat. Fungsinya untuk wadah barang-barang berharga yang dipakai raja atau ratu semasa hidupnya. Kalau sekelas raja, kebanyakan peripihnya berisi perhiasan emas atau logam mulia," tegas Pahadi.
Ketua tim ekskavasi Situs Bhre Kahuripan itu menjelaskan, Candi Tribhuwana Tunggadewi dibangun pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk 1350-1389 masehi. Hipotesis itu merujuk pada ukiran angka tahun menggunakan Aksara Jawa Kuno di permukaan barat batu yoni. Yaitu 1294 saka atau 1372 masehi.
"Candi ini dibangun pada masa Hayam Wuruk untuk pemujaan ke Tribhuwana Tunggadewi. Raja itu kan untuk dihormati, walaupun sudah mati yang dihormati aura magisnya itu. Aura magisnya ditarik dengan peripih yang letaknya di sumuran candi itu," terang Pahadi.
Ekskavasi tahap keempat ini digelar selama 24 hari yang dimulai sejak tanggal 27 September 2021 kemarin dan berakhir hingga 20 Oktober 2021.
Selain mencari potensi struktur cagar budaya yang masih terpendam di bagian sisi barat Situs Bhre Kahuripan di ekskavasi tahun 2021 ini BPCB Jatim juga fokus kepada aspek pengembangan dan pemanfaatan untuk masyarakat.
Situs Bhre Kahuripan yang memiliki luas 28x28 meter itu bakal dibangun sebuah cungkup atau bangunan persegi yang mempunyai atap dengan konsep masa klasik.
"Kita juga menyiapkan titik-titik galian untuk persiapan tiang cungkup besar. Jadi di area itu nanti akan kita berikan atap pelindung. Cungkupnya dengan konsep yang sepadan dengan masa klasik," tegas Pahadi.
Sebanyak tujuh tiang pancang bakal mengelilingi Situs Bhre Kahuripan. Posisi tiang pancang itu dipastikan berada di area yang steril dari tinggalan arkeologi.
"Tiga titik berada di sisi utara, tiga titik di sisi selatan dan satu titik di sisi timur. Nanti untuk sisi barat akan kita pertimbangkan lagi," tandasnya.